Masukan Buat Pansus Hak Angket DPRD Jember : “Patut Diduga Terjadi Suap Gaya Baru Di Pemkab Jember”

Loading

Jember _ Jempol. Tulisan dibawah disusun oleh Wartawan Senior Jember  Suhemi sebagai bahan masukan bagi Pansus Hak Angket DPRD Jember. Jempol menerbitkan atas ijin penulis.

Suap Gaya Baru”, Itulah frasa yang dipilih oleh redaktur koran Radar Jember; menggambarkan dugaan ANOMALI BIROKRASI di Pemkab Jember. ANOMALI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH.
Struktur anggaran program, kegiatan yang disusun oleh birokrasi Pemkab Jember, membuka peluang terjadinya berbagai honor fiktif yang diberikan kepada pejabat, personal ASN yang bukan pelaksana
kegiatan.

Kebijakan anggaran kegiatan seperti ini berlangsung secara
terstruktur, sistematis, dan masif pada semua OPD Pemkab Jember.

Terstruktur mulai pejabat paling tinggi (bupati) sampai aparat paling
bawah (staf PNS/non PNS) yang semuanya dimasukkan sebagai
PANITIA atau TIM PELAKSANA KEGIATAN. Kebijakan model anggaran ini diatur dan ditetapkan dengan KEPUTUSAN BUPATI JEMBER, paling singkat telah dilakukan sejak tahun anggaran 2017.

Tentang keputusan Bupati Jember tersebut, menurut Pasal 63 PP
No.58/2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Pasal 57
& Pasal 58 PP No.12/2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai tambahan penghasilan kepada Pegawai ASN, berupa honor tidak tetap yang digunakan terkait dengan operasional kegiatan harus mendapatkan persetujuan menteri.

Paling tidak dari fenomena suap gaya baru menjadi trending topic sejak adanya rilis berita-berita itu ke publik, sebagai berikut:

  1. Koran Jawa Pos Radar Jember pada tanggal 8 Februari 2018
    menulis berita berjudul ” Nama Siluman Masuk Tim Pemerhati”
  2. Media online Merdeka.com pada hari Sabtu tanggal 4 Januari 2020 merilis berita berjudul “Tanggapan Kajari dan Kapolres Jember Soal Namanya Tertulis Di SK Bupati”

Kedua fenomena tersebut patut dikonfirmasi Pansus Angket DPRD bersama-sama KAPOLRES JEMBER; apakah keduanya sudah sesuai dengan ketentuan PP No.58/2005 dan PP No.12/2019 seperti tersebut diatas.

Apabila menyimpang; sesuai Pasal 78 ayat (2) huruf f dan Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah BUPATI TELAH MELAKUKAN TINDAKAN
TERCELA DENGAN SANKSI DIBERHENTIKAN DARI JABATAN SEBAGAI KEPALA DAERAH”

Sumber : Klipping SuhemiSebagaimana dirilis Merdeka.com, Dua pimpinan lembaga penegak hukum di Jember angkat bicara perihal beredarnya Surat Keputusan (SK) Bupati Jember

No.188 Tahun 2019 tentang pembentukan Tim Pendukung Kegiatan Rehabilitasi Kantor Kecamatan di Jember Tahun Anggaran 2019, yang disebut mencatut nama mereka.

Sumber : Klipping Suhemi

“Saya kaget saja kalau ada nama saya dalam SK itu. Karena saya tidak
merasa ikut dalam kegiatan tersebut. Kalaupun ada, seharusnya ada
pemberitahuan terlebih dulu. Koordinasi dan evaluasi,” ujar Kapolres Jember AKBP Alfian Nurrizal saat dikonfirmasi, Sabtu (4/1).

Selain berisi jajaran Pemkab Jember, tim yang bertugas mengawasi rehab seluruh kantor kecamatan di Jember itu juga berisi jajaran Forkopimda. Yakni Kodim 0824 Jember, Polres Jember dan Kejaksaan Negeri Jember.

Duduk sebagai pengarah adalah Bupati, Dandim, Kapolres dan Kajari Jember. Adapun anggota tim adalah Kasi Pidana Khusus Kejari Jember; Kasi Intel Kejari Jember, Kasat Intel Polres Jember; Kasat Reskrim dan Kanit Tipikor Polres Jember.

Yang menarik, nama-nama yang tercantum dalam SK tersebut akan mendapat honorarium dari Pemkab. Selaku pengarah, Kapolres dan Kajari akan mendapat duit Rp 4 juta. Kemudian pejabat-pejabat di bawahnya mendapat honor Rp 500 ribu. Honorarium diberikan selama 4 bulan.

Uniknya, SK itu berlaku surut. Yakni diterbitkan pada 4 Desember 2019, namun masa kerja tim mulai 3 Januari. Tanggal penerbitan SK itu juga menjadi sorotan, karena sehari sebelumnya, yakni 3 Desember 2019, Rehab kantor Kecamatan Jenggawah ambrol saat pengerjaan
hampir rampung.

Proyek fisik yang menelan dana Rp 2,049 miliar itu kini sedang ditangani secara sinergis antara Kejari Jember dan Polres
Jember. Satu orang tersangka kini sedang dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Sikap Kapolres
Meski tidak tahu-menahu, namun Kapolres Jember enggan memperpanjang masalah SK tersebut. Dia juga tidak melaporkan perihal itu ke pimpinan di Polda Jatim.

“Saya tidak lapor ke pimpinan, karena
hanya masalah yang cukup diselesaikan di sini saja. Kami (Forkopimda) di sini sangat solid,” ujar Alfian.

Forkopimda atau Forum Komunikasi
Pimpinan Daerah adalah forum yang berisi pimpinan dari beberapa unsur yakni kepala daerah, kapolres, kepala kejaksaan negeri, komandan Kodim, Ketua DPRD dan Kepala Pengadilan Negeri.

“Cuma nanti saya akan tanyakan soal SK yang keluar, karena ini kan berlaku surut,” tambah Alfian.

Lebih lanjut, Alfian meminta masalah ini tidak dibesar-besarkan.

“Teman-teman media harus bijak juga dalam memberitakan. Kami tidak ingin dibenturkan (dengan sesama unsur Forkopimda), karena kita sama-sama menjaga kondusivitas wilayah Jember ini,” pungkas Alfian.

Sikap Kajari Jember
Bantahan serupa juga disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jember, Prima Idwan Mariza.

“Dalam hal pelaksanaan SK itu, kita tidak pernah rapat, tahu-tahu diundang (masuk dalam SK) itu,” ujar Prima.

Atas hal tersebut, Kejari Jember juga sudah melaporkan hal ini ke pimpinan di Kejati dan Kejagung.

“Yang penting kita sudah beri jawaban, bahwa itu tidak ada. Kita harus bijak menyikapinya, jangan sampai timbul gejolak. Jadi kita tidak perlu berpolemik,” tutur Prima.

Sebelumnya, Kasi Intel yang juga berposisi sebagai juru bicara Kejari Jember, Agus Budiarto menyebut, SK tersebut janggal. Selain karena berlaku surut, juga sepihak dan diterbitkan sehari setelah peristiwa di
Jenggawah.

“Kami pastikan tidak terkait dengan TP4D (Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah). Kami tahunya justru dari media sosial. Bahasanya dicatut lah,” ujar Agus. (*)

Table of Contents