Pancasila Antara Bung Karno dan Empu Tantular

Loading

Jempolindo.id – “Di dalam Indonesia merdeka itulah kita memerdekaan rakyat. Di dalam Indonesia merdeka itulah kita memerdekaan hatinya bangsa kita!” ujar Bung Karno.

Kutipan pidato Bung Karno sebagai pencetus gagasan  Pancasila itu mengingatkan hakekat kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah bangsa besar yang majemuk dan telah mengalami penderitaan selama ratusan tahun.

Bung Karno mengusulkan gagasan lima sila :

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
  3. Permusyawaratan Perwakikan atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Prinsip Ketuhanan

Lalu Bung Karno menyebut lima sila itu yang  jika diperas menjadi tiga sila (tri sila), jika diperas lagi menjadi satu sila (eka sila) yakni Gotong Royong.

Pidato Bung Karno yang monumental itu disampaikan dihadapan BPUPKI  pada tanggal 1 Juni tahun 1945. Pidato ini pada awalnya disampaikan Bung Karno secara  aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan “Lahirnya Pancasila” oleh mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPKI.

Bung Karno mengktitik BPUPKI yang dianggapnya njlimet  dalam menyusun pondasi dasar berbangsa dan bernegara. Bung Karno menganggap BPUPKI terlalu bertele – tele dalam membahas permasalahan mendasar berbangsa, sehingga bisa jadi tidak sampai pada akar permasalahannya.

Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI.

Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Ir. Soekarno itu berisi “Lahirnya Pancasila”.

”Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh “Lahirnya Pancasila” ini, akan ternyata bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang menjadi dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie Negara kita; suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno, dan yang telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada dibawah penilikan yang keras dari Pemerintah Balatentara Jepang. Memang jiwa yang berhasrat merdeka, tak mungkin dikekang-kekang! Selama Fascisme Jepang berkuasa dinegeri kita, Demokratisch Idee tersebut tak pernah dilepaskan oleh Bung Karno, selalu dipegangnya teguh-teguh dan senantiasa dicarikannya jalan untuk mewujudkannya. Mudah-mudahan ”Lahirnya Pancasila” ini dapat dijadikan pedoman oleh nusa dan bangsa kita seluruhnya dalam usaha memperjuangkan dan menyempurnakan Kemerdekaan Negara.”

Berpijak dari catatan sejarah itulah, tanggal 1 Juni resmi ditetapkan jadi Hari Lahir Pancasila lewat Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi menyampaikan keputusan ini melalui pidato pada peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945, di Gedung Merdeka, Bandung pada 1 Juni 2016. Tanggal 1 Juni juga ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Gagasan Pancasila terus diperkenalkan Bung Karno hingga ke kancah Internasional. Bung Karno dengan bangganya menyampaikan idea Pancasila  saat mendapat kesempatan berpidato di depan Kongres Amerika Serikat dalam kunjungannya ke negara itu pada 17 Mei 1956.

“Saat deklarasi kemerdekaan kami pada Agustus 1945, kami melampirkan dalam pembukaan konstitusi kami, Pancasila

Panca berarti lima, sila berarti prinsip. Pancasila adalah lima prinsip panduan dalam kehidupan berbangsa kami

Mungkin Anda sudah tahu apa itu Pancasila. Ini merupakan lima prinsip bagi bangsa kami.”

Yaitu, pertama, percaya kepada Tuhan. Kedua, nasionalisme. Ketiga, kemanusiaan. Keempat, demokrasi. Kelima, keadilan sosial.”

Pancasila Krama Gagasan Nilai  mPu Tantular

Lantas apakah ujug – ujug begitu saja Pancasila melintas dalam pikiran Bung Karno ?. Jika ditelusuri ke belakang, gagasan Pancasila sudah  direnungkan Bung Karno sejak tahun 1936, atau bahkan mungkin sudah berpuluh tahun sebelumnya. 

Sebuah gagasan tentang ke Indonesiaan yang  diinspirasi Kitab Sotasoma karya Empu Tantular.

Buku Negara Kertagama dan Buku Sotasoma, antara lain : 

    Dilarang Melakukan Kekerasan.

    Dilarang Mencuri.

    Dilarang Berjiwa Dengki.

    Dilarang Berbohong.

    Dilarang Mabuk/Minum minuman keras.           

Mengutip guruppkn.com Motto atau semboyan Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” tidaklah tanpa sebab diambil dari kitab kakawin ini. Setengah bait dari kitab ini telah menyatukan nusantara.

