Jasad dr Soebandi Di Temukan Di Tengah Sawah

Loading

Jempolindo.id – Jember . Jasad dr Soebandi ditemukan ditengah sawah, setelah gugur  dalam pertempuran bersama Letkol Moh Seroedji, melawan agresi militer Belanda. Setahun berikutnya pihak keluarga baru mengetahui bahwa dr Soebandi telah gugur di medan tempur. Hal itu terungkap dalam  acara mengenang  70 tahun gugurnya Letkol dr RM  Soebandi, yang diselenggarakan di Cempaka Hill  Hotel Jember, Bersamaan dengan peluncuran buku biografi berjudul “Letkol. dr. RM. Soebandi, Jejak Kepahlawanan Dokter Pejuang.” Karya  Gandhi Wasono M dan Priyo Suwarno, keduanya  berlatar belakang jurnalis. Sabtu (09/1/19).

Bupati Jember dr Faida MMR saat melaounching Buku
“Letkol dr RM Soebandi, Jejak Kepahlawanan Dokter Pejuang”

Dalam buku biografi setebal 304 halaman itu juga diceritakan penemuan jasad Letkol. dr. RM Soebandi oleh teman sejawatnya, dr. Sugeng yang berhasil mengidentifikasi jasad Soebandi dari peralatan suntik di kantong jaket yang masih utuh, serta sebuah arloji yang masih melekat di pergelangan tangan.

Jasa besarnya diabadikan Menteri Kesehatan Prof. Dr. GA. Siwabessy pada tahun 1974 untuk nama RSD Jember. Namanya juga sebagai nama jalan, serta nama sekolah tinggi ilmu kesehatan di Jember.

Mengenang kepahlawanannya, Keluarga besar Letkol. dr. RM. Soebandi bersama Pemerintah Kabupaten Jember mencetak buku ini sebanyak 2.000 eksemplar, dan dibagikan ke perpustakaan umum, militer, kedokteran, maupun lembaga pendidikan. Serta para guru sejarah di Jember.

Buku ini terbit atas gagasan dr. Widorini, MARS., putri bungsu pasangan Letkol. dr. RM Soebandi dan Rr Soekesi, yang mendapat dukungan penuh dari kakaknya, Widyastuti. Peluncuran buku yang menceritakan kisah kecil Letkol. dr. RM Soebandi hingga gugur di medan pertempuran ini dilounching Bupati Jember dr. Hj. Faida, MMR.

Bupati Faida berpesan kepada seluruh masyarakat dan generasi penerus, bahwa sekarang bisa hidup tentram, damai, berprestasi di negara ini karena dulu ada yang berkorban jiwa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia.

“Isi dengan sebaik-baiknya. Jangan berpangku tangan, karena berpangku tangan adalah penghianatan kepada perjuangan pahlawan kita,” tuturnya tegas saat memberikan sambutan dalam peluncuran  uku biografi itu.

SEKILAS TENTANG KEJUANGAN  SANG  DOKTER

Sosok dr Soebandi adalah sosok pejuang yang tak dapat dipisahkan dari Sejarah Jember. Masyarakat Jember sudah sangat akrab dengan nama itu, selain menjadi nama rumah sakit milik pemerintah, juga menjadi nama jalan.

Patung dr Soebandi yang berdiri kokoh di jalan Gajah Mada, seolah setiap hari menyapa masyarakat Jember dan mengingatkan betapa sang pahlawan itu telah mengorbankan jiwa raganya, bahkan kebersamaan dengan keluarga tercinta juga dikorbankannya demi kemerdekaan bangsa dan negaranya.

Beliau seorang dokter sekaligus seorang pejuang kemerdekaan pada era Agresi Militer Pertama dan Kedua. Gugur meninggalkan seorang istri Rr Soekesi dan tiga orang putri, Widiyastuti.Widiyasmani dan Widorini. Mereka hampir dipastikan jarang bertemu dengan sang ayah.

Ketika dr Soebandi bersama Brigade III Damarwulan  hijrah ke Blitar, praktis semakin tak ada kesempatan lagi bertemu anak dan istri. Hingga Soekesi nekat membawa ketiga anaknya yang masih kecil pergi ke Blitar.

Kebersamaan itu belum berlangsung lama, Soebandi diminta bergabung kembali dengan Brigade III Damarwulan, untuk menduduki jabatan sebagai kepala dokter dan merangkap sebagai Residen Militer Daerah Besuki. Tak mau mempersulit keluarganya, Soebandi meninggalkan Soekesi dan tiga anaknya di Blitar.

