Jempolindo.id – Jember. Prespektif Welas Asih, adalah sebuah rasa kasih sayang yang menggabungkan empati dan simpati, menjadi pokok bahasan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Pemkab Jember di Pendopo Wahya Wibawa Graha, Kamis (10/10/19).
Sayangnya, tak dilibatkan nara sumber pembanding sehingga FGD digelar sepertinya hanya bertujuan mendukung hasrat pemerintah saja.
Disitir dari rilis Humas Pemkab Jember, Wakil Bupati Jember Drs KH A Muqit Arief dalam sambutannya mengingatkan semua pihak dalam berkehidupan sosial hendaknya mampu membina masyarakat untuk bisa peduli terhadap sesama, dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan.
KH Muqid Arif berharap kelak Jember menjadi sebuah kota yang warganya hidup saling memperhatikan semua kalangan, diantara warga dengan warga, pimpinan dengan masyarakat, satu sama lain saling memiliki rasa welas asih.
“Karena rasa welas asih ini perlu dikembangkan agar menjadikan masyarakat bahagia dan seluruh lapisan masyarakat bahagia. Jika rasa welas asih itu tidak ada, bagaimana kita akan meraih kebahagiaan,” tuturnya.
Jika upaya mewujudkan Jember sebagai Kota Welas Asih berhasil, maka akan dilakukan kerja sama dengan kota atau negara lain yang telah menerapkan kota welas asih
Menjadi Kota Welas Asih.
Bertindak selaku penyelenggara Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Dr H Edy Budi Susilo MSi
menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Jember pada tahun 2019 berupaya mewujudkan Kota Welas Asih. Langkah awal dilakukan dengan menggelar FGD.
“Jember akan mengembangkan rasa kepedulian di berbagai sektor, yang secara khusus dikemas dalam sebuah jaringan yakni Kota Welas Asih,” kata Edy.
Hasil dari FGD, kata Edy akan ditindak lanjuti dengan melaksanakan training-training yang dimulai pada lingkup Dinas Pendidikan, yakni berbentuk training kepala sekolah dan stakeholder, juga para pemangku kepentingan lainnya. Proses itu akan dilaksanakan selama tiga bulan secara terus menerus.
Sementara itu, Compassionate Action Indonesia Dr Haidar Bagir
menjelaskan, FGD digelar untuk menentukan program-program yang akan dikerjakan.
Program itu bisa berupa sosialisasi kepada orang tua siswa tentang pernikahan dini, tentang bayi stunting, pendidikan, kehidupan berumah tangga.
Sedangkan program untuk tenaga pendidik dan siswa berupa sosialisasi pengembangan sekolah menjadi sekolah welas asih.
“Program kota welas asih akan diukur dari seberapa berhasil kita dalam melibatkan sebanyak mungkin warga untuk berpartisipasi dalam program-program tersebut,” terangnya.
Hal ini memerlukan budaya gotong-royong dan rasa ke sukarelawanan antar-sesama manusia.
“Karena rasa welas asih ini bukan program baru, tetapi merevitalisasi budaya yang sudah berakar,” ungkapnya.
Dr. Haidar berharap, pemerintah daerah dalam merancang programnya juga membubuhi prespektif welas asih dalam pembangunan fisiknya.
Jadi, program ini menjadi bagian integral dari program-program pembangunan Pemkab Jember, ditambah masyarakat yang diingatkan tentang pendidikan budaya welas asih.
“Definisi Kota Welas Asih yakni kota yang warganya resah karena tahu ada di antara sesama warga yang mengalami kesulitan, sehingga sesama warga selalu terdorong saling membantu mengatasi kesulitan,” katanya. Sumber : Rilis Humas Pemkab Jember (*)