Jember – Jempol. Konvensi Hak–Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (Bahasa Inggris: United Nations Convention on the Rights of the Child) adalah sebuah konvensi internasional yang mengatur hak–hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kulural anak–anak.
Melalui rilis Bagian Humas Pemkab Jember, Sekretaris Daerah Kabupaten Jember Ir Mirfano menjelaskan bahwa Untuk meningkatkan kapasitas para pemangku kebijakan terkait implementasi Konvensi Hak Anak (KHA), Pemerintah Kabupaten Jember menggelar Bimtek KHA di Aula PB Soedirman Pemkab Jember, Kamis (4/4/19).
Bimtek dikukti 90 peserta dari lembaga pemerintahan serta organisasi kemasyarakatan. Kegiatan direncanakan berlangsung selama dua hari, 4 – 5 April 2019.

Bimtek ini merupakan kegiatan pertama kali yang dilaksanakan selama dua hari oleh Pemerintah Kabupaten Jember, bertujuan sebagai upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dan membantu mengatasi permasalahan-permasalahan kekerasan serta perdagangan anak (Trafficking).Peserta Bimtek diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman yang kemudian mampu menciptakan langkah-langkah strategis dalam rangka memenuhi hak-hak anak.


“Setiap kebijakan Pemerintah Kabupaten Jember harus memenuhi pelayanan yang ramah anak, termasuk hak-hak terkait perlindungan anak terhadap tindak kekerasan pada anak-anak. Mirfano menegaskan bajwa komitment besar ini harus direspon dan didukung, tidak hanya oleh Pemerintah saja, akan tetapi juga oleh masyarakat, LSM, dan Media massa, dunia usaha dan gugus tugas,” tegasnya.
Mirfano menegaskan untuk mewujudkan harapan itu diperlukan sistem komunikasi yang baik dan solid. Koordinasi dan Sinergi antar bagian diperlukan agar antar instansi tidak bergerak sendiri – sendiri.
“bukan lagi sendiri, namun telah menjadi satu kesatuan, sehingga diperlukannya sebuah sinergi antara tugas satu dengan tugas yang lainnya.” Tegasnya.
Jember Raih KLA tahun 2018
Menurut Mirfano, Bimtek merupakan tindak lanjut dari komitmen Bupati Jember dr Faida MMR untuk mempertahankan predikat Kota Layak Anak (KLA) yang pernah di raih pada tahun 2018.
“Komitment Bupati Jember sudah sangat jelas, yaitu mewujudkan Jember sebagai Kabupaten atau Kawasan layak anak (KLA). Dimana, segala kebijakannya harus sesuai dengan pemenuhan-pemenuhan hak anak serta partisipasi anak, yang hal tersebut telah dituangkan pada musrenbang” katanya.
Perlu Gantungan Regulasi
Diakui Mirfano komitmen itu mesti dibangun dari terbitnya regulasi sebagai payung hukum agar pelaksanaannya memiliki kekuatan dan sandaran hukum yang cukup.
“Memang belum ada perdanya, ini masih baru bikin naskah akademis, tetapi percayalah bahwa Jember berkomitmen untuk mempertahankan Kota Layak Anak,” katanya.
Pendampingan Hukum Terhadap Anak Masih Tercecer :
Tak gampang mencari nara sumber untuk menanggapi gagasan Jember sebagai Kota Layak Anak, beberapa aktivis yang sempat dihubungi tampak kurang siap memberikan komentarnya. Sepertinya agenda itu juga belum tersosialisasikan secara meluas.
Beberapa kasuistik penanganan pendampingan hukum anak yang terjerat hukum, coba dikonfirmasikan kepada Budi Hariyanto, SH yang baru lalu diketahui mendampingi anak terjerat hukum UU No 12.
Sebut saja Fafan, warga Dusun Watu Ulo Sumberejo Ambulu, adalah contoh bahwa KLA masih mesti belum menyentuh ke ruang publik secara meluas.


Fafan kini sedang menghadapi persidangan dengan tuntutan 2 bulan penjara, karena didapatkan membawa senjata tajam berupa sebilah pedang samurai. Senjata tajam yang dibawanya sama sekali tidak ada maksud jahat, Fafan menganggapnya sebagai barang hiasan yang dibawa dari rumah bapakanya.
Usianya mash 16 tahun, selama proses penyidikan Fafan bukan hanya tidak mendapat pendampingan hukum yang layak, tetapi juga tidak didampingi orang tuanya. Berita Acara Penyidikan hanya disodorkan begitu saja oleh Pihak Penyidik Polsek Ambulu kepada orang tua Fafan untuk ditanda tangani.
Saat dipindah dari Polsek Ambulu menuju Mapolres Jember, Fafan juga mengenakan rompi bertuliskan “TAHANAN”, secara psikologis sebenarnya merupakan tindakan yang kurang patut diberlakukan kepada anak.
Budi tampak enggan memberikan komentarnya, meski fakta bahwa Fafan bisa dijadikan sebagai sebuah contoh penanganan hukum terhadap anak – anak yang masih perlu mendapat perhatian segenap pihak. (*)