jempolindo.id – Jember. Tulisan berjudul “Sandyakala Ning Majapahit Itu Jember” mendapat tanggapan serius dari Alumni Fakultas Sastra Universitas Jember , Rudiatul Mustaufiq, yang menilai Bupati Jember telah melakukan pembenaran atas Penghianatan Majapahit terhadap Rakyat Sadeng yang “Jember”.
“Nah saat bu bupati men personafikasi dirinya seperti tribuwana, bukankah menurut saya itu kurang tepat, walaupun itu hanya sebuah lakon. itu seolah membenarkan perlakuan majapahit pada rakyat sadeng. Karena disitu ada ‘pengingkaran’ janji majapahit terhadap rakyat sadeng yang kemudian berbuah perlawanan.
Ingat, tidak akan ada majapahit, jika tidak ada Arya Wiraraja (penguasa sumenep yg meliputi madura plus tapal kuda) yg memerintahkan kepada putra nya Ronggolawe dan adiknya Lembu Sora juga Nambi yg mengorganisir perjuangan pendirian majapahit. Dan Lembu Sora adalah representasi pemerintahan sadeng” Rudi menulis komentarnya dengan nada keras.
Memang harus diakui, bahwa ada pembelokan sejarah atas peristiwa Sadeng, yang dari Sisi Majapahit dianggap sebagai pemberontakan. Sementara dari sisi Rakyat Sadeng justru sebenarnya sebuah sikap kepahlawanan. Hampir sulit dicari literatur yang melakukan pembelaan terhadap rakyat Sadeng.
“Selalu saja pihak yg berkuasa menuliskan sebagai pemberontakan pada sebuah epik kepahlawanan,” sergah Rudi.
Menurut Rudi, Keta dan sadeng adalah epic kepahlawanan orang orang tapal kuda yang mayoritas suku Madura terhadap Majapahit.
Saat Pasukan Keta dan Sadeng terdesak seluruh rakyat keta dan sadeng turut bertempur dg peralatan perang seadanya.
“apakah akan ada pembelaan rakyat jikalau pemerintahan keta dan sadeng tidak benar benar di cintai oleh rakyatnya??. Dan Majapahit mengalami kerugian yg sangat besar pada pertempuran ini” katanya seraya bertanya.
Jika dari versi Pararaton disebutkan bahwa Ra Kembar melancangi perintah Arya Tadah yang mendahului Gajah Mada menyerang wilayah Sadeng.
Sementara Gajah Mada sedang melaksanakan perintah penaklukan wilayah Keta (sekarang sekitar Besuki)
Sikap gegabah Ra Kembar menghasilkan kekalahan. Prajurit Majapahit semakin menyusut.
Mendengar kabar prajurit Majapahit terjepit, Ratu Tribuana Tungga Dewi ambil alih Panglima Perang.
“Sadeng melakukan perang puputan, semua rakyatnya ikut berperang sampe hancur,” jelas Rudi.
Untuk menghadapi perlawanan Rakyat Sadeng, Tribuana harus berkolaborasi dengan pasukan Gajah Mada.
Fakta yang mesti diingat kata Rudi, wilayah Tapal Kuda tidak pernah sepenuhnya takluk di kaki majapahit. Coba telusuri, orang Madura lebih kenal kerajaan Sumenep dibanding Kerajaan Majapahit.
“Makanya Majapahit tidak bisa menguasai Blambangan sampai Majapahit bubar. Salah satunya mungkin karena tidak punya pangkalan untuk bisa menyerang Blambangan dengan kekuatan penuh,” pungkasnya. (#)