15.3 C
East Java

Suara Tuhan dalam Kotak Kardus

Loading

jempolindo.id . Bukan Karni Ilyas kalo tak bisa menyuguhkan tayangan yang seksi untuk dicermati. Kali ini ILC TV one menayangkan tema diskusinya “Kotak Suara Kardus”.
Siaran yang mempertontonkan pertengkaran akal sehat atau justru memperjelas mereka masing-masing kubu politik yang mendekat jatuh tempo pilpres mempertontonkan panggung politik menggelikan.
“suara rakyat suara Tuhan, masak suara Tuhan ditaruh dalam kardus” Pernyataan itu disampaikan Politisi Partai Demokrat Ferdinan Hutahea, sebagai sindiran atas dipergunakannya kardus ssebagai kotak suara.
Politisi Partai Nasdem Akbar Faisal yang juga anggota DPRRI Komisi 2 yang membidangi soal pemilu, menyatakan penggunaan kardus merupakan hasil keputusan DPRRI dan sudah bukan tempatnya menyoal.
Pernyataah Akbar Faisal dikoreksi Ferdinan Hutahea yang menilai pernyataan Faisal sebagai pernyataan yang mencederai demokrasi.
“Silakan saja DPR mengambil keputusan politik, tetapi tidak berarti rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak perlu mengkoreksi hasil politik dewan. Hak rakyat mengkritisi dewan,” tandas Ferdinan.
Ferdinan juga menyoal kualitas kotak kardus yang mudah terbakar, disamping pengaman kotak yang terkesan seperti main main.
“Ada apa sebenarnya dengan KPU. Pemilu kali ini kesannya seperti pemilihan main main, karena bahan kotak suaranya mainan” sindir Ferdinan.

Dr Ali Mochtar Ngabalin, lagi lagi mempertontokan argumen kekuasaan yang absolut dan tak terbantahkan. Mengedepankan sudut pandang optimisme dalam mencermati pemerintah, sambil sesekali menyisipkan ancaman khas penguasa.

“Hati hati anda bicara,” ucapan itu diulang ulang mengesankan ancamam kepada siapapun yang berada di kubu oposan.

Hampir sulit dipahami apa yang dimaksud Ngabalin dengan kalimat “Mengedukasi rakyat”, apakah mencerdaskan yang dimaksud Ngabalin seperti caranya dengan menggunakan ancaman ancaman ? Memandang penguasa sebagai kekuasaan absolut tertutup bagi ruang kritik ? Memandang oposan salah total dan hanya kekuasan bersama barisannya saja yang benar atau memandang ucapan keras hanya boleh disampaikan penguasa dan barisannya saja ? Sementara yang memilih menjadi oposan, bahkan diam tak bicara sekalipun tetap dianggap bersalah ?

Rocky Gerung menilai persoalan pemilu kali ini adalah masalah kepercayaan rakyat kepada penyelenggara pemilu. Jadi, bukan soal kotak suaranya terbuat dari kardus atau besi. Ada penolakan publik terhadap situasi pemilu yang diselenggarakan dalam suasana “kesiap siagaan”.

“Mau terbuat dari tas kresek sekalipun kalau rakyat percaya tas kresek itu akan aman tiba di tempan tujuan ya gak ada masalah. Yang mesti ada adalah kehangatan,” kata Rocky Gerung.

Anggota KPU periode 2001 – 2007 Chusnul Mar’iyah Phd membantah pernyataan Faisal Akbar yang membandingkan penggunan Kardus sebagai Kotak Suara di Jepang, menurut Chusnul di Jepang penggunaan kardus bukan untuk kotak suara, melainkan untuk bilik suara.
chusnul juga menepis tudingan Komisioner KPU periodenya korup.

Lalu Chusnul menyodorkan fakta bahwa penggunaan anggaran dijamannya justru hanya hanya 400 an milyar, lalu meningkat menjadi 5 trilyun dan kini menggelembung menjadi 7 trilyun.

” Tengok di DPR Laporan KPU 9 mei 2005,” seraya meminta kepada Faisal.

Seperti biasa, ILC disimpulkan tanpa kesimpulan oleh Budayawan Sujiwo Tejo. Senada dengan Rocky Gerung, Jiwo menilai masalah pemilu adalah masalah kepercayaan dan kepatutan.

“saya gak percaya sama politik.mau yang jadi jokowi atau prabowo bagi saya gak penting. Karena saya akan tetap menjadi saya, akan tetap hidup dan menghibur siapapun. (#)

Table of Contents
- Advertisement -spot_img

Berita Populer

- Advertisement -spot_img