Kakawin ini mengenai sebuah cerita epis dengan pangeran Sutasoma sebagai protagonisnya.

Amanat kitab ini mengajarkan toleransi antar agama, terutama antar agama Hindu-Siwa dan Buddha. Kakawin ini digubah oleh Empu Tantular pada abad ke-14.

Tidak hanya lima larangan dasar yang disebut sebagai pancasila krama dalam buku Sutasoma. Mpu Tantular dalam bukunya juga menuliskan dasar-dasar bernegara yang disebut sebagai pancasila krama. Dasar tersebut diambil dari pandangan hidup masyarakat Majapahit pada zamannya dan dianggap akan berlaku sepanjang zaman secara fleksibel. Pancasila karma tersebut, yaitu :

1. Berpegang Teguh Pada Tuhan Yang Maha Esa

Aturan ini sama persis dengan sila pertama Pancasila sekarang, hanya berbeda kalimatnya. Artinya sama. Masyarakat harus berpegang teguh terhadap Tuhan Yang Maha Esa jika ingin mengalami kemajuan. Semua harus berdasarkan aturan Tuhan.

Aplikasinya dalam negara Indonesia sekarang adalah Indonesia adalah negara beragama. Masyarakat Indonesia tidak mengenal tidak adanya Tuhan atau paham Atheis. Semua di dunia ini ada yang menciptakan dan ada yang mengatur. Dengan berpegang pada Ketuhanan seharusnya individu merasa bahwa Tuhan selalu mengawasi sehingga tidak berani untuk melanggar aturan dan norma yang ada. Harmoni kehidupan akan tercipta dengan berpegang kepada nilai Ketuhanan.

2. Mempunyai Sikap Berperikemanusiaan

Pancasila krama kedua sama dengan sila kedua Pancasila saat ini, kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan berpegang teguh pada nilai ketuhanan, maka sikap manusia terhadap manusia lain akan baik. Sikap manusia terhadap makhluk hidup lain akan baik. Sikap manusia terhadap alamnya juga akan baik. Sikap ini melahirkan sikap cinta lingkungan dan melestarikannya, sikap saling menolong terhadap sesama manusia, sikap saling menghargai dan menghormati, dan lain-lain.

3. Bersatu

Sikap bersatu sesuai dengan sila ketiga Persatuan Indonesia. Dengan bersatu dan tetap meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa, segala tujuan pembangunan nasional dapat dicapai dengan lancar. Bersatu berarti juga tidak membeda-bedakan berbagai keragaman yang ada di Indonesia dan sudah ada sejak zaman Majapahit. keragaman budaya, keragaman suku, keragaman agama, dan keragaman ras. Semua tujuannya sama, sesuai yang tercantum pada pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945, yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur. Persatuan merupakan salah satu upaya menjaga keutuhan NKRI yang wilayahnya sudah jelas dan resmi secara hukum.

4. Bijaksana dalam Permusyawaratan Perwakilan

Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Ini mencerminkan negara Indonesia yang menganut paham demokrasi, sudah tertanam sejak dahulu, Sejak dahulu Raja selalu memperhatikan rakyat, Apalagi seharusnya saat ini. Seorang pemimpin seharusnya adalah seorang yang bijak, pengemban amanat rakyat. Karena pemimpin berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Salah satu ciri khas dari permusyawaratan di Indonesia sejak zaman dahulu adalah musyawarah untuk mufakat dan gotong royong dalam mengerjakan sesuatu.

5. Adil Terhadap Semua Golongan Manusia

Didefinisikan dalam sila kelima Pancasila saat ini menjadi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebuah keadilan tanpa memandang semua perbedaan. Semua warga negara dalam masyarakat sama kedudukannya dalam hak dan kewajiban. Sama kedudukan dalam hukum. Sama hak dan kewajibannya dalam pendidikan, dan sebagainya.  Sesuai tujuan pembangunan nasional yang ingin dicapai, masyarakat adil dan makmur.

Demikian pancasila krama yang dituliskan dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular. Membuktikan bahwa Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman nenek moyang. Jauh sebelum penjajah masuk ke negeri ini. Dan sesuai ciri ideologi terbuka, Pancasila berasal dari masyarakat dan bukan berasal dari pikiran para pemimpin negeri yang menguntungkan segolongan saja.

Semoga artikel ini membantu dalam memahami pelajaran tentang pancasila krama. Sekian itu meningkatkan pemahaman tentang Pancasila sebagai ideologi dan sebagai dasar negara. Menambah kecintaan kita terhadap Bangsa dan Tanah Air Indonesia. (*)

Table of Contents