Jember, Jempolindo.id – Kritik terhadap kepengurusan PC PMII Jember terus bergulir. Sebagai wujud reaksi gaya aktivis, terhadap kepemimpinan internal organisasi ekstra kampus.
Kali ini, kembali Redaksi menerima opini Abdullah Qimnastyar, Demisioner Kabid Kaderisasi Rayon Refugia UIJ, pada Sabtu (17/05/2025).
Opini ini, diunggah sesuai dengan aslinya, dengan sedikit editing. Seluruh isi kontennya sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
Baca juga: Kader PMII UIJ Protes Pelaksanaan PKL PMII Cabang Jember
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) hadir sebagai organisasi kaderisasi yang memiliki visi besar, membentuk pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti luhur, berilmu, cakap, serta bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya.
Tak hanya itu, PMII juga menegaskan komitmennya dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan bangsa. Visi ini sejatinya menjadi ruh dan arah gerak seluruh kader serta pengurus di semua tingkatan organisasi.
Sebagai organisasi kaderisasi dan gerakan intelektual, PMII senantiasa menjadi ruang dialektika yang menawarkan nilai-nilai egalitarian dalam transformasi ilmu pengetahuan.
Dengan menjadikan Ahlussunnah wal Jamaah (ASWAJA) sebagai paradigma berpikir (manhaj al-fikr) dan bertindak (manhaj al-harakah), PMII telah menegaskan bahwa geraknya adalah gerak ideologis yang bertumpu pada tradisi keilmuan, spiritualitas, serta keberpihakan terhadap rakyat.
Secara struktural, seluruh elemen organisasi dari tingkat Pengurus Besar (PB), Pengurus Koordinator Cabang (PKC), Pengurus Cabang (PC), hingga Komisariat dan Rayon memikul tanggung jawab besar dalam menjalankan kerja-kerja kaderisasi dan gerakan.
Ini adalah keniscayaan, jika PMII masih ingin relevan sebagai organisasi penggerak perubahan dan pencerdas kehidupan bangsa.
Degradasi Kapabilitas PC PMII Jember
Namun idealitas itu nampaknya menjauh dari realitas yang ada di tubuh PC PMII Jember hari ini, khususnya di bawah kepemimpinan Sahabat Fikron Mustofa.
Sebagai struktur tertinggi organisasi di wilayah Kabupaten Jember, semestinya PC menjadi simpul penguat bagi seluruh kelembagaan di tingkat komisariat dan rayon.
Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya—PC PMII Jember mengalami kemunduran drastis, khususnya dalam aspek kaderisasi.
Padahal, dengan jumlah kelembagaan komisariat dan rayon yang melimpah di wilayah Jember, Cabang seharusnya mampu memaksimalkan potensi itu dengan pengawalan yang serius, konsisten, dan berkelanjutan.
Ironisnya, kerja-kerja kaderisasi yang merupakan jantung organisasi justru dipinggirkan.
PC PMII Jember selama ini hanya menonjol dalam pengawalan isu-isu sosial dan gerakan, namun abai terhadap problem struktural internal yang menggerogoti akar kelembagaan.
Dalam banyak kasus, eksistensi PC Jember tampak kosong ketika komisariat dan rayon menghadapi persoalan serius, mulai dari konflik internal, stagnasi kaderisasi. Hingga disorientasi arah gerakan.
Ketidakhadiran ini tidak hanya mencederai mandat struktural, tetapi juga melemahkan kepercayaan kader di tingkat bawah terhadap kepemimpinan Cabang.
Misi Kaderisasi yang Gagal Diwujudkan
Pada momentum Konferensi Cabang, Sahabat Fikron Mustofa mengusung misi besar bertajuk “Aktualisasi Kaderisasi yang Bersifat Pemberdayaan serta Continuitas”.
Secara retoris, misi tersebut memberi harapan besar bagi arah baru kaderisasi di PC PMII Jember.
Namun dalam implementasinya, misi tersebut ternyata hanya menjadi slogan kosong yang kehilangan substansi.
