16.5 C
East Java

Tapak Tilas Perjuangan Agraria Masyarakat Desa Mulyorejo 

Berita Populer

Loading

Jember, Jempolindo.id Menelusuri Perjuangan Agraria masyarakat Desa Mulyorejo Kecamatan Silo Kabupaten Jember, dalam mendapatkan hak atas tanah yang dikelolanya memang mengasyikkan, sekaligus cukup memacu adrenalin.

Siang itu (Rabu, 15/01/2025) tim Jempolindo.id mencoba kembali menelusuri kisah semasa bersama-sama mendampingi perjuangan masyarakat Desa Mulyorejo mendapatkan hak – hak nya.

Memasuki kawasan seluas lebih 8000 hektar itu, terasa ada banyak yang sudah berubah, jalan utama yang dulunya masih berbatu, kini sudah mulai beraspal.

Suasana hutan yang dulu era tahun 2000-an, tampak gundul akibat pembalakan liar, kini mulai tampak pulih kembali.

Meski, masih ada jalan yang berupa tanah, bebatuan, yang cukup terjal. Beruntung, cuaca tidak hujan, sehingga tidak terlalu sulit sampai ditujuan.

Sesampai di rumah Asirudin alias Pak Linggar, seorang tokoh pejuang agraria, yang tinggal di dusun Baban Timur Desa Mulyorejo, kami disambut tuan rumah dengan beberapa warga yang sudah menunggu.

“Memang sengaja, saya ajak kerumah ini saja, biar tahu seperti jalannya,” kata Pak Linggar.

Kami saling bertegur sapa, kembali mengenang kisah panjang perjuangan selama berusaha mendapatkan hak mengelola lahan di Desa Mulyorejo, yang penuh dengan tantangan.

“Sekarang, situasinya sudah jauh lebih baik, dibanding dengan tahun 2000 an. Warga sudah lebih tenang dan damai,” katanya.

Sambil menikmati kopi dan hidangan yang sudah disediakan, Pak Linggar menceritakan kembali, riwayat konflik agraria di Desa Mulyorejo.

“Dulu, ada yang klaim dari pewaris Victor Clements Boon, seorang berwarga negara Belanda, yang mengelola lahan di Baban ini, pada tahun 1930 an,” katanya.

Penguasaan Victor yang beristri Kartini Warga Mangli Jember itu, berbarengan dengan era penguasaan penjajahan Belanda.

“Orang yang mengklaim ahli waris itu mengaku punya bukti bukti, yang ingin memperpanjang HGU nya,” ujar Pak Linggar.

Setelah, pergantian kekuasaan dari Belanda kepada Penjajahan Jepang, hingga era kemerdekaan, lahan di kawasan Baban Silosanen, telah ditinggalkan oleh pengelola yang orang Belanda itu.

“Sedangkan para pekerja ditinggalkan begitu saja, hingga harus bertahan hidup dengan merawat lahan yang terlantar,” katanya.

Era terjadinya nasionalisasi, semua bekas kekuasaan penjajahan Belanda, dikuasai Negara Republik Indonesia, yang sebagian menjadi HGU PTPN XII dan sebagian berada dibawah HGU Perum Perhutani.

“Sebagian lagi, sekitar 1174 hektar telah terbit sertifikat hak milik, pada tahun 1984,” ujarnya.

Era Reformasi, para pejuang tanah Desa Mulyorejo, terus mendesak untuk mendapatkan kepastian hukum, atas lahan yang telah dikelolanya secara turun temurun.

Sementara, pihak Perum Perhutani KPH Jember juga berupaya bertahan, sehingga konflik dengan Warga tak terbendung.

Tak sedikit warga yang menjadi korban, harus berhadapan dengan hukum. Mereka dijebloskan ke penjara, dengan dalih telah melakukan perusakan tanaman di kawasan yang di klaim milik Perum Perhutani.

“Termasuk istri saya ini, juga sempat menjalani proses peradilan di Pengadilan Negeri Jember,” ujarnya.

Pengajuan permohonan redistribusi tanah seluas 2620 hektar, yang sudah dilakukan sejak tahun 1997, kemudian mendapatkan tanggapan dari BPN Kabupaten Jember, pada tahun 2022.

“Pak Akhyar Tarfi (Kepala BPN/ATR Kabupaten Jember, bersama KH Syaifulrijal (Gus Syef) saat itu telah berkunjung ke desa kami,” katanya.

Menurut Asirudin, perjuangan rakyat bersandar pada peraturan pemerintah nomor 224 Tahun 1961. Payung hukum itulah yang dijadikan patokan.

Karenanya, rakyat terus berjuang untuk mendapatkan kepastian hukum atas sejumlah tanah, yang telah puluhan tahun dikuasainya.

“Sebenarnya, sudah cukup kuat dasar payung hukumnya, agar rakyat memiliki kepastian huku, atas tanah tanah yang telah dikelolanya,” ujar Asirudin.

Pria yang akrab disapa Pak Linggar menjelaskan, kini melalui Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Jember, rakyat Mulyorejo berkesempatan mengajukan permohonan redistribusi atas tanahnya.

Setelah BPN/ATR Kabupaten Jember memberikan blanko permohonan redistribusi tanah, sesuai peta Areal Penggunaan Lain (APL) tertanggal 28 Nopember 2022.

“Maka rakyat Mulyorejo, sejak tanggal 1 desember 2022 kemarin mulai mengisi blanko itu, untuk kemudian kami serahkan kepada BPN,” ujarnya.

Sayangnya, angin segar itu, ditunggu hingga 3 tahun berselang tak kunjung ada kepastiannya.

Direntang waktu menunggu adanya kepastian, sempat ada penawaran Program Penghutanan Sosial (PS). Sayangnya, beberapa poin persyaratan kerjasama dirasa memberatkan warga, hingga warga menolak.

Tak terasa, sudah hampir 3 jam, kami ngobrol santai, waktu sudah sore. Karena takut hujan, segera kami berpamitan pulang. (Mmt)

Table of Contents
- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru