14.6 C
East Java

UMK Jember Naik 6,5 Persen, APINDO Keberatan, Sarbumusi Kekeh Minta 10 Persen 

Berita Populer

Loading

Jember, Jempolindo.id – UMK Kabupaten Jember disepakati naik 6,5 persen. Kesepakatan itu diputuskan melalui Rapat Pleno ke 3, yang diadakan Dinas Tenaga Kerja kabupaten Jember dalam Pembahasan Penetapan UMK dan UMKS kabupaten Jember tahun 2025, bertempat di RM Lestari Jember, Kamis (12/12/2024) siang.

Rapat Pleno itu dihadiri oleh Ketua Apindo Drs Imam, Ketua Saburmusi Umar Faruq, Ketua SPSI Drs Koster Sianipar, Pakar Ekonomi Drs HM Fathur Rozy, Pakar Hukum Aries Harianto SH, dan Kadisaker Jember Drs Suprihandoko MM.

Menurut Kadisnaker Kabupaten Jember Drs Suprihandoko keputusan itu sesuai dengan Permenaker No 16 Tahun 2024, yang menetapkan kenaikan untuk Kabupaten Jember sebesar 6,5 persen.

“Berdasarkan hasil hitung yang sudah dilakukan, maka nominalnya adalah UMK tahun 2024 ditambah kenaikan upah,” jelasnya.

UMK tahun 2024 sebesar Rp 2.665.393, ditambah kenaikan 6,5 persen sebesar Rp 173.250, sehingga hasil akhirnya menjadi Rp. 2.830.642.

Keputusan kenaikan UMK itu, kata Suprihandoko bukan sekedar mengikuti regulasi, namun merupakan hasil dari aspirasi, baik dari pengusaha maupun pekerja.

“Nah itu kan butuh disalurkan aspirasinya, yang telah dibahas dalam rapat pleno 1, 2 dan 3, sehingga hari ini sudah selesai,” ujarnya.

Dengan selesainya kesepakatan itu, maka tugas Dewan Pengupahan sudah rampung.

“Karena tugas Dewan Pengupahan hanya sebatas mendokumentasikan untuk kemudian disampaikan kepada Gubernur. Selanjutnya, biar pakar hukum yang menjelaskan,” ujarnya.

Kenaikan UMK Bukan Kesepakatan Melainkan Hanya Menjalankan Aturan

Menurut Pakar Hukum Dr Aries Harianto, pembahasan kenaikan upah merupakan pembahasan tercepat, karena sebenarnya bukan kesepakatan, melainkan secara normatif menjalankan aturan sebagaimana tertuang dalam Permenaker.

“Kenaikan upah ini bukan kesepakatan melainkan menjalankan regulasi, yang secara imperatif wajib dijalankan,” katanya.

Meski masih dibuka ruang kepada semua unsur Dewan Pengupahan Kabupaten Jember untuk menyampaikan aspirasinya.

“Namun, tugas Dewan Pengupahan hanyalah mendokumentasi hasil pembahasan untuk kemudian disampaikan kepada Gubernur (Jawa Timur),” ujarnya.

Konsekuensi bagi pengusaha yang tidak menjalankan hasil kesepakatan itu, menurut Dr Aries Dewan Pengupahan Kabupaten Jember tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan punishment.

“Tetapi berdasarkan UU nomor 13 tahun 2003, jika pengusaha tidak berkomitmen memenuhi hak buruh, maka masuk katagori kejahatan atau tindak pidana pengupahan, yang kewenangannya berada di tangan aparat penegak hukum,” jelasnya.

Hanya saja pemberlakuan sanksi itu, kata Dr Aries bukanlah harga mati, tidak serta diberlakukan.

“Dibutuhkan kearifan dan kebijakan dari semua unsur, sehingga dapat diselesaikan secara baik,” katanya.

Sarbumusi Kekeh Minta Kenaikan 10 Persen

Meski sudah ada kata sepakat, namun Ketua DPC Sarbumusi Jember Umar Faruq tetap kekeh bertahan mengusul kenaikan UMK 10 persen.

“Kami tetap bertahan untuk mengusulkan kenaikan upah sebesar 10 persen. Karena sudah terlalu lama kami menunggu adanya kenaikan ini,” ujar Umar Faruq.

Terlebih, selama ini di Kabupaten Jember hampir 50 persen pengusaha tidak mematuhi pemberlakuan UMK.

“Padahal sanksinya jelas, pidana minimal 2 tahun, maksimal 4 tahun. Tetapi selama ini pengusaha yang melanggar tidak ada yang dikenakan sanksi,” keluhnya.

Kritik SPSI Jember

Sedangkan Ketua DPC SPSI Kabupaten Jember Koster Sianipar mengkritisi kenaikan upah yang sudah disepakati, bukan soal kenaikannya, namun apakah sudah menjawab kebutuhan tenaga kerja.

“Bisa saja dengan kenaikan ini nominalnya naik, namun tidak bisa menjawab kebutuhan tenaga kerja, untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan papan, pendidikan, dan jaminan hari tua,” katanya.

APINDO Jember Keberatan

Dengan kenaikan upah sebesar 6,5 persen itu, Ketua APINDO Kabupaten Jember Drs Imam menyatakan keberatannya, karena situasi dan kondisi ekonomi di Jember masih perlu dikaji.

“Bagaimana tiba tiba muncul kenaikan 6,5 persen,” sergahnya.

Terlebih ada kesimpangsiuran aturan, diantaranya terbitnya permen, padahal PP 51 tahun 2023 pengganti PP 36 belum dicabut, yang seharusnya ada aturan yang lebih jelas.

“Inilah yang menjadi keraguan kami, Kalau memang ini diskresi presiden, kenapa tidak menggunakan kepres,” tanyanya.

Kenaikan Upah itu, kata Imam juga akan menambah biaya produksi, yang berdampak pada kenaikan barang dan kemudahan investasi.

“Nanti yang akan merasakan masyarakat dan pengusaha,” katanya.

Namun, Imam tidak menampik bahwa mau tidak mau aturan kenaikan itu harus tetap dijalankan, meski dikhawatirkan akan menimbulkan masalah dibelakang hari.

“Kalau ada masalah siapa yang bertanggung jawab,” ujarnya.

Imam mengakui masih ada pengusaha yang tidak menjalankan upah seratus persen, karena memang berkaitan dengan kemampuannya.

“Namun kami berupaya ada kesepakatan dengan para pekerja,” jelasnya.

Dasar Kenaikan UMK

Pakar Ekonomi Drs HM Fathur Rozy menjelaskan kenaikan UMK yang sudah ditetapkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto mengacu kepada pertumbuhan ekonomi, Inflasi dan Indeks tertentu.

“Kalau tidak salah Pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara nasional menghasilkan angka 6,5 persen, sedangkan di Kabupaten Jember malah lebih rendah sebetulnya,” jelasnya.

Perbedaan angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara nasional yang tidak sama dengan daerah menyebabkan tidak tercapainya kata sepakat atas kenaikan upah di Kabupaten Jember.

“Sehingga APINDO berpendapat angka 6,5 persen itu terlalu berat, sedangkan bagi Sarbumusi malah terlalu rendah,” ujarnya. (Slmt)

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru