20.3 C
East Java

Maraknya OTT Karena Pejabat Tak Amalkan Pancasila

Loading

jempolindo.id – Jember. Ketua MPR Zulkifli Hasan menilai, pelaku korupsi di Indonesia ada karena tidak menerapkan nilai-nilai demokrasi Pancasila. Pancasila menerapkan kedaulatan tertinggi di tangan rakyat.

“Jika semuanya bertujuan kepada kepentingan rakyat, maka tidak akan ada yang namanya pejabat kena OTT KPK,” ujar Zulkifli.

Kalimat diatas dikutip dari detiknews terbitan setahun lalu. Kalimat itu masih relevan jadi bahan renungan untuk menjawab pertanyaan siapa seharusnya memberikan contoh terlebih dulu dalam mengamalkan Pancasila ?.

Bagaimana era kini para pemimpin banyak menghimbau pengamalan Pancasila, saat bersamaan banyak juga yang terjerat korupsi. Kasus terbaru, Bupati Cianjur Irvan Rivano.

Sering terdengar himbauan dalam sebuah acara dialog, sarasehan atau seminar tentang Pancasila, agar anak muda dan masyarakat mengerti tentang nilai nilai Pancasila, tetapi acapkali lupa untuk memberikan contoh bagaimana sebenarnya mengamalkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ?.

Ingat Pancasila jadi ingat tulisan Emha Ainun Najib (Cak Nun) di akhir 1970-an yang kemudian diterbitkan dalam buku “Indonesia Bagian Sangat Penting Dari Desa Saya” oleh penerbit Jatayu tahun 1983.

“Ingat Pancasila Ingat Idul Adha,” Begitu Cak Nun memainkan makna dalam kata atau mungkin kata dalam makna.

Ingat Idul Adha jadi ingat peristiwa bersejarah Ibrahim yang harus mengorbankan Ismail.

“Jadi mengamalkan Pancasila itu penuh pengorbanan,” kata Cak Nun.

Kenapa kok Ibrahim yang harus mengorbankan Ismail ? Kok bukan ummatnya atau rakyat ?
Rupanya Pancasila hanya bisa dijalankan jika ada suri tauladan dari para pemimpin.

Bukan hanya menjadi nyanyian merdu saat upacara, pengisi materi dalam sebuah acara seremonial.atau asyik jadi bahan diskusi seolah olah menjadi Pancasilais. Tapi gagal mengejawantah dalam praktek kehidupan.

Kata Bung Karno, Pancasila adalah The Way of Live bangsa, sikap dan cara pandang bangsa. Pancasila bukan hanya sekedar jadi bahan obrolan yang tak berujung.

Bangsa ini sudah kian inkonstitusional,” kalimat itu pantas menjadi refleksi semua elemen bangsa.

Sebagai penutup, coba menyadur Tulisan Presiden Jancuker Sujiwo Tejo dalam bukunya “Lupa Endonesia”

Kata Kang Sujiwo Tejo, Pancasila Tidak hanya sekedar permainan kata-kata yang indah, tetapi juga memiliki makna yang tidak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata. Penasaran? Silahkan dilanjut membaca :

Ketuhanan Yang Maha Esa

Yang harusnya dimiliki para pemimpinnya, lebih-lebih pemimpin puncaknya, yaitu kepala negara, harus suwung . Suwung itu nol , tapi bukan kosong .

Pemimpin hanya melekat pada Tuhan. Dia tidak melekat pada yang lain, termasuk pada harta benda yang dimilikinya.

Pemimpin boleh kaya dan berkuasa (berisi), tapi tidak bisa memiliki kemelekatan pada harta benda dan kekuatan (kosong). ”

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Maknanya manakala kemaslahatan bersama dunia membutuhkan harta benda dan kekuatannya, pemimpin tertinggi yang telah suwung harus merelakannya.

Ini bagaikan Prabu Yudhistira yang bahkan merelakan darah dagingnya sendiri diiris.

Bagaikan Nabi Ibrahim yang bahkan merelakan diri sendiri buat disembelih. ”

Persatuan Indonesia berarti mempertahankan agar Indonesia tetap utuh, agar keanekaragaman di dunia tetap terpelihara.

Tidak bisa seluruh dunia kita jadikan satu negara dan satu bangsa. Ini akan menyalahi sumber daya alam, yaitu materi, waktu, energi, ruang, dan keanekaragaman. ”

“Selanjutnya, orang-orang yang terbukti mampu mengakses dunia melalui persatuan Indonesia dalam ranah kearifan dasar, yang bisa mencapai musyawarah mufakat.

Itulah seyogianya nuansa dari sila tunggal, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan . ”

“Tak perlu ada musyawarah apa pun yang agendanya bukan untuk sila lima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia . Seluruh rapat, kumpul-kumpul, yang agendanya bukan untuk itu, ilegal…. ” (#)

Table of Contents
- Advertisement -spot_img

Berita Populer

- Advertisement -spot_img