Jempolindo.id – Menulis soal korupsi memang belakangan sangat menarik, entah itu berkaitan dengan pelakunya, modusnya, motifnya, atau jumlahnya. Masalah korupsi sungguh menyita perhatian hampir semua kalangan di Republik ini. Mulai dari Presiden hingga tukang becak sepertinya sudah sangat biasa menggunakan kata korupsi untuk berbagai macam tujuan. Entah sekedar ngobrol di warung kopi, buat sok sok an atau untuk tujuan politik tertentu.
Tak jarang, perbuatan yang sebetulnya kurang pas atau bahkan sama sekali tidak pas dikatakan korupsi, dipaksakan harus dikatakan korupsi supaya terdengar lebih menggelegar.
Tak disadari mungkin termasuk saya. Karenanya, supaya tulisan lebih berkarakter Ke- Indonesiaan saya coba coba cari padanan kata korupsi dalam Bahasa Indonesia, saya berusaha mencari referensi termasuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Saya tanya – tanya juga ke mbah Google, ternyata tidak ditemukan.
Mengapa saya ngotot mencari padanan kata Korupsi dalam Bahasa Indonesia atau kalau ada referensi dalam bahasa daerah apapun yang ada di Indonesia juga tak apalah. Alasan lainnya, karena tidak semua tuduhan perbuatan korupsi dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Disamping itu, saya kebetulan punya media online Jempolindo.id, supaya materi tulisan di media Jempol lebih berbeda dengan media on line lainnya saya coba mencari penggunaan kata yang berbeda dengan media lain.
Hasil bongkar – bongkar di mbah Google, ternyata media massa sudah mempopulerkan kata rasuah untuk mensubstitusikan kata “korupsi”. KPK diberi predikat sebagai lembaga antirasuah atau komisi antirasuah, meski tak sampai mengubah namanya menjadi Komisi Pemberantasan Rasuah atau KPR.
Lalu saya tanya lagi sama KBBI, apakah kata rasuah itu berasal dari bahasa Indonesia ?. Ternyata saya tidak menemukan satupun kalimat dalam KBBI yang menampilkan kata “Rasuah”
Usut punya usut, Rasuah adalah bahasa Malaysia (bahasa Melayu). Dalam Kamus Dewan (KBBI-nya Malaysia) Edisi Ke-IV yang diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, kata rasuah berarti “pemberian untuk menumbuk rusuk (menyogok, menyuap), (wang) tumbuk rusuk (sogok, suap)”.
Seperti halnya kata “korupsi” yang diserap dari kata corruption, rasuah adalah nomina (kata benda). Contoh kalimat yang diberikan Kamus Dewan untuk kata rasuah: Ia dituduh memberi rasuah kepada pegawai itu.
Bahasa Indonesia punya kata rasywah, juga nomina, yang berasal dari bahasa Arab risywah, rasya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, “rasywah” dimaknai sebagai pemberian untuk menyogok (menyuap); uang sogok (suap).
Lalu, kenapa bukan kata rasywah yang media massa gunakan? Kenapa media massa lebih memilih rasuah ketimbang rasywah?.
Belum sanggup saya menjawab pertanyaan itu, sudah muncul pertanyaan selanjutnya, kenapa pencurian uang rakyat entah APBN atau APBD tak disebut saja “pencuri” ? atau sebaliknya kenapa pencuri ayam tidak disebut saja “Korupsi” ?.
Apakah penggunaan kata “Pencuri” terkesan kurang bombastis dibanding dengan kata Korupsi , atau memang kita bangsa yang bangga mengadopsi barang asing ?
Kalaupun alasannya perbuatan “korupsi” tidak cukup diwakili dengan kata “Pencuri” bukankah juga tidak bisa digantikan dengan kata “rasuah” ?. (*)