Era Jurnalisme Warga, antara Ayam Galau, Tahu Walik dan Kopi Pahit

Loading

Jempolindo.id – Jember. Jember Journalist Club (JJC) sebuah komunitas yang beranggotakan Wartawan dari berbagai media dan lintas generasi, menggelar agenda diskusi santai, Jum’at (28/6/19).

Tampak hadir Syaifuddin A Ghani (mantan Suarabaya Post), Aga Suratno (wartawan Radio), Ali (Jatimtimes), Indra G Martowijoyo ( Lontar), Sumaji (Talenta), Oki (Memo Timur), Totok Sumianta (eks Memo Timur).

Jjc
Para aktivis JJC lagi ganyeng diskusi

Mulanya hanya sekedar memenuhi undangan Sunyono HS, mantan Wartawan Surabaya Post yang kini berbhakti menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Jember.

“Jika berkenan saya sedang membutuhkan masukan dari Media On Line yang bermitra dengan pemkab Jember, yang tidak bermitra juga boleh,” begitu bunyi undangan Mas Yono.

Rupanya mas Yono lagi getol menulis jurnal ilmiah yang  sedang membutuhkan data terkait pola pemberitaan media on line mitra pemerintah. Kali ini dia mengambil tema “Media On Line sebagai realese bupati”.

Hipotesanya beranjak dari pola pemberitaan Media On Line di Jember yang kontensnya seragam, mulai dari pengambilan anggle, tehnik menulis, bahkan foto tampak serupa.

“Ini sepertinya media on line sudah memerankan sebagai humas pemkab Jember,” kata Mas Yono.

Memang ada sebagian kecil, kata yang mas Yono yang memerankan media oposan seperti  Media On Line Jempol. Tetapi Jempol memang bukan mitra pemkab Jember.

Menjawab pertanyaan Mas Yono tentang kebijakan Bupati Faida dan Peranan Humas Pemkab Jember. Ali yang bermitra dengan pemkab Jember memberikan masukan yang setidaknya bisa dijadikan rujukan.

“Sebenarnya Bupati memberikan ruang ekspresi kepada wartawan mitra pemkab, hanya saja tidak dimanfaatkan dengan baik oleh kawan – kawan wartawan,” tegasnya.

Apalagi jika sumber tulisannya hanya satu dari rilis humas pemkab Jember, dan wartawan tidak mencoba mendalami serta mengembangkannya, maka kata Ali praktis tulisan di hampir 40 media on line mitra pemkab menjadi tampak sewarna.

“Soal berita yang seragam, itu tergantung kemauan wartawannya,” katanya.

Pembicaraan terus berkembang, bahkan melebar mengarah pada pergeseran jurnalistik era kini.

Wartawan Radio senior  Aga Suratno yang juga turut memberikan sumbangsih pikirannya, menyebut  era kini boleh dibilang merupakan era jurnalisme warga (masa). Setiap warga pemegang smartphone sudah laiknya perusahaan pers.

“Pemilik smartphone bisa menjadi wartawan sekaligus fotografer, redaktur bahkan penerbit,” kata Mas Aga.

Karenanya tampak jelas Media On Line akan berhadap hadapan langsung dengan warga pemilik akun medsos. Setiap pemberitaan media on line dengan cepat dan mudah menerima respon nitizen.

“Ini yang kita sebut dengan era jurnalisme warga,” kata Mas Aga.

Tentu banyak masukan yang tak dapat tertuang dalam tulisan ini. Tetapi bagi Jempol pertemuan itu menjadi pertemuan berarti, setidaknya buat merefresh.

Terlebih dorongan senior Mas Syaifuddin A Ghani, yang tak hentinya meledek Jempol.

“Jempol tok suwe suwe kuter,” seloroh mas Ghani disela supportnya buat Jempol.

Pembicaraan memang menjadi campur aduk antara maraknya media on line, kopi pahit, tahu walik,  ayam bakar dan ayam galau.

Lalu semua bersepakat bahwa ada rasa haus yang  tak lah cukup melepas dahaga hanya dari setetes oase malam itu. Semoga kegalauan menemukan muaranya. (*)

 

 

 

Table of Contents