Jempolindo.id – Jember. Hiruk pikuk tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Di Kabupaten Jember yang rencananya serentak dilaksanakan pada bulan september 2019, anggarannya cukup membuat heboh publik.
Beragam respon saat Jempol menulis fenomena anggaran pilkades, ada yang memandang sebuah keniscayaan bagi calon kades, ada yang menilainya sebagai pemborosan yang akan berdampak negatif dibelakang hari.
Hasil pantauan Jempol, yang dihimpun dari berbagai sumber rata rata rasio biaya pilkades berkisar antara Rp 20.000 – 30.000 per jiwa.
Jika jumlah penduduknya atau daftar pemilih tetapnya 10.000 jiwa, maka kisaran anggaran pilkades antara Rp 200 hingga 300 juta.
Anggaran itu kemudian dibebankan kepada para calon kades, setelah dikurangi alokasi APBDes. Misalnya, di desa Bangsalsari Kecamatan Bangsalsari, jumlah DPT 11.257, Total Anggaran Rp 180.350.000, alokasi APBDes Rp 80.350.000, sisa Rp 100.000.000 dibagi dua calon.
Jika ditambah alokasi APBD sebesar Rp 75.000.000, maka total biaya pilkades di Desa Bangsalsari sebesar Rp 255.350.000.
Konflik Regulasi
Regulasi tentang pelaksanaan Pilkades seperti yang disoroti Aliansi Advokat Jember Anasrul SH CIP, terdapat pertentangan antara Permendagri 65 Tahun 2017, perbup 41 tahun 2019 dan tata tertib pelaksanaan pilkades.
Permendagri 65 tahun 2107 menyebut anggaran pilkades dialokasikan dari APBD, sementara dalam perbup dibuka peluang sumbangan pihak ketiga.
Panitia Pilkades Tingkat Desa secara merata menterjemahkan sumbangan pihak ketiga adalah calon kades, karena tidak mungkin warga desa menyumbang biaya pelaksanaan pilkades.
Tafsir terhadap regulasi memunculkan sebagian cakades yang menolak membayar sumbangan, seperti yang terjadi di Kecamatan Kencong, salah satu cakades menolak memberikan sumbangan, sehingga Cakades Incumben yang membayar keseluruhan kewajiban itu sejumlah 248 juta.
BESARNYA BIAYA PEMENANGAN
Calon kades disamping dibebani sumbangan biaya penyelenggaraan, masih harus mengeluarkan sejumlah biaya yang angkanya bisa sangat fantastis.
Cakades mau tidak mau harus mengeluarkan ongkos publikasi, merawat pemilih dan bahkan serangan fajar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Jempol, H min dua bulan, didapati cakades yang sudah mengeluarkan biaya sebesar lebih 1 milyar. Diperkirakan cakades masih harus mengeluarkan sejumlah anggaran hingga mencapai 2 milyar.
BERAPA PENDAPATAN KADES ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, dapat berpedoman pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“PP 43/2014”)sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (“PP 47/2015”).
Sederhananya, penghasilan kepala desa rata – rata antara 3 s/d 4 juta perbulan, atau sekitar 36 juta s/d 48 juta per tahun. Maka dalam satu periode jabatan kades selama 6 tahun, penghasilan tetap (siltap) kepala desa hanya sekitar 200 juta hingga 300 juta.
Jika biaya pemenangan mencapai 500 juta saja, maka siltap masih belum mencukupi untuk menutupi kekurangannya.
POTENSI KORUPSI
Dampak dari mahalnya biaya politik pilkades membuka keberanian Kades Terpilih untuk melakukan “politik dagang sapi”.
Upaya untuk mengembalikan ongkos pemenangan itu bukan tidak mungkin ahirnya akan membuat kades definitif melakukan korupsi, baik terang terangan maupun terselubung.
BURUKNYA KUALITAS PEMBANGUNAN
Fenomena yang kasat mata, biasanya kades definitif akan menyewakan Tanah Kas Desa (TKD) dengan tidak prosedural.
Selain itu, Alokasi DD dan ADD juga tak menutup kemungkinan akan mudah diselewengkan. Sehingga berdampak buruk pada kualitas pembangunan desa.
BURUKNYA PELAYANAN PUBLIK
Lebih lanjut, dampak dari mahalnya biaya pilkades, berpengaruh positip terhadap buruknya pelayanan kebutuhan masyarakat desa. Misalnya, layanan KTP, KK, sertifikat tanah yang dikenakan biaya pengurusan mahal.
SOLUSI KEDEPAN
Sudah saatnya harus dipikirkan agar pelaksanaan penyelenggaraan pilkades konsisten pada peraturan yang telah ditetapkan, dengan membebankan seluruh biaya dalam APBD, sehingga pilkades menjadi gratis.
Disamping itu perlu diterbitkan aturan yang tegas dan mengikat atas sangsi money politik yang jelas.
Berikut, upaya mencegah maraknya perjudian yang acapkali menjadi biang keladi dari maraknya jual beli suara. (*)