Alih-alih menguatkan sistem kaderisasi secara menyeluruh, PC PMII Jember justru memperlihatkan pembiaran terhadap konflik-konflik kaderisasi yang terjadi di tingkat komisariat dan rayon.
Tidak sedikit lembaga yang awalnya telah berstatus definitif, kini justru mengalami degradasi menjadi lembaga persiapan kembali—sebuah kemunduran struktural yang sangat mengkhawatirkan.
Fenomena ini menjadi bukti nyata bahwa pengurus cabang gagal dalam menjaga marwah kelembagaan dan merawat kesinambungan kaderisasi secara serius.
Ketidaktertiban Administratif dan Politisasi Kaderisasi
Selain aspek kaderisasi, problem lain yang mencuat adalah inkonsistensi dalam tata kelola administrasi organisasi.
Baru-baru ini, PC PMII Jember telah merilis draft hasil Musyawarah Pimpinan Cabang (MUSPIMCAB) bertepatan dengan Opening Ceremony Pelatihan Kader Lanjut (PKL) ke-45.
Namun sayangnya, draft tersebut menunjukkan ketidakseriusan dan kelemahan dalam proses penyusunan.
Misalnya, pada Bab Strategi Pengembangan Kaderisasi, PC PMII Jember menyebut memiliki 9 komisariat definitif dan 1 komisariat persiapan.
Padahal secara faktual, terdapat 10 komisariat definitif dan 1 persiapan.
Lebih fatal lagi, Komisariat Universitas Islam Jember (UIJ)—yang menaungi lima rayon definitif dan satu rayon persiapan—tidak disebutkan sama sekali dalam dokumen tersebut.
Apakah ini bentuk penghapusan disengaja atau murni kelalaian, ini adalah blunder administratif yang tidak dapat diterima dalam organisasi sebesar PMII.
Lebih dari itu, dalam pelaksanaan PKL, PC Jember justru melakukan penolakan terhadap kader dari Komisariat UIJ yang hendak mengikuti pelatihan formal kaderisasi.
Penolakan itu didasarkan pada dalih “tertib administrasi”, namun ironisnya, ditemukan pula peserta lain yang dinyatakan lolos meski dokumen administrasinya identik dengan peserta yang ditolak.
Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa ada politisasi di balik proses seleksi peserta PKL.
Kebijakan diskriminatif semacam ini sangat disayangkan, terlebih jika mengingat bahwa Komisariat UIJ sejak awal berdirinya selalu menjadi kontributor aktif dalam menyukseskan berbagai agenda PC PMII Jember.
Tindakan-tindakan yang tidak adil ini hanya akan memperuncing polarisasi internal dan merusak iklim kaderisasi yang sehat.
Saatnya PC PMII Jember Melakukan Evaluasi Total
Tulisan ini bukanlah sebentuk kebencian, melainkan bentuk cinta dan tanggung jawab moral terhadap masa depan PMII Jember.
Sebab, organisasi sebesar PMII tidak boleh dijalankan secara serampangan, apalagi dengan pendekatan yang jauh dari nilai-nilai kolektif dan prinsip keadilan struktural.
Ketika PC sebagai struktur tertinggi di wilayah justru gagal menjadi pengayom, maka bukan hanya arah kaderisasi yang tersesat, tetapi juga idealisme organisasi akan musnah sedikit demi sedikit.
Sudah saatnya PC PMII Jember melakukan evaluasi total terhadap seluruh kerja-kerja kelembagaan.
Segala bentuk inkonsistensi, kelalaian administratif, serta pendekatan elitis dan politis dalam mengelola kaderisasi harus segera dihentikan.
Sebab jika tidak, maka bukan tidak mungkin—ke depan—PMII Jember hanya akan menjadi organisasi formal tanpa substansi, kehilangan ruh kaderisasi, dan kehilangan kepercayaan dari kadernya sendiri.
Organisasi ini dibangun dengan semangat kolektif, dan hanya bisa diselamatkan oleh keberanian moral untuk melakukan perubahan. Dan perubahan itu, harus dimulai dari hari ini. (*)
(*) Penulis : Abdullah Qimnastyar, Demisioner Kabid Kaderisasi Rayon Refugia UIJ