Jempolindo.id – Jember. Jelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tak menutup kemungkinan terjadinya jual beli kursi. Hal ini disoroti Aktivis Pemerhati Pendidikan Kabupaten Jember Safa Ismail, Kamis (6/6/2019).

Jual beli kursi itu masih memungkinkan terjadi dengan beragam alasan, kata Safa biasanya karena orang tua memaksakan anaknya masuk ke sekolah negeri yang berlabel sekolah favorit. Segala daya upaya akan dilakukan orang tua agar anaknya bisa memenuhi keinginan orang tua.
“Untuk itu dipandang perlu adanya perhatian segenap pihak agar praktek – praktek yang tidak terpuji tidak terjadi dilingkungan pendidikan,” tegas Safa.
Disamping itu, Ketua LSM Duafa itu juga menambahkan Pemerintah memang sudah mencanangkan pendidikan gratis, tetapi bukan berarti tidak ada praktek pungutan liar terselubung yang dilakukan dengan bermacam modus, seperti pemenuhan kebutuhan seragam sekolah, buku dan peralatan sekolah lainnya. Ada ruang terbuka pihak sekolah melakukan kolusi dengan pihak ketiga sebagai penyedia barang.
“jangan ada lagi lah praktek pungli atas nama dan dengan cara apapun. Saya menghimbau agar semua pihak memperhatikan dan turut mensosialisasikan, termasuk kalau perlu Saber Pungli turun tangan,” tegasnya.
Edy : “Melanggar Ya Kita Inspektoratkan”
Menanggapi fenomena jual beli kursi menjelang PPDB, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Drs Edy Budi Susilo menegaskan di Kabupaten Jember jika masih ditemukan praktek jual beli kursi, atau pungutan yang menyalahi aturan maka pihaknya tidak segan untuk menindak tegas.


“Sdh sgt jelas di semua alat peraga publikasi PPDB ada warning ” TIDAK DIPUNGUT BIAYA”, sing mokong pasti tak Inspektoratkan,” tegasnya.
Suwignyo : “Butuh Komitmen Semua Pihak”
Sementara Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Jember Suwignyo Widagdo mengatakan sistem apapun yang diberlakukan masih sangat terbuka ruang terjadi jual beli kursi, pungutan liar dan sejenisnya.


“Sekarang tinggal komitmen dan integritas pelaksana. Toh aturannya baku dan sudah disosialisasikan. Kan terbuka dan terintegrasi sistemnya sehingga pendaftar tahu pergerakan nilai pendaftar, sehingga anak dan ortu dapat mengetahui apakah memenuhi standart penerimaan atau tidak,” katanya.
Menanggapi PPDB model zonasi, Politisi Partai Golkar itu berpendapat, secara umum positif aja untuk pemerataan kualitas, meski pada satu sisi dirinya juga mendukung adanya sekolah unggulan.
“Bukankah pemprov sekarang juga bikin SMA unggulan. Misal utk SMA Taruna Bhayangkara di SMA2 Genteng, SMA Taruna Nala di Malang, SMA Taruna apa itu di Madiun dan lain – lain,” pungkasnya. (*)