Satuki : “Bupati dan pejabat Juga Menerima Honor Satgas. Bukan Pemakaman Saja”

Satuki
Keterangan : Mat Satuki, mantan Kepala BPBD Jember

Loading

Jember  –  Jempolindo.id – Satuki, mantan Kepala BPBD Kabupaten Jember, era pemerintahan Bupati Jember dr Faida MMR, ketika ditanya wartawan, menyampaikan perihal honor yang diterima Bupati Jember, pada tahun 2020, serta pejabat di tingkat Forkopimda. Untuk penanganan Covid-19. Jum’at (10/9/2021)

“Bupati dan pejabat lainnya (Forkopimda), itu menerima honor satgas. Bukan pemakaman saja, untuk honor itu hanya yang bekerja di lapangan. Terkait pemotongan, tidak ada dulu itu,” jelasnya.

Menurut Satuki, untuk honor pejabat,  ada aturannya sesuai dengan regulas, per bulan besarannya juga sudah ditentukan.

“Ketua Satgas bupati saat itu bupati, sekretaris saya (menjabat Plt. Kepala BPBD Jember), Pak Dandim, terus Pak Kapolres, lainnya tapi maaf saya lupa. Nanti kalau ada waktu saya coba buka data laporannya. Apalagi saya sudah pindah dinas tidak di BPBD lagi,” ujar Mat Satuki, yang kini menjabat sebagai Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Jember.

Kapolres Menolak Honor”

Kala itu, Bupati dan pejabat lainnya di tingkat Forkopimda, tim penanganan Covid-19 bernama Gugus Tugas.

“Kemudian berubah jadi Satgas. Untuk Pak Kapolres Jember saat itu tidak berkenan menerima honor, akhirnya dikembalikan ke Kasda,” katanya.

Terkait penentuan honor bagi bupati, sebagai Ketua Satgas Penanganan Covid-19, tim yang terdiri dari pejabat tingkat Forkopimda. Serta relawan dan tim organik BPBD Jember, dan honor pemakaman sebesar Rp 150 ribu. Terlebih, kala itu, petugas pemakaman harus 24 jam.

“Kami konsultasi dengan kabupaten pantesnya. Aturan baku tidak ada. Kami juga konsultasi dengan 4 kabupaten/kota (lainnya), dengan provinsi dan BNPB. Nilai sekian ini bagaimana pak. Bahkan mestinya ditambahi, karena awal itu jarang yang mau. Kami juga berkoordinasi dengan kepolisian,” ujar Satuki.

Satuki Menampik

Mantan Plt. Kepala BPBD Jember Mat Satuki, menampik tudingan atas temuan Aktivis Jember  yang bernaung di bawah FK LSM Jember, tentang dugaan penyelewengan anggaran penanganan percepatan Covid-19, sebesar Rp 14,4 Milyar.

Kata Satuki, untuk pengelolaan anggaran menangani persoalan Covid-19 di Jember kala itu, sudah sesuai dengan aturan dan regulasi.

Di era Bupati Faida Pemkab Jember gagal memiliki Perda APBD 2020. Terkait sumber anggaran untuk penanganan Covid-19. Berasal dari proses refocusing anggaran, sesuai instruksi dari pemerintah pusat. Anggaran penanganan Covid-19 hasil refocusing dan realokasi anggaran pada Pemerintah Kabupaten Jember sebesar Rp.479,417 Milyar.

Terdiri dari anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) pada Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebesar Rp.401 Milyar dan anggaran kegiatan (Belanja Barang dan Belanja Modal) pada Dinas Kesehatan sebesar Rp78,417 Milyar.

Dikonfirmasi wartawan melalui ponselnya, Satuki mengaku bingung saat muncul dugaan adanya penyelewengan anggaran Rp 14 Miliar, saat penanganan Covid-19 kala itu.

“Itu dapat data dan informasi dari mana (para aktivis). Saya bingung membaca (Informasi berita), temuan darimana itu (dugaan Penyelewengan anggaran Rp 14 Miliar). Karena kalau BPK tidak ada temuan seperti itu, (Setahunya) indikasi kerugian negara tidak ada, tindakan korupsi tidak ada. Hanya belum disahkan karena melebihi tahun anggaran itu saja,” kata Satuki, Jumat (10/9/2021).

Satuki menjelaskan, kala itu dilakukan refocusing anggaran, karena ada aturan kedaruratan.

“Tugas kami meng SPJ kan ke BPK. Urusan disahkan atau tidak, itu bukan kewenangan kami. Kalau masalah (dugaan penyelewengan) Rp 14 Miliar darimana itu saya kurang paham. Saya tidak berani mengomentari,” katanya.

Dugaan adanya keterkaitan dengan Rp 107 Miliar yang anggarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“Itu saya baca tidak ada kaitannya dengan itu (Rp 14 Miliar),” ucapnya.

“Kalau soal honor, semua termasuk nakes, kegiatan di JSG, dan semua kegiatan. Memang banyak orang honornya. Tidak kemudian hanya satu atau dua orang, itu tidak,” sambungnya.

Terkait honor, peruntukannya tidak hanya di wilayah relawan ataupun petugas organik di lingkungan BPBD Jember.

“Banyak orang, dan kegiatan di lapangan, termasuk mengantarkan sembako (bagi warga terdampak Covid-19). Ya banyak (nilai) honornya. Silahkan tanya kepada yang komentar, bukan wilayah saya,” ucapnya.

Ditanya berapa nilai honor yang diterima, Satuki enggan menyampaikan.

“Soal honor yang diterima, saya tidak tahu yang sekarang. Hanya saya mendengar (jika) untuk honor pemakaman sekarang itu Rp 100 ribu per pemakaman. Kalau dulu Rp 150 ribu,” sambungnya.

Terkait besaran honor pemakaman bagi relawan dan petugas organik BPBD Jember yang lebih besar dibandingkan dengan sekarang.

“Dulu itu, kami cari orang (sebagai relawan) susah. Karena kan masih babat alas istilahnya. Sebetulnya itu bukan Kewenangan BPBD Jember, tapi wilayah Dinas Kesehatan. Karena capek, kami berinisiatif membentuk Tim Pemakaman, dan itu pertama di Indonesia. Honor yang diberikan hanya kepada yang bekerja, saya saja tidak dapat,” jelasnya. (*)