Catatan Kritis Pemprov Jatim Soal Pilkades Serentak

0
614

Loading

Jempolindo.id- Jatim.  Merespon Pelaksanaan   pemilihan kepala desa serentak, Kepala Biro Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Provinsi Jawa Timur Indah Wahyuni SH MSi menyampaikan empat catatan kritis, saat Rapat Koodinasi Kebijakan Persiapan Pemilihan Kepala Desa Serentak di Provinsi Jawa Timur. Jum’at (12/7/19).

Rakor Pilkades
Rapat Koordinasi Kebijakan Persiapan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak Provinsi Jawa Timur, Jum’at (12/7/19)

Dalam sambutan pembukaan acara rakor itu Indah  menyatakan,  seperti tertuang   pada Ayat (1) Pasal  112 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang  intinya “Pemerintah dan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/Kota perlu bersinergi dan berkoordinasi dalam membina dan berkaitan dengan pelaksanaan PILKADES  Serentak di Provinsi Jawa Timur dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa beserta peraturan perubahannya, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 65 Tahun 2017,I

Berdasar pengalaman selama ini, maka Indah Wahyuni  menemukan  empat catatan kritis terkait  penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa selama ini  :

Pertama, pemilihan Kepala Desa merupakan wujud pelaksanaan demokrasi di Desa, tetapi bukan pertarungan politik di Desa, karena sebenarnya Desa tidak sebagai alat politisasi.

“Oleh karena itu, siapa pun yang akan mencalonkan menjadi Kepala Desa tidak ada dan tidak perlu ada dukungan partai-partai tertentu, tetapi harus memenuhi syarat yang sudah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan,” katanya.

Kedua, pemilihan Kepala Desa sarat dengan konflik lokal yang bersifat horizontal. Munculnya pertikaian antar
pendukung kandidat. Pihak kandidat yang kalah tidak menjadi the good looser atau menempuh cara-cara hukum yang terhormat, tetapi melakukan tindakan kekerasan kepada para pemenang dan para pendukungnya.

Konflik berskala lokal (Desa) ini merupakan bagian yang tidak ada kaitannya dengan demokrasi, sekaligus merupakan pertanda
masih lemahnya kultur demokrasi di kalangan warga Desa.

Ketiga, pemilihan Kepala Desa selalu syarat dengan permainan politik uang (money politics) dan bahkan semakin menonjol di era sekarang jabatan Kepala Desa banyak diminati bahkan ada anggota DPRD yang  mencalonkan diri menjadi calon Kepala Desa.

Politik uang itu dilakukan dengan cara “kontrak politik” dengan kelompok masyarakat, misalnya komunitas RT/RW secara kolektif menyampaikan daftar permintaan kepada kandidat calon Kepala Desa. Akibat dari aktivitas money politics ini nantinya adalah hilangnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan kebijakan dan anggaran Desa.

Keempat, dan ini menjadi permasalahan pokok saat ini yaitu pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XIII/2015 yang menganulir pasal 33 huruf (g) Undang-Undang Nomor 6 Tentang Desa, bahwa syarat calon Kepala Desa tidak harus berdomisili, minimal satu tahun dan tidak harus warga Desa setempat, hal ini membuka peluang seluruh warga indonesia berhak mencalonkan diri menjadi calon Kepala Desa di seluruh Indonesia, dan sangat berpengaruh pada semakin banyak timbul konflik dan permasalahan pasca pelaksanaan pemilihan Kepala Desa.

“catatan kritis tersebut merupakan hal yang menempatkan realitas demokrasi di Desa sehingga pelaksanaan pemilihan Kepala Desa harus benar-benar dipersiapkan secara matang dan sosialisasi yang menyeluruh untuk memberi pemahaman kepada semua
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dan juga didukung regulasi yang menyeluruh ditingkat daerah yaitu Peraturan Daerah maupun Peraturan Bupati untuk mengatur hal-hal bersifat teknis,” tegasnya.

Melalui Kasubag pengembangan Kapasitas Aparatur Pemerintah Akhid Abdillah, disampaikan dari total 7.724 desa,  tahun 2019 Provinsi Jawa Timur akan menggelar Pilkades Serentak sejumlah 6.070 desa, sehingga tersisa 1.654 yang dijadwalkan pada tahun berikutnya.

Senada dengan Indah, Kabag Pemdes Provinsi Jawa Timur Moch Wahyudi SSTP MSi juga menyatakan kesiapan pemprov menjadi tempat konsultasi, koordinasi dan fasilitasi pemkab/kota.

“Agar pelaksanaan pilkades serentak di jawa timur dapat berjalan aman tertib dan lancar sesuai dengan peraturan dan regulasi yg ada,” pungkasnya. (*)

 

Table of Contents