Jempolindo.id – Jember. Terkait dengan disahkannnya Perubahan kedua UU KPK, sejumlah akademisi dari berbagai Perguruan Tinggi berkumpul di Fakultas Ekonomi Universitas Jember, mereka mendesak Presiden Ri Djoko widodo gunakan otoritanya terbitkan Peraturan Pengganti Undang – Undang (Perppu). Senin (14/10/19).
Melalui Siaran Pers yang dibacakan secara bergantian oleh Sekjend SEPAHAM Indonesia Dian Noeswantari dan Ketua PPHD FE Unibraw dinyatakan bahwa Presiden memiliki wewenang konstutusional prerogatif untuk menerbitkan Perppu atas alasan “kegentingan yang memaksa”.
Perppu punya landasan konstitusional sebagaimana dimaksud pasal 22 ayat 1 UUD 1945 joncto pasal 1 angka 4 UU No 12 Tahun 2011.
“Bahkan pemaknaan ikhwal kegentingan yang memaksa juga diatur oleh MK melalui putusannya No 138/PUU -VII/2009,” tegasnya.
Para akademisi itu juga menyesalkan adanya tekanan partai politik agar presiden tidak menerbitkan Perppu. Intervensi itu dinilainya sebagai tindakan memalukan yang dengan sengaja dilakukan agar KPK lemah.
Sementara, sudah terjadi perlawanan publik terhadap DPRRI yang mengakibatkan jatuhnya korban hingga menewaskan 5 orang demonstran, serta penangkapan yang disertai kekerasan terhadap sejumlah mahasiswa dan siswa.
Indikasi pelanggaran HAM itu ditanggapi serius perwakilan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati SH sebagai bentuk pelanggaran yang seharusnya KOMNAS HAM RI juga bersikap.
“Ada indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan Polisi, diantaranya massa yang sudah bubar masih ditangkapi. Jangankan pengunjuk rasa, maling yang ketangkap saja tidak boleh asal digebuki. Itu pelanggaran HAM,” ketusnya. (*)