Jember – Jempol. Meski hujan lebat, acara diskusi kebudayaan reyog yang digelar Sanggar Putra Tanjung Balung dan didukung komunitas Silat Cimande Jember tetap digelar. Agenda bertajuk “Kirab Pusaka & Diskusi Budaya Dalam Rangka Menggali Budaya Bangsa Membangun Indonesia Lebih Bermartabat Mari Kita Ciptakan Pemilu Damai 2019″ itu semula dijadwalkan digelar di lapangan Balung, bergeser ke Pendopo Kecamatan Balung. Minggu, 17 Maret 2019.

Ketua Panitia Bambang Sugiarto berterima kasih kepada Muspika Balung yang telah banyak membantu sehingga acara bisa digelar. Acara sempat tertunda, hingga hujan sedikit mereda. Panitia memutuaskan untuk tetap bertahan di pendopo Kecamatan Balung.
“Kami ucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga, jika saja pihak muspika tidak memberi kemudahan, pasti acara sudah gagal,” ungkap Bambang.
Camat Balung, Widayaka SH Msi menyambut positif acara yang diselenggarakan komunitas Reyog. Pihaknya berharap agenda ini akan menjadi kegiatan positif untuk melestarikan budaya bangsa. Lagipula, Jember dan Ponorogo memiliki ikatan kebudayaan yang erat.


“Ada yang menarik, sejak dulu ada trafik Bus jurusan Ambulu – Ponorogo, ini menunjukkan ada ikatan yang sudah lama terbangun,” katanya.
Acara yang diikuti tak kurang dari 25 Grup Reyog yang di Wilayah Jember bagian selatan dan Komunitas Cimande Jember itu, terbukti mampu memberi daya tarik tersendiri kepada masyarakat yang hingga acara berahir waarga yang menonton masih tetap bertahan.
Kirab Kepala Dadak Merak Reyog Berusia 4 Generasi
Acara diawali dengan mengarak “Kepala Dadak Merak Reyog” atau biasa dikenal kepala Singobarong, dari rumah Ketua Panitia Bambang Sugiarto menuju lapangan Balung. Kepala Singobarong yang sudah berusia 4 generasi itu secara khusus sengaja dibawa dari Ponorogo. Piranti Reyog itu tak diketahui dengan pasti berapa umurnya. Teksturnya sangat terkesan sudah berusia sangat tua.


Menurut perwakilan Seniman Ponorogo Langgeng Dwi, Kepala reyog, terbuat dari kulit harimau dan merupakan piranti kunci pertunjukan reyog. Biasanya, diatas kepala dihiasi bulu – bulu merak asli.
Disamping Singobraong ada juga piranti TopengBujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di tunggu – tunggu oleh penonton khususnya anak-anak.


“Kami merasa tersanjung, karena Kepala Singobarong ini pada ahirnya diminta diarak justru oleh seniman reog di Jember,” ungkapnya.
Kehadiran Sang Maestro
Penampilan Sang Maestro Kembar Wondo dan Wandi rupanya lumayan menyedot perhatian penonton. Seniman Ponorogo yang berkesempatan hadir pada acara itu, meski tanpa dadak merak berhasil membawakan tarian dadak merak dengan gaya tarian klasik.


Menurut seniman Reog Ponorogo yang juga hadir pada acara itu, Shodig Pritiwanto, tarian yang dibawakan sang Maestro itu merupakan jenis tarian dadak merak yang kini sudah hampir punah, sebuah gerakan tari yang bukan sekedar menggerakkan badan, melainkan memiliki nilai yang mendalam.


“Tarian mbah Wandi dan Wondo, memang sudah mulai ditinggalkan, ini merupakan tanggung jawab bersama untuk mewariskannya kepada generasi penerus,” kata Shodig prihatin.
Tarian Jatilan Kontemporer
Tarian Jatilan Kontemporer yang dibawakan Sanggar Putra Tanjung, juga mendapat perhatian Shodig, yang menurutnya merupakan sebuah perpaduan kreasi tarian jatilan klasik dan modern. Bukan saja gerakannya yang dinamis, tetapi pakaian yang dikenakan juga sudah sudah dimodifikasi.


“Jatilan itu menggambarkan Prajurit yang bertempramen seperti wanita. Ini merupakan bentuk kritik terhadap prajurit yang tidak punya ketegasan,” ungkap Shodig.
Shodig juga menjelaskan, gambaran femenisme seorang prajurit juga terlihat pada piranti “Jaranan” yang digunakan. Hal itu bisa dicermati dari bentuk ekor jaranan dan bulu bulu yang ditempelkan.
“Bentuk jaranan juga membedakan secara tajam antara tarian jaranan di ponorogo dan di luar ponorogo,” kata Shodig.
Tampil juga pada kesempatan penari dari UKM kesenian Universitas Jember dengan tarian modern.
Aksi Silat Cimande
Tak kalah menariknya, kelompok Silat Cimande juga membawakan atraksi yang berhasil membawakan jurus kembangan yang ternyata juga bisa dipadukan dengan musik reog. Pesilat dari Perguruan Anak Sholeh, Macan Tutul, Panji Nusantara, dan perguruan silat yang hadir juga mampu memberikan warna pertunjukan.


Shodig sekali lagi memberikan kesannya bahwa tarian kembangan silat cimande juga memiliki keindahan koreografi yang tak kalah indahnya.
“Tarian cimande ini jika digarap serius bisa jadi seni pertunjukan yang tak kalah menariknya,” Pungkasnya Shodig. (M1f)