jempolindo.id – Jember . Kesimbangan (check and balances) antarkekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif harus menjadi ruh dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis. Hal ini diperlukan agar tidak ada kekuasaan yang absolut tanpa ada pengecekan kekuasaan lain. Kekuasaan yang absolut justru cenderung korup.
Hal itu terungkap dalam aksi ketawa yang digelar elemen masyarakat Jember di Ruang Banmus Gedung DPRD Jember, Jumat (25/1/19).
Tampak puluhan orang berkumpul digedung DPRD Jember, diantaranya KH Syaiful Rijal (Gus Syef), Kustiono Musri, Sudarsono, Bagida Bagus, Syamsul, Jumadi, Budi Harijanto, Budi Santoso, Syaiful, Dedi Mulyadi, Adi Basa, Ismail, Lukman Yanuar Pribadi, dan Rasi Wibowo.
Sementara tak ada satupun anggota DPRD Jember yang menjumpai kedatangan para pegiat. Hanya staf DPRD Jember yang menyodorkan daftar hadir, lalu disambut gelak tawa.
Mentertawakan Absolutnya Kekuasaan :
Selama pertemuan digelar mereka tertawa lepas seperti hendak mentertawakan keadaan Pemerintahan Kabupaten Jember yang kian berantakan.
Usai tertawa lepas, Kustiono Musri menjelaskan maksud digelarnya aksi ketawa itu.
“Jember sudah terlalu absolut, bupati sedemikian rupa berhasil menekan kekuatan yudikatif dan legislatif,” kata Kustiono.
Guna mendukung sinyalemennya itu Kustiono membeberkan fakta dibangunnya Rumah Dinas Kepala Kejaksaan Negeri Jember dengan menggunakan APBD 2018 Kabupaten Jember.
“Masih banyak fakta pendukung lain yang kami punya, yang membuktikan keanehan pengelolaan anggaran pemkab Jember,” kata Kustiono.
Kustiono juga membeberkan penataan birokrasi yang amburadul. Penempatan pejabat yang bukan pada tempatnya, serta sampai 3 tahun berjalan pemerintahan Faida masih banyak jabatan yang kosong, sehingga dapat menghambat berjalannya roda pemerintahan.
Ponco Harus Bertanggung Jawab
Sudarsono menilai Kejaksaan sudah tidak tahu malu. Mengambil hak rakyat Jember untuk kepentingan institusi vertikal nya.
“Ponco (Kepala Kejaksaan Negeri Jember) harus bertanggung jawab atas rusaknya tatanan di Jember,” sergah Sudarsono.
Kejaksaan, kata Sudarsono, dengan nyaman memampang plakat TP4D di setiap proyek pembangunan yang bersumber dari APBD, tetapi tidak tampak peran kontrolnya.
Kekuasaan telah berhasil membuat suasana psikologis DPRD Jember dalam situasi ketakutan. Seperti sebuah kesengajaan menggantung masalah.
“Kalo mau ditangkap semua seperti di Malang, tangkap semua anggota Dewan, jangan digantung begini,” kata Sudarsono emosi.
Sudarsono menuding Faida berkali kali melakukan pelanggaran aturan dalam pengambilan kebijakan. Tetepi anggota DPRD Jember berikut partai politiknya diam tak bergeming.
“Ini sudah tidak bisa dibiarkan, saatnya presiden jokowi bertindak,” tegasnya.
Lelucon Jumadi
Ketua LSM Gerpas Jumadi, berakting seolah menjadi Wakil Ketua DPRD Jember yang sedang menemui para aktivis.
“Maaf ya saya sebagai Wakil Ketua DPRD Jember bukan tidak mau memperjuangkan aspirasi anda, tetapi saya takut sama Bupati Faida,” sontak saja guyonan Jumadi disambut gelak tawa.
Peran Wabup
Dedi Mulyadi mencoba menyikapi keberadaan Wakil Bupati Jember KH Abd Muqiet Arif, yang belum pernah dipertanyakan perannya.
Padahal seharusnya Wabup juga mempunyai kewenangan yang seharusnya juga memberikan peran dalam menjalankan roda pemerintahan.
Peran Pemuda Lumpuh
Salah satu perwakilan pemuda yang juga turut bersuara, Budi Harijanto, menilai situai generasi muda Jember semakin miris, cuek terhadap situasi pemerintahan.
“Saya ikut dalam agenda aksi ketawa ini, karena saya sebagai generasi muda merasa sesak dada memperhatikan situasi kabupaten Jember yang penuh dengan masalah,” keluhnya.
Wartawan Tidak Anti Kritik
Wartawan Radar Jember, Bagus, yang juga hadir dalam aksi ketawa itu mengatakan bahwa berdasarkan pengalamannya dilapangan ditemukan situasi adanya Sumber informasi tertutup, Yudikatif mulai janggal.
Bagus juga mempertanyakan keberadaan Rumah Dinas Sekda Jember yang dipinjam pakai oleh kepala Kejaksaan Negeri Jember.
“Media bukan anti kritik tetapi memang sulit mencari sumber dan nara sumber,” keluh Bagus (@)