Ratno : “Iuran BPJS Naik Mesti Dibarengi Solusi Perburuhan”

Loading

Jempolindo.id – Jember.Menyikapi kontroversi terkait kenaikan iuran BPJS hingga 100 persen yang rencananya akan diumumkan presiden RI Joko Widodo pada awal pekan September 2019, Sekretaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jember Ratno C Sembodo SH turut berpendapat bahwa jika dikaitkan dengan perburuhan, maka banyak persoalan perburuhan yang juga harus diselesaikan.

“Bicara soal buruh, memang tidak sesederhana sekedar isu menaikkan Iuran BPJS. Peserta wajib membayar iuran, sebaliknya BPJS juga mesti memenuhi tanggung jawabnya,” kata Ratno.

Seperti tertuang dalam UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), kata Ratno mandatnya adalah setiap warga negara wajib mengikuti 5 asuransi dasar, yakni : kesehatan, kecelakaan, kematian, hari tua dan pensiun. Meski penerapannya dilakukan secara bertahap dan bagi yang tidak mampu iurannya dibayar pemerintah.

“Lembaga penyelenggaranya terbagi 3, yaitu BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja dan Taspen, sesuai roadmap tahun 2029 harus lebur menjadi 1 lembaga saja,” katanya.

UU SJSN mengamanatkan, apabila peserta tidak dapat membayar iuran karena di PHK atau hal lain, maka penyelenggara (3 lembaga tersebut) wajib memenuhi kebutuhan hidup layak sampai peserta dapat membayar kembali iurannya.

Menurut mantan Aktivis Buruh itu, UU SJSN apabila dilaksanakan secara konsisten sangat bermanfaat untuk rakyat, dan merupakan praktek yang lumrah di negara – negara maju.

“Praktek di negara maju sekalipun, seluruh rakyatnya dibebani iuran dan mendapatkan manfaat secara layak,” jelas Ratno.

Manfaat yang didapat peserta, jika ada peserta yang mengalami PHK, maka di negara2 maju biasanya memberikan:

  1. Bahan makanan layak yang diberikan setiap minggu sekali;
  2. Ter-PHK tetap bekerja 8 jam sehari kepada negara di Balai Latihan Kerja untuk memperoleh kompetensi kerja;
  3. Negara menyediakan informasi lowongan kerja dan memaksa ter-PHK melamar kembali dan segera masuk ke dunia kerja.

” Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban negara akibat dari banyaknya pengangguran. Semakin lama menganggur, maka negara makin terbebani  keharusan memenuhi kebutuhan hidupnya, melatih dan membayar iurannya,” jelas Ratno.

Kalau UU SJSN ini dilaksanakan secara konsisten, gambarannya akan bermanfaat bagi peserta. Namun, menurut penilaian Ratno, kasus di Indonesia problemnya tidak sesederhana masalah menaikkan iuran BPJS Kesehatan, diantaranya :

  1. Jumlah pekerja formal hanya 30% sedangkan informal 70% (yang tidak memiliki upah rutin, sehingga tidak bisa membayar iuran rutin) dari total angkatan kerja (sekitar 120 juta org); artinya iuran dari 30% (kalau membayar semua) digunakan untuk membiayai 260 juta penduduk yang sakit, kecelakaan, kematian, phk
  2. Pelanggaran hukum masih sangat meluas :
  • Banyak perusahaan yang belum mengikutsertakan BPJS seluruh pekerjanya dan juga belum full paket (5 asuransi dasar)
  • Besaran iuran mengikuti besaran gaji, semakin besar gaji iuran semakin tinggi, banyak perusahaan yang belum melaporkan sesuai kondisi riil padahal banyak perusahaan yang menggaji ratusan juta bahkan milyaran per bulan bagi kelas eksekutif
  • Pengawas ketenagakerjaan dan aparat polri masih memandang masalah pelanggaran hukum di ketenagakerjaan bukan masalah urgent dan disepelekan
  • BPJS belum mewajibkan tetapi hanya menghimbau keikutsertaaan BPJS disetiap sosialisasi padahal mandatnya wajib

“Jadi jelas ada masalah krusial yang harus dituntaskan, daripada sekedar menaikkan iuran BPJS,” tegas Ratno.

Lebih lanjut Ratno berpendapat, konteks permasalahan defisit keuangan BPJS Kesehatan sebaiknya tidak hanya mengambil opsi menaikkan iuran saja, tetapi juga memperbaiki kondisi ketenagakerjaan seperti:

  1. Menyeimbangkan jumlah tenaga kerja formal – informal dengan mempermudah perizinan berusaha terutama bagi pengusaha start up (UMKM);
  2. Penegakan hukum terhadap pelanggaran ketenagakerjaan khususnya hak asuransi dasar yang diatur dalam UU SJSN;
  3. BPJS Ketenagakerjaan memperluas kepesertaan non pekerja (tenaga kerja yg belum pekerja, siswa, lansia dll) untuk memperluas coverage kepesertaan.(*)
Table of Contents