15.1 C
East Java

Mantan Aktivis Forkot, Pimpin Aksi Massa Datangi PN Banjarbaru Atas Dugaan Kriminalisasi UMKM 

Loading

Banjarbaru, Jempolindo.id – Sejumlah massa, yang mengatasnamakan Masyarakat Nukar Iwak Asin (MaNIA) mendatangi Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri Banjarbaru, pada Senin (03/03/2025).

Kedatangan massa itu, bersamaan dengan Sidang perdana, pokok perkara nomor 38/Pid.Sus/2025/PN BJB yang menjerat Firly Norachim, pemilik UMKM “Mama Khas Banjar”.

Melalui rekaman vidio, tampak Massa aksi menggelar orasi, didepan Pengadilan Negeri Banjarbaru.

Korlap Aksi Muhammad Haironi juga tampak berteriak, saat sidang dig

Menurut Korlap Aksi, Muhammad Haironi, akrab disapa Roni, bahwa Firly tidak layak ditahan. Pasalnya, telah terjadi kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Koperasi dan UMKM dengan Kapolri tahun 2021, yang seharusnya melindungi UMKM dari kriminalisasi terkait pelanggaran administratif.

“Atas dasar itu, kami datang ke Pengadilan Negeri ini, untuk menuntut dibebaskannya Firly,” tegasnya.

Sementara, kata Mantan Aktivis Forkot itu, sebelum pokok perkara digelar, melalui kuasa hukumnya, Firly telah mengajukan Praperadilan, untuk menguji penetapan Firly sebagai tersangka.

“Upaya praperadilan itu juga telah diabaikan, kami anggap ini adalah bentuk kedholiman dari penguasa,” tandasnya.

Sejatinya, praperadilan itu hak Firly, yang seharusnya didapatkannya, untuk mendapatkan kepastian apakah proses penyidikan, hingga penyitaan harta milik Firly sudah benar, menurut ketentuan hukum yang berlaku.

“Ada 937 item harta yang ditahan, yang merupakan hasil keringat dadi Mas Firly, sebagai pelaku UMKM, jangan sampai dirugikan,” katanya.

Tanggapan Kuasa Hukum Atas Kriminalisasi UMKM Banjarbaru

Pada kesempatan yang sama, Kuasa hukum Firly, Faisol Abrori, mengungkap kejanggalan proses hukum dan dugaan percepatan pelimpahan berkas perkara yang dinilai merugikan hak kliennya.

Faisol menegaskan bahwa telah mendaftarkan praperadilan pada 24 Februari 2025, dengan jadwal sidang perdana 6 Maret 2025. Namun, ia menuding adanya upaya sistematis untuk menggugurkan praperadilan tersebut.

“Seperti yang kami khawatirkan, pada 25 Februari 2025 berkas perkara telah dilimpahkan dari Ditreskrimsus Polda Kalsel ke Kejaksaan Negeri Banjarbaru, dan keesokan harinya langsung diteruskan ke pengadilan,” ungkapnya.

Menurut Faisol, percepatan ini bukan hal biasa dan berdampak langsung pada hak Firly. Berdasarkan KUHAP, jika sidang pokok perkara sudah dimulai, maka praperadilan otomatis gugur.

“Hak klien kami untuk menguji keabsahan proses hukum menjadi terampas,” tambahnya.

Lebih lanjut, Faisol menyoroti diabaikannya Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Koperasi dan UMKM dengan Kapolri tahun 2021, yang seharusnya melindungi UMKM dari kriminalisasi terkait pelanggaran administratif.

“MoU ini seakan tak dianggap oleh kejaksaan dan pengadilan,” tegas Faisol.

Sidang perdana ini ditutup dengan pengajuan eksepsi oleh Firly Norachim, yang mempersoalkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Sidang berikutnya dijadwalkan pada 10 Maret 2025 untuk pembacaan nota keberatan atas dakwaan jaksa.

Kasus ini bermula pada 6 Desember 2024, saat dua anggota kepolisian melakukan pembelian terselubung (undercover buying) di toko Mama Khas Banjar.

Mereka membeli produk seperti kerang, udang, dan cumi yang diklaim melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena tak mencantumkan label kedaluwarsa.

“Kami memandang ini sebagai operasi tertutup. Barang yang dibeli dijadikan dasar dugaan pelanggaran hukum,” jelas Faisol.

Kejanggalan berlanjut pada proses penggeledahan dan penyitaan barang dagangan pada 11 Desember 2024. Faisol menekankan, tindakan tersebut dilakukan tanpa izin pengadilan.

“Surat tugas memang diperlihatkan sekilas, tapi klien kami tak diberi waktu membacanya. Izin penyitaan dari pengadilan juga nihil,” katanya.

Sebanyak 900an item dagangan, termasuk kerang hijau, cumi, udang galah, dan produk home industry seperti sirup rumahan—bahkan yang belum memiliki label karena masih dalam proses produksi—disita.

Faisol menyesalkan, tindakan ini dilakukan tanpa adanya Surat Peringatan dari dinas terkait.

“Sesuai PP Nomor 7 Tahun 2021 dan MoU Kapolri-Kemenkop UMKM, seharusnya ada pembinaan terlebih dahulu bagi UMKM, bukan langsung pidana,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan dasar laporan polisi, mengapa menggunakan Laporan Polisi A (LPA) alih-alih Laporan Polisi B (LPB).

“Kalau ini aduan masyarakat, seharusnya pakai LPB. Pemakaian LPA justru memperkuat dugaan adanya ketidaksesuaian prosedur,” papar Faisol.

Sebelumnya pada tanggal 20 Februari 2025, tim kuasa hukum telah mendaftarkan praperadilan di Pengadilan Negeri Banjarmasin dengan sidang perdana pada 6 Maret 2025.

Mereka juga telah mengajukan surat klarifikasi kepada Kapolda Kalimantan Selatan terkait penerapan MoU Kapolri-Kemenkop, meski belum mendapat jawaban.

“Kami berharap hukum ditegakkan secara adil. Jangan sampai ada kesan hukum hanya bergerak jika ada tekanan publik,” tutup Faisol.

Untuk memperjuangkan keadilan kliennya, Tim kuasa hukum Firly Norachim siap melawan kriminalisasi UMKM. (MMT)

- Advertisement -spot_img

Berita Populer

- Advertisement -spot_img