Jempolindo.id – Jember. Tiba – tiba dunia permusikan gaduh dan bising. Pasalnya, Rancangan Undang Undang Permusikan yang menimbulkan pro kontra di kalangan seniman, tak terkecuali komunitas seniman muda Jember turut menggelar aksi di depan Gedung DPRD Jember, menuntut Tolak RUU Permusikan. Selasa (11/1/19).

Usai aksi mereka diterima Komisi B DPRD Jember untuk menyampaikan aspirasinya agar diteruskan kepada DPRRI. Diskusi sepertinya berlangsung seru, meski Aktivis Jember Sudarsono menilai tak begitu menarik membahas hasil pertemuan antara komunitas itu bersama Komisi B DPRD Jember.
Sepertinya lebih asyik memotret obrolan di warung kopi mbak Tum. Obrolan yang lebih mencerminkan dunia kesenian. Jika berkesenian itu ditafsirkan sebagai ruang bebas berkreasi.


“Sampaikan saja kalau Anang itu Conang. Apa itu Conang, itu istilah khas Jember, sudah Anang tahu itu apa artinya,” kata Sudarsono saat ngobrol santai di warung kopi.
Conang itu semacam ejakulasi dini. RUU Permusikan jadi komoditas buat memuaskan birahi musiknya sendiri. Aapalagi sebenarnya sudah ada aturan hukum yang lebih dahulu mengatur, utamanya yang berkaitan dengan tindak pidana.
Karenanya, salah satu peserta aksi, Kustiono Musri lebih tertarik mencermati aksi pantomim yang turut mewarnai Aksi Tolak RUU Permusikan.
“Asyik itu pentomimnya, aku lebih mengapresiasi saat teman teman main pantomim. Pas banget saat menggambarkan ada sesuatu yang busuk, hemmmmmmmm bau ah …,” seloroh Kustiono.
Bukan soal substansi pasal per pasal, terlepas apa dasarnya memunculkan RUU Permusikan, tetapi Korlap Aksi Cholis, menilai nuansa RUU itu sebagai sebuah upaya memaksakan diri terhadap ruang bebas berkesenian.
Menurut Cholis sekurang kurangnya dalam RUU Permusikan ada 19 pasal bermasalah di dalamnya yakni pasal 4, 5, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50, 51.
“Hukumnya wajib kita tolak,” Tegasnya.
Obrolan warung Kopi Mbak Tum menjadi terlihat lebih serius, guyonannya sekental kopi pahit, membahas bunyi 19 pasal dalam RUU Permusikan yang dinilai bermasalah, antara lain :
Pasal 4
(1) Proses Kreasi dilakukan berdasarkan
kebebasan berekspresi, berinovasi,
dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai
agama, etika, moral,
kesusilaan, dan budaya bangsa.
(2) Proses Kreasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) melibatkan Pelaku
Musik.
(3) Pelaku Musik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdiri atas:
a. penulis lagu;
b. penyanyi;
c. penata musik; dan
d. produser.
Pasal 5
Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang
dilarang:
a. mendorong khalayak umum
melakukan kekerasan dan perjudian serta
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya;
b. memuat konten pornografi, kekerasan
seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan
antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai
nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan
melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing;
dan/atau
g. merendahkan harkat dan martabat manusia.
Pasal 7
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya
mengembangkan Musik Tradisional sebagai
bagian dari kekayaan budaya
bangsa.
(2) Pengembangan Musik Tradisional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. pelatihan dan pemberian beasiswa;
b. konsultasi, bimbingan, dan
pelindungan hak kekayaan intelektual;
dan/atau
c. pencatatan dan pendokumentasian Musik
Tradisional.
Pasal 10
(1) Distribusi terhadap karya Musik dilakukan
secara langsung atau tidak
langsung kepada masyarakat.
(2) Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh:
a. label rekaman atau penyedia jasa
distribusi untuk produk Musik
dalam bentuk fisik; atau
b. penyedia konten untuk produk Musik dalam
bentuk digital.
Pasal 11
Dalam distribusi dapat dilakukan kegiatan
promosi produk Musik melalui
media cetak, elektronik, dan digital.
Pasal 12
(1) Pelaku usaha yang melakukan Distribusi
wajib memiliki izin usaha sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Selain memiliki izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pelaku usaha
yang melakukan Distribusi wajib memperhatikan
etika ekonomi dan
bisnis.
