Sapto Menduga Terjadinya Politisasi Bansos Jelang Pilkada Serentak

Loading

Jember_Jempol. Bantuan Sosial pandemi Covid 19 diduga memicu politisasi bansos untuk kampanye jelang pilkada serentak. Hal itu diungkapkan Ketua DPW Seknas Jokowi Jawa Timur Sapto Raharjo. Kamis, (20/08/20).

“Muncul aktor-aktor politik yang ingin memperoleh keuntungan dari program-program tersebut. Banyak bantuan sosial bersumber dari anggaran pemerintah tapi ditempeli jargon-jargon kampanye calon kepala daerah, terutama calon petahana” ungkap Sapto.

Disisi lain, Sapto mengklaim menemukan banyak masalah penyaluran bansos, diantaranya adanya keluhan masyarakat yang tidak menerima bantuan sosial itu, padahal mereka  turut terdampak secara ekonomi sebagai imbas dari pandemi covid 19.

Kata Sapto  akar masalahnya adalah akurasi validasi data, hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan, kebanyakan pendataan masih salah sasaran.

“Di tingkat daerah proses pendataan masih belum valid. Banyak diantaranya masih salah  sasaran. Misalnya, warga meninggal masih terdata, penduduk yang tidak memiliki NIK terdata, warga mampu terdata, dan sebagainya. Tak ayal jika banyak warga yang protes karena tidak mendapat bantuan padahal memang dalam kondisi yang sulit,” terang Sapto Raharjanto ketua DPW Seknas Jokowi Provinsi Jawa Timur.

Selain itu, Sapto menyebut bahwa alur birokrasi juga menjadi masalah tersendiri dalam pendistribusian bansos covid 19 ini. Menurutnya, sinkronisasi antar stakeholder masih lemah.

“Berbagai kementrian bergerak masing-masing dalam situasi ini. Beberapa program bantuan yang diberikan pemerintah, seperti Kartu Pra Kerja, BLT, Jaminan hidup, program alokasi dana desa, termasuk yang saat ini berlangsung yaitu penyaluran bantuan bagi UMKM yang terdampak covid 19 ditanggung oleh kementrian yang berbeda-beda. Belum lagi ada bantuan sembako langsung dari Presiden,” paparnya.

Sapto menyampaikan beberapa masukan perlunya diperbaiki validitas dan transparansi pendataan dan verifikasi penerima bansos covid 19 ini, dengan mempertimbangkan indikator warga yang benar-benar terdampak Covid-19, karena di daerah-daerah banyak yang menggunakan data lama yang sudah tidak valid lagi, masyarakat juga banyak yang masih belum memahami bagaimana prosedur pengajuan bansos covid 19 ini.

“tiba tiba pada saat akan mengurus pengajuan bansos covid 19 ini, dari dinas terkait mengatakan bahwa pendaftaran pengajuan bansos covid 19 ini sudah ditutup” tegas Sapto Raharjanto.

Karenanya Sapto meminta pemerintah agar melakukan :

  1. sinkronisasi data Pusat dan Daerah melalui E-KTP yang terdapat di catatan sipil, sehingga diketahui keseluruhan data warga dan jumlah penerima bantuan tahap 1 yang telah disalurkan, serta perbaikan data dari kejadian dan laporan yang terkonfimasi selama penyaluran tahap 1 dilakukan
  2. Pemerintah Daerah dapat mendata manual melalui Kecamatan dan Desa/Lurah sebagai konfirmasi warga terdampak yang belum masuk dalam warga penerima bansos, sehingga warga terdampak yang sebelumnya tidak terdata dapat diberikan bansos;
  3. meminta warga untuk aktif melapor kepada Lurah/Desa untuk mendaftarkan diri sebagai penerima bansos akibat wabah covid-19.

Sapto juga menghimbau partisipasi publik dalam melakukan pengawasan penyaluran bansos.

“Beberapa contoh positif, ada warga yang dengan sadar mengembalikan dana BLT karena merasa tidak tepat untuk menerimanya. Kesadaran semacam itu patut diapresiasi dan diteladani dalam kondisi seperti ini,” tutur Sapto Raharjanto. (*)

Table of Contents