15 C
East Java

Kusbandono : ” Kaum Marjinal Hanya Jadi Objek Pencitraan Bupati”

Loading

Jempolindo.id – Jember. Aktifis Difable Kusbando melontarkan Kritik keras terhadap Bupati Jember dr Faida MMR saat digelarnya Diskusi Silaturahmi Jember Idea di kediaman Dima Akhyar, Senin (14/10/19).

“Kami kaum marjinal hanya jadi objek pencitraan Bupati,” ketus Kusbandono.

Saar Diskusi bertajuk “Buruh Perlu Kehadiran Pemerintah” itu Kusbandono juga menyatakan belum ada keseriusan pemerintah kabupaten Jember dalam menyelesaikan konflik perburuhan. Terlebih soal mengakomodasi kepentingan hajat hidup komunitas difable.

“Paling banter hanya mengakomodasi 3 persen, itupun hanya untuk pajangan,” sergah Kusbandono.

Atas alasan itulah Kusbandono mendaftarkan diri sebagai bakal calon bupati jember melalui PDIP Jember.

Sejalan dengan pikiran Kusbandono, Ketua LSM IBW Jember Sudarsono juga menegaskan perlunya good will dari pemerintah untuk hadir dalam menyelesaikan masalah perburuhan.

 

Ketua LSM IBW Sudarsono

“Saya kira pemerintah harusnya punya kemauan baik untuk hadir dalam menyelesaikan perburuhan,” tegas Sudarsono.

Sementara Aktivis Buruh Budi Santoso menuturkan, masalah perburuhan masih berkutat pada persoalan upah minimum dan PHK. Itupun belum tergarap serius.

“Misalnya penetapan upah minimum, UMK Jember masih berada pada urutan ke 13 se Jawa Timur,” sesal Budi.

Menurut Budi penetapan UMK Jember sebesar 2.171.000 masih jauh dari harapan, seperti direkomendasikan BPJS Tenaga Kerja sebesar 3,3 juta.

“Kita berharap Dewan Pengupahan Kabupaten dapat bekerja lebih optimal,” pinta Budi.

Menegaskan pendapat Budi, Aktivis Buruh Agus Mashudi mencoba membagi ruang penanganan perburuhan yang porsinya masih sebagian besar menjadi kewengan pemerintah pusat.

“Praktis ruang pemerintah daerah hanya menangani masalah UMK, sedangan penanganan konflik perburuhan berada menjadi kewenangan pemerintah propinsi,” ujarnya.

Eks Aktivis Mahasiswa Boedi Harijanto SH menegaskan belum berjalannya fungsi pengawasan Disnakertrans Pemkab Jember, sehingga terkesan masalah perburuhan terbiarkan.

“Saya mengalami saat melakukan pendampingan PHK sepihak buruh Pabrik Kayu SOB Bangsalsari,” tuturnya.

Betapa saat proses mediasi buruh malah ditakut – takuti, sehingga dari 270 buruh hanya tersisa 2 orang yang bersedia lanjut ke tahapan PHI.

“Harusnya Disnakertrans bisa memberikan bimbingan yang benar, bukan membuat ketakutan buruh,” sesalnya.

Ketua ICC Jember Nurdiansyah Rahman makin mempertajam belum adanya keseriusan penanganan kesejahteraan buruh, bisa dilihat dari 34 Perusahaan Perkebunan dari sekitar 45 ribu buruh, rata – rata pendapatannya masih setara dengan harga 3 kg beras per hari.

“Karenanya perlu pemetaan lebih serius terkait peningkatan kesejahteraan buruh,” pungkasnya. (*)

Table of Contents
- Advertisement -spot_img

Berita Populer

- Advertisement -spot_img