Jember, Jempolindo.id – Meski Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jember pada tahun 2024, dari sektor pajak meningkat sebesar 4 miliar, namun masih ada tunggakan pajak hingga mencapai Rp 293 miliar.
Realisasi pajak pada tahun 2023 sebesar Rp 288 miliar, sedangkan pada tahun 2024 sebesar Rp 301,6 Miliar.
Tunggakan terbesar ada pada Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBBP2) serta Pajak Hotel dan Resto.
PBB P2 Kabupaten Jember dari target sebesar Rp 80 Miliar, hanya mencapai 58,01 %, atau sekitar Rp 54 miliar saja.
Sedangkan tunggakan pajak hotel dan resto, terjadi pada Hotel Java Lotus, yang menunggu hingga Rp 3,8 miliar.
Data itu terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi C DPRD Kabupaten Jember dan Bapenda Pemkab Jember, pada Kamis (02/01/2025) siang.
Seperti dirilis beberapa media, Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Jember Ardi Pujo Prabowo bahwa tunggakan Hotel Java Lotus merupakan akumulasi pada tahun 2023 sebesar 2,3 Miliar dan tahun 2024 sebesar Rp 1,5 Miliar.
“Untuk menanggulangi tunggakan pajak itu, pihak Bapenda telah berkirim surat kepada manajemen Java Lotus, hanya saja pihak Java Lotus masih harus berkoordinasi dengan direksi pusat,” ujarnya.
Guna mengetahui lebih jauh penyebab tertunggaknya pajak itu, Ardi mengatakan akan segera mengundang pihak Manajemen Java Lotus.
“Kami akan segera mengundang (pihak Java Lotus), untuk mengetahui lebih jauh terkait dengan tunggakan pajaknya,” katanya.
Sedangkan tidak maksimalnya PAD sektor PBB ini, mendapat perhatian serius Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Jember Edy Cahyo Purnomo.
Melalui jaringan selulernya, legislator PDI Perjuangan Kabupaten Jember yang akrab disapa Ipung itu menjelaskan bahwa jika sektor pajak ini bisa dimaksimalkan setidaknya dapat menambah PAD, yang dapat meningkatkan performa APBD Kabupaten Jember.
“Rendahnya sektor pajak ini, tentu kami sayangkan, karena berdampak pada menurunnya pendapatan APBD,” ujarnya.
Untuk itu, Ipung berharap pada tahun 2025, ada upaya penagihan PBB terhutang, sehingga tidak terakumulasi menjadi hutang Wajib Pajak yang menumpuk.
“Hal ini bisa jadi karena rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, atau ada kemungkinan lainnya,” katanya.
Khusus untuk warga yang tinggal di pedesaan, Ipung meminta agar Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Jember lebih pro aktif memberikan sosialisasi melalui Pemerintahan desa, agar warga lebih taat membayar pajak.
“Secara teknis ini merupakan kewenangan DPMD, sedangkan pencatatannya ada di Bapenda,” ujarnya.
Melalui laman resmi Kejaksaan Negeri Jember, diketahui pada tahun 2023, Pengacara Negara (JPN) pada Kejaksaan Negeri Jember memanggil 20 kepala desa di Kabupaten Jember.
Pemanggilan tersebut terkait dengan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Dua puluh kepala desa yang dipanggil merupakan desa penunggak pajak PBB terbesar. Mulai dari ratusan juta rupiah, bahkan ada yang mencapai dua miliar rupiah.
Dana yang didapat dari PBB tersebut, merupakan pemasukan anggaran bagi negara, utamanya Pemerintah Kabupaten Jember, untuk melaksanakan pembangunan.
Pajak yang tertunggak tersebut tentu saja menjadi hambatan tersendiri bagi pemerintah dalam mewujudkan pembangunan.
Lebih jauh Kasi Datun mengungkapkan, Kejari Jember melalui Jaksa Pengacara Negara (JPN) telah melakukan pendampingan kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Jember.
Pendampingan itu diantaranya berupa sosialisasi program ekstensifikasi dan intensifikasi PBB, serta melakukan penagihan pajak dengan mendatangi seluruh desa di Bumi Pandhalungan.
Namun, upaya preventif itu belum memberikan hasil maksimal.
“Tidak ada progres yang baik setelah kami turun ke desa-desa,” terangnya.
Berdasar surat kuasa khusus dari Bapenda Jember, JPN melakukan pemanggilan kepada 20 kepala desa yang tercatat memiliki tunggakan PBB tertinggi. (#)