MA Batalkan SKB 3 Menteri Ditanggapi DPP GPP

SKB 3 Menteri
Ketua DPP GPP Anton Manurung

Loading

JAKARTA – JEMPOL – Putusan MA Batalkan SKB 3 Menteri  Tentang Pakaian Seragam, Ditanggapi DPP GPP. Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila (DPP-GPP) menghormati Putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Agama (Menag): SKB Nomor 2/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemda pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

SKB 3 Menteri
Dekralari DPP GPP, sikapi putusan MA yang batalkan SKB 3 Menteri

Poin Putusan MA Tentang SKB 3 Menteri :

Seperti dikutip dari kompas.com, poin-poin dari SKB tersebut, terdapat beberapa  poin utama sebagai berikut:

  1. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berhak memilih untuk menggunakan pakaian seragam dan atribut: tanpa kekhasan agama tertentu; atau dengan kekhasan agama tertentu, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Pemerintah daerah dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga pendidik untuk memilh menggunakan pakaian seragam dan atribut sebagaimana.
  3. Dalam rangka melindungi hak peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan, mensyaratkan, mengimbau, atau melarang penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhasan agama tertentu.
  4. Pemerintah daerah dan/atau kepala sekolah sesuai dengan kewenanganannya wajib mencabut peraturan, keputusan, instruksi, kebijakan atau imbauan tertulis terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut di lingkungan sekolah yang dikeluarkan oleh kepala daerah dan/atau kepala sekolah yang bertentangan dengan SKB ini, paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal SKB ditetapkan.
  5. Dalam hal pemerintah daerah dan/atau kepala sekolah tidak melaksanakan ketentuan dalam SKB ini:

(a). pemda memberi sanksi disiplin bagi kepala sekolah, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang bersangkutan sesuai ketentuan perundang-undangan:

(b). gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memberikan sanksi kepada bupati/wali kota berupa terguran tertulis dan/atau sanksi lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan:

(c). Kemendagri: memberi sanksi pada bupati/wali kota berupa teguran tertulis dan/atau sanksi lainnya dalam hal gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak melaksanakan ketentuan.memberi sanksi pada gubernur teguran tertulis dan/atau sanksi lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan

(d). Kemendikbud memberikan sanksi pada sekolah yang bersangkutan terkait bantuan operasional sekolah dan bantuan pemerintah lainnya yang bersumber dari Kemendikbud sesuai ketentuan perundang-undangan;
(e). Kemenag: melakukan pendampingan dan penguatan pemahaman keagamaan dan praktik beragama yang moderat ke pemda dan/atau sekolah yang bersangkutan; dan dapat memberi pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d.

(f). Ketentuan dalam SKB ini dikecualikan untuk peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang beragama Islam di Provinsi Aceh, sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pemerintah Aceh.

Pokok Pikiran DPP GPP Tentang SKB 3 Menteri :

Dr Anton Manurung Ketua Umum DPP GPP menyatakan, bahwa sehubungan dengan Putusan pengabulan pembatalan SKB 3 Menteri tersebut, terkait perkara  nomor 17 P/HUM/2021, terutama dikaitkan dengan berbagai permasalahan bangsa, khususnya deideologisasi Pancasila dengan semakin tergerus nilai-nilai kebangsaan bernafas Pancasila, maka DPP GPP menyampaikan pokok-pokok pemikiran sebagai manifestasi Seruan Moral Pancasila bagi seluruh pemangku kepentingan di negeri ini.

GPP, kata Anton berpendapat, Pancasila adalah sumber dari segala sumber tertib hukum di Indonesia. Oleh karenanya, semua perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan pemerintah daerah, dan produk hukum lainnya harus bersumber kepada jiwa dan roh yang ada di dalam Pancasila.

“Produk hukum yang dibuat di Indonesia tidak boleh menafikan pesan-pesan dasar yang ada di dalam Pancasila, yaitu Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan,” katanya.

Terebih, lanjut Anton, dalam kehidupan berbangsa, Pancasila bukan hanya menjadi Dasar Negara saja, tetapi juga menjadi ideologi dan spiritualitas bangsa, rumah bersama seluruh komponen bangsa. Pancasila mengayomi kebhinnekaan dan keberagaman di Indonesia.

“Sebuah Putusan Hukum yang menafikan nilai-nilai Pancasila sebagai kekuatan yang mengayomi bangsa Indonesia hendaknya ditinjau ulang dan bahkan dibatalkan,” pintanya

Kajian GPP, menilai Basis putusan MA tersebut di atas lebih berdasarkan pertimbangan secara ‘legal formalistis’ dan mengesampingkan substansi permasalahan sebenarnya,  yang lebih mendasar yaitu mengenai keluhuran dan kearifan nilai Pancasila, wawasan kebangsaan, dan hak asasi manusia, khususnya terkait kebebasan beragama.

“Sesuai dengan hakikat otonomi daerah dalam mana mengenai hal agama merupakan kewenangan pemerintah pusat, maka kami memandang mengenai pengaturan yang menyangkut keagamaan merupakan kewenangan pemerintah (pusat) melalui Kementerian Agama RI untuk menetapkannya,” paparnya.

Demikian halnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI berkewajiban menumbuhkan dan menjaga semangat kebhinnekaan, toleransi, moderasi bergama, serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi dunia pendidikan (siswa, guru, dan tenaga kependidikan), terutama untuk mengekspresikan iman, keyakinan, dan kepercayaan di lingkungan sekolah negeri.

Untuk itu, GPP mendesak Pemerintah dan DPR agar  segera merevisi sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dijadikan dasar MA membatalkan SKB tiga Menteri tersebut.

UU yang baru harus memberi kewenangan penuh kepada pemerintah pusat untuk urusan tata kelola sekolah negeri, termasuk pengaturan penggunaan pakaian seragam, dan atribut peserta didik demi menjamin terpenuhinya hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28I, Pasal 28J dan Pasal 29 UUD Hasil Amandemen.

Oleh karenanya dalam seruan moral DPP GPP yang ditandatangani oleh Ketua Umum DPP GPP Dr Anton Manurung, dan Sekretris Jenderal Dr Bondan Kanumoyoso, patut ditelaah apakah Putusan MA di atas semakin mendekatkan bangsa ini  atau sebaliknya semakin menjauhkan dari cita-cita berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang majemuk, tetapi satu (Bhinneka Tunggal Ika), berkarakter toleransi, menerima perbedaan, adil dan makmur berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia seturut dengan cita-cita Proklamasi dan Pendiri Bangsa.

“Presiden selaku Kepala Negara hendaknya tidaklah tinggal diam atas Putusan MA yang bersifat ‘legal formalistis’ dan berpotensi mengabaikan nilai-nilai fundamental yang ada dalam Pancasila,” tegasnya.

Selebihnya, DPP GPP mendesak Pemerintah bersama DPR , secepatnya membuat Undang-Undang yang memberikan kekuasaan kepada Pemerintah Pusat untuk dapat mengambil tindakan kepada setiap penyimpangan yang dilakukan oleh sekolah-sekolah negeri dari tingkat dasar hingga menengah.

“Hal itu diperlukan, agar keluhuran dan kearifan Pancasila, keharmonisan masyarakat, bangsa, serta eksistensi dan kewibawaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga,” pungkasnya. (Wildan)