Perjalanan pulang setelah hijrah ke wilayah Republik Indonesia (Kediri dan sekitarnya) yang dikenal dengan wingate action itu, untuk merebut kembali Jember yang ketika itu dikuasai Belanda. Perjalanan itu dari Kediri – Blitar – Malang – Lumajang hingga ke Jember.

Namun sebelum sampai di tempat yang akan dijadikan titik koordinasi, Suco Pangepok, Kecamatan Jelbuk, Letkol Moch Sroedji dan Letkol dr Soebandi, gugur di Karang Kedawung, Kecamatan Mumbulsari.

Saat itu, pasukan Brigade III Damarwulan/Divisi II Surapati tengah beristirahat di rumah warga Desa Karang Kedawung. Mereka beristirahat setelah menempuh perjalanan panjang selama dua bulan disergap tentara Belanda.

Pertempuran dahsyat antara pasukan Brigade III Damarwulan melawan Tentara Belanda, tak terelakkan, 8 Pebruari 1949. Letkol Moch. Sroedji sebagai Komandan Brigade III Damarwulan/Divisi II Suropati bersama Letkol. dr. RM Soebandi, sebagai Residen Militer Karesidenan Besuki merangkap perwira kesehatan brigade, gugur dalam pertempuran ini.

Dengan gugurnya dua pimpinan tinggi Brigade III Damarwulan itu, perjalanan pasukan menuju Desa Socapangepok di Lereng Gunung Argopuro, dipimpin Mayor Imam Soekarto.

RANGKAIAN PERINGATAN

Pertama, doa bersama di Masjid An Nuur di Desa Karang Kedawung, Kecamatan Mumbulsari, Jum’at 8 Februari 2019. Doa yang dipimpin KH. Iqbal, ini dihadiri undangan dan masyarakat sekitar.

Masjid yang digunakan sebagai tempat dilangsungkannya kegiatan doa bersama ini merupakan monumen terjadinya pertempuran dahsyat antara pasukan Brigade III Damarwulan melawan Tentara Belanda.

Kedua, berupa peluncuran buku biografi berjudul “Letkol. dr. RM. Soebandi, Jejak Kepahlawanan Dokter Pejuang.” Buku ini ditulis dua jurnalis, Gandhi Wasono M dan Priyo Suwarno.

Ketiga,  berupa simposium kedokteran yang akan digelar pada Minggu 10 Februari 2019. Kegiatan ini kerjasama keluarga besar mendiang Letkol. dr. RM Soebandi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jember, Universitas Jember (UJ), dan Rumah Sakit Daerah (RSD) dr. Soebandi Jember.

Simposium mengangkat tema Tribute Lecture to Dr. Soebandi ini dilaksanakan di aula Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Jember. Lima narasumber dihadirkan dalam forum ini. 

RIWAYAT HIDUP
Lahir : Klakah, Lumajang, pada 17 Agustus 1917,
Pendidikan :  – pendidikan di HIS, MULO, dan NIAS. – Ika Daigoku (sekolah kedokteran di Jakarta) lulus 12 November 1943, Eise Syo Dancho. Selanjutnya, di tempatkan di Daidan Lumajang.
Ketika PETA dibubarkan pada 19 Agustus 1945 karena Jepang menyerah pada Sekutu, dia ditugaskan di RSU Probolinggo sebagai dokter.
Saat  pembentukan BKR, Soebandi berpangkat letnan kolonel,  ditugaskan menjadi dokter di RST Claket Malang dengan pangkat kapten.
Ketika BKR diubah menjadi TKR pada 5 Oktober 1945 dan berubah menjadi TRI , dia  berpangkat mayor.
Pada masa Agresi militer pertama, tahun 1946, Soebandi kembali ditugaskan ke Jember. sebagai kepala DKT dengan pangkat Mayor, dipindahkan ke resimen IV Divisi III, yang kemudian berubah menjadi Resimen 40 Damarwulan Divisi VIII.
Pada rentang 1945-1947 itu, Soebandi banyak bertugas di front pertahanan Surabaya selatan, Sidoarjo, Tulangan Porong, dan Bangil. Bahkan, pernah ditugaskan di front pertahanan Bekasi Jawa Barat sebagai dokter perang. Pada tahun 1947, setelah tentara Belanda menduduki Jember, dia pernah ditangkap dan dijadikan tahanan kota. Karena terpergok menolong seorang prajurit yang terluka di DKT.    

(*).

Table of Contents