Verifikasi Data KPM PKH Terhambat Konflik Kepentingan Desa

Verifikasi Data KPM
SIKS- NG

Loading

JEMBER – JEMPOL – Kasak – kusuk rebutan honor dan konflik kepentingan pemerintahan desa menjadi factor penghambat, kesulitan koordinasi melakukan verifikasi dan validasi  perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sebagai sumber data Keluarga Penerima Manfaat (KPM) program bantuan sosial PKH.

Pelaku ditingkat pemerintahan desa ada yang  ogah – ogahan melakukan perbaikan data, hanya karena merasa yang mendapat honor para pendamping PKH nya saja.

Berdasarkan informasi yang terhimpun di wilayah Kecamatan Bangsalsari, Jum’at (21/05/2021) dari sumber yang tak mau menyebut namanya, menjelaskan pihak pemerintahan desa seringkali sulit melakukan koordinasi, untuk melakukan perbaikan DTKS, agar tidak terjadi kesalahan data, sebagaimana selama ini dikeluhkan.

“Wong honornya yang dapat pendamping, kok kita yang disuruh kerja,” kata sumber itu.

Memperhatikan situasi itu, sepertinya sedang terjadi ketidak sepahaman antara pendamping PKH dan Pihak pemerintah Desa. Sebut saja, Desa Curahkalonng dan Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari, menurut sumber jempol, di Desa Curahkalong setidaknya terdapat 800 KPM yang datanya harus diverifikasi.

“Kabarnya, malah pihak Kaur kesra pemerintah desa Curahkalong, kurang koordinasinya,” katanya.

Sedang di desa Banjarsari, kabarnya  malah sama sekali belum melaporkan perbaikan data, yang seharusnya sudah disampaikan.

KONFLIK PILKADES

Tarikan kepentingan menguat, apalagi di Kecamatan Bangsalsari ada empat desa yang akan menggelar pilkades, tahapan verifikasi dan validasi data, malah rawan dipergunakan untuk kepentingan pemenangan pilkades.

“Infonya seperti itu, agaknya ada konflik kepentingan,” ujarnya.

Bagi desa yang akan menggelar pilkades, sudah dapat dipastikan, pendataan PKH akan rawan menjadi ajang kepentingan pemenangan pilkades, terutama jika ada peserta pilkades yang petahana.

“Sangat terbuka kemungkinan itu, apalagi kalau calonnya petahana, konspirasi sangat mungkin akan memicu panasnya pilkades,” jelasnya.

Amanat agar melakukan musyawarah desa, malah membuka celah terjadinya konspirasi kekuasaan, yang mengarah pada upaya mempengaruhi warga miskin agar memilih calon yang akan dimenangkan.

“Ujung-ujungnya  menakut – nakuti warga tak mampu, kalau gak dukung calon tertentu nanti tidak akan mendapatkan bantuan, ini malah semakin tidak sehat,” tegasnya.

Jalan keluarnya, harus digelar Musyawarah Desa yang dilakukan secara terbuka antara, pemerintahan desa,   pendamping pkh, berikut tokoh masayrakat setempat, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pemanfaatan data orang miskin, hanya untuk kepentingan politik di tingkat desa.  (nurdin)

 

Table of Contents