Jempolindo.id – Jember. Saat didapuk sebagai nara sumber pada acara Diskusi Publik yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Jember dan Universitas Jember, bertajuk “Membangun Jember Perlu Politik Anggaran Yang Tepat”, Selasa (13/8/19). Anggota DPRD Propinsi Jawa Timur Muhammat Fawaid menilai Pemkab Jember merupakan pemerintahan yang dholim.
Diskusi Publik yang dipandu Hary Setyawan S Sos menghadirkan Nara Sumber Anggota DPRD Pronpinsi Muhammat Fawaid, Ketua DPRD Jember Ardy Pujo Prabowo, Wakil Ketua DPRD Jember M Ayub Junaidi dan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jember Hermanto Rohman S.Sos M.Ap. Diskusi dibuka oleh Prof Ahmad Subagyo.
Prof Ahmad Subagyo
Tampak hadir KH Syaiful Rijal , bersama tokoh pergerakan, mahasiswa dan wartawan.
KH Syaiful Rijal
SILPA TERUS MENINGKAT
“Dulu, kalau orang bertanya Jember maka melekat produknya yang terkenal seperti suwar suwir, kini orang luar kalau disebut nama Jember, oooooo……. kabupaten SilPA itu ya,” sindir Fawaid.
Anggota DPRD Propinsi Jawa Timur Muhammat Fawaid
Legislator Partai Gerindra itu menilai besaran SilPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) merupakan performa APBD Jember yang buruk. Besarnya SILPA menunjukkan APBD yang berbasis kinerja meruapakan pengungkit perekonomian rakyat.
“Jika Silpa besar maka menunjukkan kondisi ekonomi memburuk, dampaknya antara lain berpengaruh pada besarnya tingkat pengangguran dan kemiskinan,” ketus Fawaid.
Giliran Wakil Ketua DPRD Jember M Ayub Junaidi menguatkan argumen yang dibangun Fawaid. Menurut Ayub sebagus apapun rancangan politik anggaran sangat bergantung pada eskusinya.
Wakil Ketua DPRD Jember M Ayub Junaidi
“Eksekusinya di tangan bupati,” kata Ayub.
Lebih lanjut Ayub menjelaskan besaran Silpa Kabupaten Jember yang terus meningkat dari tahun ke tahun, 400 M (2016), 500 (2017), 600 M (2018) dan 713 M (2019).
“Akibat besaran Silpa masyarakat dirugikan, tidak bisa menikmati pembangunan,” tegasnya.
JEMBER AUTO PILOT
Nara Sumber pendamping dari Partai Demokrat Agusta Jaka menilai Pemerintahan Kabupaten Jember Auto Pilot, berjalan dengan sendirinya tanpa ada sentuhan kebijakan Bupati.
Legislator Partai Demokrat Agusta Jaka
“Ekonomi bergerak tanpa fokus yang jelas, bergerak atas inisiatif warga,” kata Agusta.
Agusta memandang selama ini pelaku ekonomi tidak pernah diajak bicara untuk turut ambil bagian dalam menentukan arah pembangunan ekonomi kabupaten Jember.
“Sebenarnya sumberdaya manusia di kabupaten Jember cukup, selain pelaku usaha ada 11 perguruan tinggi yang seharusnya juga diajak ngomong,” kesalnya.
Mempertegas pendapat Agusta, legislator PAN yang baru terpilih Nyoman Aribowo menyanyangkan Pemerintah Kabupaten yang tidak mengoptimalkan peran perguruan tinggi yang ada di Jember.
Legislator PAN Jember Nyoman Ariwibowo
“Padahal perputaran ekonomi di kampus bisa mencapai 30 M lebih, sebagai dampak datangnya mahasiswa dari luar daerah,” sesalnya.
Nyoman juga mengkritisi sulitnya perijinan yang dianggapnya juga turut mematikan sektor usaha.
“Kelihatan pemerintah tidak memiliki kepekaan,” sergahnya.
KURANGI SEREMONIAL
Dosen Fakultas Ekonilomi Universitas Jember Hermanto Rohman S.Sos M.Ap masih mengapresiasi pengambilan politik Anggaran Pemkab Jember yang dinilainya sudah baik, hanya saja setidak ada dua hal yang dikritisinya.
“Sebenarnya kebijakan anggaran kabupaten Jember sudah bagus, hanya saja perlu dikurangi kegiatan seremonial,” sarannya.
Hermanto berpendapat besarnya Silpa merupakan dampak langsung dari pola manajerial yang sering melalukan rotasi jabatan.
“Saya kira perlu konsolidasi birokrasi agar roda pemerintahan bisa berjalan dengan baik,” katanya.
BURUKNYA HUBUNGAN KELEMBAGAAN
Pertanyaan yang diajukan pemandu acara Hari Setyawan kepada Ketua DPRD Jember Ardy Pujo Prabowo tentang hubungan antar eksekutif dan legislatif dijawab diplomatis.
“Saya saja belum pernah diajak ngopi,” katanya berseloroh.
Selama ini publik disuguhi memburuknya hubungan Bupati Jember dan DPRD Jember, sehingga berdampak pada tahapan pengambilan kebijakan.
“Karenanya hubungan antar lembaga harusnya dibangun,” kata Ardy.
Dosen Fakultas Ekonomi jurusan Study Pembangunan Fajar Wahyu menegaskan kondisi Jember yang kian tiarap sebagai dampak dari perencanaan yang kurang partisipatif.
“Kebijakan yang tak partisipatif terlihat pada hubungan antar lembaga di lingkungan internal birokrasi dan hubungan kelembagaan eksternal,” katanya.
JEMBER TERTINGGAL
Kondisi Jember kekinian ternyata tak luput dari pandangan generasi muda. Perwakilan PMII Busro Abadan menganggap pembanguanan di Jember selama empat tahun terahir terkesan mandeg dan jauh dibanding dengan kabupaten lainnya.
Aktivis PMII Jember Busro Abadan
“Saya kira benar pendapat nara sumber, bahwa pembangunan Jember memang gagal fokus, hanya saja saya mempertanyakan, lalu apa yang sudah dilakukan DPRD Jember selama ini ?,” Kata Busro seraya bertanya.
Begitupun dengan Ketua Harian Suppoter Persid Berni Solehudin yang menganggap pembangunan di jember belum menyentuh pedesaan.
Wakil Ketua Supporter Persid Berni Solehudin
“Saya selama ini tinggal di desa dan belum pernah menikmati jalan beraspal,” katanya.
Solehudin juga menyinggung ketidak pedulian Bupati Jember terhadap perkembangan dunia olah raga, khususnya persid.
“Belakangan malah mengambil kebijakan kontroversial yang sama sekali tak berpihak,” sergahnya. (*)