Lombok _ Jempolindo.id _ Ir Wahyudi Adisiswanto, sosok dibalik gerakan adat budaya, bertajuk Lombok Mercusuar, di Lombok Nusa Tenggara Barat, menghawatirkan adanya gerakan transnasional, yang mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara.
Saat acara di sebuah Stasiun Televisi, Mantan Kabinda NTB tahun 2021 itu, menjelaskan bahwa harus dibedakan terlebih dahulu antara gerakan ideologi atau agama dan gerakan politik.
“Nah gerakan transnasional itu gerakan politik,” paparnya.
Gerakan politik itu, kata Wahyudi, fungsinya mengadu domba, memecah belah, menghancur leburkan Republik ini.
“Kita coba sekarang bagaimana konflik Palestina dan Israel dijadikan komoditas politik,” ujarnya.
Wahyudi Adisiswanto: Bangsa Indonesia Korban
Adanya konflik Palestina Israel, menurut Penjabat Bupati Pidie itu, memunculkan stigma bahwa yang mendukung Palestina adalah mereka yang sudah punya kapling surga.
“Begitupun sebaliknya, yang tidak mendukung mereka sudah dianggap sudah tidak islami lagi,” katanya.
Wahyudi memandang bahwa ummat Islam di Indonesia telah menjadi korban, opini yang dengan sengaja dikembangkan untuk memecah belah ummat Islam.
“Jadi kita harus pahami dulu, bahwa di Israel terdapat tiga gerakan intelijen,” katanya.
Dalam konteks intelijen, kata Wahyudi, di Indonesia memiliki fungsi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.
“Berbeda halnya dengan di Israel, ada yang namanya Aman, yang sebenarnya merupakan himpunan dari dinas rahasia , yang berfungsi melakukan penyelidikan, untuk kemudian diolah ,” paparnya.
Selain itu, kata Wahyudi ada yang namanya Mozart, yang berfungsi sebagai penggalangan, lebih banyak bergerak di luar negeri.
“Ada juga yang namanya Saba, yang berfungsi sebagai pengaman, menkonter semua gerakan yang melawan Israel,” ujarnya.
Di dalam Mozart, kata Wahyudi terdapat bagian namanya Mustariben, yang sangat berbahaya, bisa menyusup ke kubu Palestina.
“Dia mempengaruhi orang Palestina, bahkan ke kubu Hamas, untuk melakukan serangan kepada Israel, yang kemudian menyebabkan Israel melakukan perlawanan,” ujarnya.
Kembali Kepada Adat dan Budaya Bangsa
Alumnus Universitas Jember tahun 1984 itu, memandang bahwa bangsa Indonesia sudah menjadi korban, opini yang dengan sengaja dibuat oleh gerakan Mustariben.
“Untuk itu kita harus kembali, kepada nilai – nilai adat budaya kita sendiri,” tegasnya.
Intelijen senior BIN itu menyitir pikiran Bung Karno, bahwa sesungguhnya UUD 1945 dan Pancasila itu digali dari nilai – nilai luhur adat budaya bangsa.
Untuk melihat adanya gerakan radikalisme, kata Wahyudi dapat dilihat dari penolakannya terhadap nasionalisme dan demokrasi.
“Jadi gampang saja, mereka (gerakan radikalisme) itu menolak nasionalisme dan demokrasi, nasionalisme itu ada di sila ketiga dan demokrasi itu ada di sila ke empat,” katanya.
Diujung perbincangannya, Wahyudi mengingatkan, pada tahun 2016, adanya gerakan 2500 Mahasiswa yang mendeklarasikan gerakan Khilafah Islamiah.
“Mereka mahasiswa terbaik, yang disebarkan menjadi guru guru ngaji, dan itu berbahaya kalau dibiarkan,” tutupnya. (Gilang)