Mengejawantahkan Ajaran Tri Sakti Bung Karno Mandiri Dibidang Ekonomi (II)

IMG 20191226 WA0000

Loading

“Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu. Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bistik tetapi budak”

Pidato Bung Karno saat HUT Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1963, menekankan ajaran Trisakti kedua “Mandiri dibidang ekonomi”.

Transformasi nilai Bung Karno dalam menangani persoalan ekonomi nasional sepertinya memang belum selesai, buru – buru sudah diguncang pertikaian politik nasional, hingga ekonomi nasional ambruk sampai puncaknya mengalami sanering, alat tukar rupiah drastis turun.

Intervensi dunia internasional yang punya kepentingan mengeruk kekayaan Indonesia menghendaki Sukarno lengser. Salah satu penyebabnya ketika Presiden Soekarno menolak menandatangani kontrak freeport.

Garis besarnya, Bung Karno menghendaki asset negara dikelola dengan kekuatan sendiri. Sikap Bung Karno tercermin dalam gerakan Berdikari, berdiri diatas kaki sendiri.

Jika saja gagasan itu dapat dioperasionalkan, maka Indomesia menjadi negara yang memiliki kekuatan ekonomi luar biasa.

Berpijak dari gagasan nilai itu, maka jika dikaitkan dengan pengelolaan sumberdaya Kabupaten Jember, sesungguhnya sebagian besar sumber daya alam Kabupaten Jember selama ini masih terabaikan.

Sumber daya itu harusnya bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah, mendorong pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja, hingga mengurangi tingkat kemiskinan.

Basis kebijakan ekonomi harusnya mengedepankan kebijakan agraris, yang berpihak pada peningkatan pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan.

Jika melihat performa APBD Kabupaten Jember, tampak masih belum ada keberpihakan pada peningkatan pembangunan berbasis agraris. Terkesan masih lebih mengedepankan pembangunan berbasis proyek, dan pencitraan belaka, dengan memanjakan rakyat melalui program pembangunan instan yang mengabaikan skala prioritas.

Alokasi anggaran makan minum yang mencapai 40 milyar lebih, jauh diatas alokasi anggaran untuk dinas pertanian yang hanya sekitar 12 milyar.

Renovasi jembatan semanggi yang menelan anggaran 4,4 milyar, sepertinya lebih penting dibanding penanganan Perusahaan Daerah Perkebunan Kahyangan yang sedang membutuhkan suntikan dana sebesar 5,8 milyar.

Lebih jauh, Bupati Faida seringkali membuat kebijakan yang tak rasional. Seringkali menolak memberikan rekomendasi atas bantuan pertanian yang berasal dari APBN dan APBD Propinsi Jawa Timur dengan alasan yang tidak jelas.

Tanpa menyudutkan pemerintahan Bupati Faida, fakta itu sekedar membuat perbandingan agar mudah dipahami bahwa kebijakan pemerintah daerah masih terjebak pada pola kebijakan yang mengabaikan fungsi strategis dibidang ekonomi.

Sehingga tidak terlalu salah jika kebijakan pemerintah daerah dinilai masih belum terlihat mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, melalui komponen terbukanya lapangan kerja dan penurunan tingkat kemiskinan.

Solusinya, kebijakan ekonomi pemerintah kabupaten Jember harusnya didesain untuk memperkuat pertumbuhan dibidang pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan dari hulu hingga hilir, dengan mendorong kemudahan tumbuhnya inovasi melalui stimulasi APBD yang lebih berpihak. (bersambung)

*) Tulisan ini dirangkum dari hasil diskusi bersama Dima Akhyar

Table of Contents