Gus Hans Kagumi Said Aqiel

Gus Hans
Keterangan Foto : pengasuh Ponpes Darul Ulum Jombang, Jawa Timur  Zahrul Azhar Asumta

Loading

Jempolindo.id – Surabaya –  Gus Hans, sapaan akrab  pengasuh Ponpes Darul Ulum Jombang, Jawa Timur  Zahrul Azhar Asumta mengagumi KH Said Aqiel Siradj, yang dinilainya merupakan sosok  Ketua Umum PB NU saat ini, yang menurutnya ada sesuatu keistimewaan yang dimilik  KH Said Agil, yakni kealiman yang allamah dan penguasaan akan ilmu sejarah dan hukum hukum Islam.

“Beliau sosok yang sangat sangat mumpuni, maka sangat tepat jika Ahwa memutuskan beliau menjadi Rois Aam. Menurut saya dari segala apa yang dimilik oleh beliau terlalu kecil jabatan Ketua Umum bagi beliau”, tegasnya.

Gus Hans tidak melihat adanya perpecahan di dalam Tubuh NU. Yang ada hanyalah dinamika kecil yang jamak terjadi menjelang muktamar, dan ini menunjukan bahwa NU adalah organisasi yang hidup dan SEXY.

“Semua pihak pasti mengaku dirinya paling progresif karena memang yang dibutuhkan NU sekarang ini memang progresivitas seiring cepatnya perkembangan zaman. Saya kira yang ada adalah sebatas pada ketidak-siapan beberapa orang yang sekarang menikmati “zona nyaman” saja”, urainya.

Menurut Gus Hans, PB NU dibawah kepemimpinan KH Said Agil sudah on the track walau dengan sedikit akrobatik yang terkadang belum bisa diikuti oleh para jamaah yang ada dibawah. Tapi bisa jadi menurutnya ini adalah cara KH Said Agil untuk mengajak seluruh lapisan jamiyah agar lebih dewasa untuk bersikap dalam berpolitik dan berbangsa.

“Situasi masih dinamis ya , dan memang beberapa nama calon sudah mulai bermunculan dan yang paling dominan adalah Gus Yahya dengan segala kiprah dan track record internasional-nya. Bagi saya KH Said Agil memiliki makom yang pas yang sangat layak jika Ahwa menunjuk beliau sebagai Rois Aam”, pungkasnya.

Menurut Gus Hans, menjelang Muktamar NU, kiranya tidak akan sulit mencari sosok yang pantas untuk memimpin NU , karena NU itu gudang nya orang-orang pintar dengan berbagai keilmuan yang dimiliki dan setiap zaman memilki tantangan serta warna yang berbeda beda

Pria yang akrab disapa dengan panggilan Gus Hans ini menyatakan bahwa tantangan 10 tahun atau 50 tahun atau bahkan 5 tahun yang lalu dan begitu pula 4 tahun kedepan sudah berbeda beda tantangannya

“Maka siapapun yang memimpin NU selain harus memilki nilai kepantasan secara keilmuan juga mereka yang bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman di era global” kata Gus Hans

Menurutnya, NU saat ini membutuhkan sosok yang bisa memberikan keyakinan kepada publik bahwa NU adalah organisasi yang berwawasan internasional dengan landasan kebangsaan tak tergoyahkan (selain masalah keagamaan dan jamiyah sebagai domain utamanya).

“Kita sudah harus melangkah jauh kedepan mempromosikan konsep Islam rahmatan lilalamin ala nusantara sebagai gerakan revolusi budaya, moderasi beragama yang bisa diterima oleh masyarakat internasional”, katanya.

Wakil Rektor UNIPDU Jombang ini memberikan ilustrasi, kalau Korea Selatan saja bisa berekspansi dalam melakukan penetrasi budayanya melalu budaya K-POP, kenapa kita tidak melakukan hal yang sama dalam mengenalkan konsep moderasi beragama ala nusantara . Maka dalam hal Ini NU membutuhkan nahkoda yang sudah terbiasa melakukan kegiatan kegiatan intelektual dan networkung beserkala internasional.

“Saya mengusulkan adanya posisi Ketum (ketua Umum) dan Waketum (Wakil Ketua Umum) yang memiliki tugas yang berbeda. Ketum fokus pada hal hal kebangsaan dan issue issue internasional sedangkan Waketum fokus pada pembinaan jamiyah dan keorganisasian”, tambahnya.

Gus Hans menegaskan bahwa regenerasi dalam organisasi adalah suatu keniscayaan jika tidak ingin ditelan oleh zaman.,Termasuk juga di NU beserta banom banom nya (Badan Otonom – red).

“Kegagalan yang tak dirasakan oleh pemimpin yang gagal adalah ketika ia gagal mencari siapa penggantinya, karena seakan tidak ada yang mampu menggantikannya. Situasi ini bisa terjadi karena sengaja dikondisikan oleh diri sendiri atau sengaja dibentuk oleh orang sekitarnya yang takut kehilangan posisinya. Dua- duanya tidak bagus untuk organisasi yang sehat”, jelasnya. (Wildan)

Table of Contents