Robohnya Rumoh Geudong Robohnya Dendam, Bangkitnya Masa Depan Generasi Pidie

Jempolindo, pidie, rumah geudong
PJ Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswanto, Msi, saat berada di lokasi Ruma Geudong

Loading

Sigli _ Jempolindo.idRobohnya Rumah Geudong di Kabupaten Pidie, merupakan upaya pemerintah, agar tak ada lagi dendam antara masyarakat Pidie dengan Negara. Dalam Wawancara ekslusif, Pj Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswanto menegaskan bahwa Rumah Geudong bukanlah situs bersejarah, melainkan hanyalah tempat yang akan menciptakan trauma tak berkesudahan. Jum’at (23/06/2023).

Rumah Geudong merupakan sebuah tempat yang menjadi Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) di Sektor A, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie Aceh. Pada saat masa darurat militer, menjadi tempat penyiksaan dan pembunuhan warga. Perobohan Rumah Geudong itu sudah dimulai sejak, Selasa (20/06/2023)

Terdapat setidaknya 58 kepala keluarga, 134 orang, yang mengalami trauma kecelakaan sejarah itu, yang terjadi akibat konflik antara tahun 1976 hingga 2005. Kata Wahyudi setiap kali melihat tempat ini, maka kenangan kelam itu muncul kembali dalam benaknya.

“Ini bukan situs, ini hanyalah tempat yang menimbulkan kengerian. Kalau masih dibiarkan berdiri, maka dendam ini tak akan selesai – selesai. GAM akan menyalahkan TNI, sebaliknya TNI akan menyalahkan GAM, begitu seterusnya gak akan ada habisnya,” ujar Wahyudi.

Untuk itu, kata Wahyudi, pemerintah berniat luhur  mencoba menfasilitasi keinginan warga, menyudahi trauma akibat peperangan itu, dengan cara merombak tempat yang mencekam itu, menjadi bangunan Masjid.

“Kami kan mendengar cerita warga, terutama yang melihat langsung kejadian masa lalu. setiap kali melihat tempat ini pasti menangis. Maka, dengan cara ini, kita sudahi dendam yang masih bercokol dibenak warga,” ujarnya.

Menanggapi sorottan para pegiat HAM, menurut Wahyudi prespektifnya memang bisa berbeda, bahwa penghancuran Rumah Geudong dianggap tidak berpihak pada kepentingan pembelaan HAM.

“Tidak benar itu, penyelesaian HAM bukan dengan cara memelihara trauma dendam,  yang tidak akan ada ujung pangkalnya, melainkan dengan cara yang lebih manusiawi.  Ini anggap saja, cara pemerintah meminta maaf,” tegasnya.

Pendekatan yang dilakukan pemerintah, kata Wahyudi bukanlah pendekatan politis, yang hanya bicara kalah menang, melainkan pendekatan salah benar, sehingga masing- masing akan saling memaafkan.

“Kalau pendekatannya politis, maka bicara kalah menang, dan pada saat menang akan menghalalkan segala cara,” ujarnya.

Lebih lanjut, Wahyudi menjelaskan bukti keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan itu, maka terdapat 20 kementerian yang akan terlibat langsung.

Rencananya, Presiden RI Joko Widodo akan memimpin langsung memulai pelaksanaan Rekomendasi Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaiaan Nonyudisial Pelanggaran HAM yang berat (PKPHAM), pada Selasa, 27 Juni 2023 mendatang.

“Setelah kick off yang dilakukan Presiden, masyarakat Pidie tidak hanya berhenti disitu, melainkan ada upaya pembangunan berkelanjutan, seperti misalnya pembangunan Masjid Alfalah, Waduk Tiro diteruskan. Karena kita mengharapkan masa depan generasi, bukan hanya saling menyalahkan,” tandasnya.

Namun, bukan sekedar merobohkan saja, melainkan kata Wahyudi harus ada dampak sosialnya.

“Karena untuk belajar Indonesia kita harus belajar Aceh, untuk belajar Aceh kita harus belajar Pidie. Itu yang penting,” paparnya.

Wahyudi sebenarnya merasa canggung atas dipilihnya Kabupaten Pidie, untuk menyelesaiakan Rekomendasi Penyelesaiaan Nonyudisial Pelanggaran HAM.

“Kami apresiasi juga, atas dipilihnya Kabupaten Pidie, karena memang Pidie adalah jantungnya Aceh,” tandasnya. (Gilang)

 

Table of Contents