Pilkades Serentak Ricuh Tahun Ini Semoga Lebih Baik Tahun Depan

Loading

Jempolindo.id – Jember. Pemilihan Kepala Desa Serentak tahun 2019 di Kabupaten Jember, Nara Sumber dialog RRI bertajuk “Pilkades Gratis” berharap jadi bahan perbaikan bagi pelaksanaan Pilkades tahun depan. Selasa, (6/8/19).

Siaran langsung  yang dipandu Sanjoko, menghadirkan Dosen FISIP Universitas Jember Dr Abdul Haris, Tokoh Masyarakat Ignatius Sumarwiadi, Totok Sumianta SH dan Miftahul Rahman SE, mencoba kupas tuntas permasalahan pilkades serentak yang di selenggarakan 162 desa dari 226 desa  di Kab Jember.

Wartawan senior yang juga pakar hukum Totok Sumianta SH mencermati mahalnya biaya pilkades yang dibebankan pada calon kepala desa.

“bagaimana akan melahirkan pemimpin yang baik jika calon kades sudah dibebani biaya yang cukup besar,” kata Totok.

Dr Abdul Haris berpendapat kontestasi pilkades merupakan agenda politik, yang secara teoritis biasanya melibatkan partisipasi masyarakat desa untuk memilih pemimpin yang kompeten dan kapabel.

“Dalam pilkades yang  tidak bisa dihindari adalah kebijakan penganggaran. Tetapi harus dicari strategi agar bisa meminimalisir biaya yang harus ditanggung calon kades,” kata Haris.

Sementara Ignatius Sumarwiadi mengedepankan pentingnya menempatkan penanaman pemahaman atas pelaksanaan pilkades, yang menurutnya merupakan implemantasi dari demokrasi yang sesungguhnya.

Karenanya, kata Ignatius sepatutnya jika permasalahan yang mengemuka pada pilkades tahun 2019 menjadi pembelajaran bagi pilkades tahun 2020.

“Seharusnya perihal pelaksanaan pilkades bisa dirancang secara matang sebelum segala sesuatunya menjadi produk hukum,” tegas Ignatius.

Sementara Miftahul Rahman menjelaskan perihal semangat Undang Undang yang telah mengakomodir pelaksanaan pilkades gratis, sebagaimana tertuang dalam permedagri nomor 65  tahun 2017.

“Jelas disebut biaya pilkades dibebankan pada APBD, ” kata Miftah.

Konflik regulasi mencuat ketika persoalan biaya pilkades masih diterjemahkan ulang dalam peraturan bupati dan SK Bupati yang membuka keterlibatan pihak ke tiga. Sedangkan yang dimaksud pihak ketiga tidak jelas.

“Panitia pelaksana pilkades tingkat desa dengan mudah menterjemahkan pihak ketiga adalah calon kepala desa. Karena memang jauh kemungkinannya masyarakat menyumbang biaya pilkades,” katanya.

Saat siaran berlangsung, Ria Sukariadi berpendapat bahwa carut marutnya pilkades akan berdampak pada trust publik.

“Karenanya apa tidak sebaiknya pelaksanaan pilkades ditunda dulu sampai menunggu sampai sandaran hukumnya menjadi lebih jelas,” tanya Ria Sukariadi.

Menjawab pertanyaan Ria, nara sumber sepakat berpendapat adalah tidak elok menunda pilkades, sebab resiko konfliknya akan semakin tinggi.

“Cukuplah pilkades tahun ini menjadi masukan bagi perbaikan pilkades tahun mendatang,” pungkasnya. (*)

Table of Contents