Pasal 13
Pelaku usaha yang melakukan Distribusi wajib
menggunakan atau melengkapi
label berbahasa Indonesia pada kemasan produk
Musik yang didistribusikan
ke masyarakat.
Pasal 15
Masyarakat dapat memanfaatkan produk Musik
atau karya musik dalam
bentuk fisik, digital, atau pertunjukan.
Pasal 18
(1) Pertunjukan Musik melibatkan promotor
musik dan/atau penyelenggara
acara Musik yang memiliki lisensi dan izin
usaha pertunjukan Musik
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Promotor musik atau penyelenggara acara
Musik dalam
menyelenggarakan pertunjukan Musik paling sedikit
harus memenuhi
ketentuan:
a. izin acara pertunjukan;
b. waktu dan lokasi pertunjukan;
c. kontrak dengan pengisi acara/pihak yang
terlibat; dan
d. pajak pertunjukan.
Pasal 19
(1) Promotor musik atau penyelenggara acara
Musik yang menyelenggarakan
pertunjukan Musik yang menampilkan pelaku
musik dari luar negeri
wajib mengikutsertakan pelaku musik Indonesia
sebagai pendamping.
(2) Pelaku musik Indonesia sebagai pendamping
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipilih sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki.
Pasal 20
(1) Penyelenggaraan Musik harus didukung oleh
Pelaku Musik yang memiliki
kompetensi di bidang Musik.
(2) Dukungan Pelaku Musik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan
mewujudkan sumber daya manusia yang
profesional dan kompeten di
bidang Musik.
Pasal 21
Kompetensi di bidang Musik diperoleh melalui
jalur pendidikan atau secara
autodidak.
Pasal 31
(1) Kompetensi yang diperoleh secara
autodidak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 dilakukan dengan cara belajar
secara mandiri.
(2) Pelaku Musik yang memperoleh kompetensi
secara autodidak dapat
dihargai setara dengan hasil jalur pendidikan
formal setelah melalui uji
kesetaraan yang memenuhi standar nasional
pendidikan oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Pasal 32
(1) Untuk diakui sebagai profesi, Pelaku
Musik yang berasal dari jalur
pendidikan atau autodidak harus mengikuti uji
kompetensi.
(2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan
berdasarkan standar kompetensi profesi Pelaku
Musik yang didasarkan
pada pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman.
(3) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disusun dan
ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan
usulan dari organisasi
profesi.
Pasal 33
Uji kompetensi diselenggarakan oleh lembaga
sertifikasi profesi yang telah
mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
Pelaku usaha di bidang perhotelan, restauran,
atau tempat hiburan lainnya
wajib memainkan Musik Tradisional di tempat
usahanya.
Pasal 49
(1) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam
penyelenggaraan permusikan.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dalam bentuk:
a. pemberian apresiasi Musik;
b. pendokumentasian karya Musik untuk
mendukung sistem pendataan
dan pengarsipan permusikan;
c. pelestarian Musik Tradisional melalui
proses pembelajaran dan
pertunjukan;
d. pemberian resensi Musik dan kritik untuk
pengembangan Musik;
dan/atau
e. pelaporan terhadap pembajakan karya atau
produk Musik.
Pasal 50
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
Proses Kreasi yang mengandung
unsur:
a. mendorong khalayak umum melakukan
kekerasan dan perjudian serta
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya;
b. memuat konten pornografi, kekerasan
seksual, dan eksploitasi anak;
c. memprovokasi terjadinya pertentangan
antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai
nilai agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan
melawan hukum;
f. membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau
g. merendahkan harkat dan
martabat manusia,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana
dengan pidana penjara paling
lama … tahun atau pidana denda paling
banyak …
Pasal 51
(1) Pelaku Musik yang telah menghasilkan karya Musik sebelum UndangUndang ini berlaku diakui sebagai Pelaku Musik tersertifikasi
berdasarkan penilaian terhadap karya Musik yang telah dihasilkan.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga
sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
(3) Proses pengakuan sebagai Pelaku Musik tersertifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus telah selesai dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 5 (lima) tahun dan setelahnya berlaku ketentuan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Begitu seriusnya obrolan, sampai satu persatu para seniman muda harus pamitan pergi menjalankan kewajiban nya masing – masing. Lalu sepertinya RUU Permusikan hanya akan menjadi obrolan diruang impian masing – masing. (*)