Jember _ Jempolindo.id _ Masih belum selesainya konflik Perhutanan Sosial di Desa Silo Kecamatan Silo Kabupaten Jember, membutuhkan peran Cabang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Wilayah Jember.
Baca juga: Lahannya Dibabat Perhutani Jember, Gapoktanhut Jati Jaya Silo Mengadu Ke DPRD Jember
Menurut Koordinator LSD SD Inpres (Lembaga Studi Desa Untuk Petani Studi Dialektika Indonesia Dalam Prespektif) Bambang Teguh Karyanto, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, maka Perhutanan Sosial mempertegas posisi kawasan yang dikelola Perhutani dan Masyarakat.
“Kalo sudah masuk dalam Perhutanan Sosial bisa dipastikan ada SK Pemberian Akses Kelola Perhutanan Sosial (PS) yang dikeluarkan KLHK kepada masyarakat/kelompok,” ujar Bambang, saat dikonfirmasi melalui jaringan selulernya, pada Selasa (12/09/2023) malam.
Namun pemerhati masalah Perhutanan Sosial itu mengaku belum memahami detail tugas dan kewenangan Cabang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Wilayah Jember.
“Karena masalah Perhutanan Sosial ini memang berkembang cepat,” ujarnya.
Konflik Perhutanan Sosial di Silo
Seperti konflik yang terjadi pada Gapoktanhut Jati Jaya Desa Silo, Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Diduga lahan yang berada di Petak 1 Perum.Perhutani BKPH Mayang RPH Silo, telah diserobot oleh oknum.
Peristiwa penyerobotan lahan itu, terjadi sudah sejak tahun 2022, yang hingga kini belum berhasil diselesaikan.
Menanggapi penyerobotan lahan itu, Gapoktanhut Jati Jaya, bersama 30 orang anggotamya, menggelar Aksi unjuk rasa, dengan mendatangi Kantor Cabang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Wilayah Jember,
Korlap Aksi Sutrisno, yang juga Ketua Gapoktanhut Jati Jaya Silo, meminta segera diselesaikan permasalahan lahan di Kawasan Hutan di Petak 1 BKPH Mayang RPH Silo.
“Kami meminta agar lahan Petak 1 yang pernah dikelola, di kembalikan ke Gapoktan Jati Jaya,” ujarnya.
Menurut Sutrisno, pengelolahan lahan yang disewa kepada perhutani, sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak, telah diserobot oleh pihak lain sehingga menimbulkan konflik yang berkelanjutan.
“Karena, kamu meminta agar pihak Kehutanan Provinsi Jawa Timur, memfasilitasi agar mengembalikan hak kami,” tegasnya.
Pendamping Gapoktanhut Jati Jaya Silo Eddy Susianto, menjelaskan bahwa Gapoktan Jati Jaya memiliki SK Perhutanan Sosial, dengan luas 1747 Ha, di Petak 1.
“Namun 1 tahun lalu, kami diusir tanpa menikmati hasil panen,” sergahnya.
Pasca ada pengusiran tersebut, kata Eddy, pihaknya melapor ke Muspika Silo, serta mengadu kepada DPRD Jember.
“Kami sudah hearing ke DPRD Komisi B, yang diterima oleh pak Siswono (Fraksi Gerindra) dan Pak David Handoko Seto ( Fraksi Nasdem),” ujarnya.
Namun sayangnya, kata Eddy permasalahan konflik lahan itu belum bisa diselesaikan.
“Kami meminta lakukan evaluasi kinerja, dalam mengambil data di lapangan jangan sepihak,” ujarnya.
Sebenarnya, kata Eddy, warga tidak mau tahu siapa pengurus Gapoktan, keinginan warga hanya agar lahan Petak 1 yang pernah dikelola kembalikan.
“Kami mengelola lahan sejak dikeluarkan SK dari Kementrian tahun 2019, selama ini ditanami Ketela pohon, talas, kopi. Namun sebelum keluar SK, warga juga sudah lama menggarap lahan,” katanya.
Menurut Eddy, permasalahan dipicu oleh adanya dampak Pemilihan Kepala Desa.
“Sepertinya sudah ada semacam kontrak politik, sehingga kami menjadi korban,” tandasnya.
Tanggapan Kacabdin Kehutanan Provinsi Jawa Timur Wilayah Jember
Kacabdin Kehutanan Provinsi Jawa Timur Wilayah Jember Didik Triswanto,, menjelaskan bahwa Program Perhutanan Sosial akan dilaksanakan bulan November. Untuk sementara Madiun, Nganjuk, selanjutnya di daerah Tapal kuda.
“Program ini mencakup 30 Kabupaten Kota, dengan memetakan 20 titik kurang lebih 16.000 ha, sedangkan untuk Jember sekitar 7.400 ha,” paparnya.
Menanggapi aspirasi Gapoktan Jati Jaya Desa Siko, Kacabdin Kehutanan Provinsi Jawa Timur Wilayah Jember Didik Triswanto, menjelaskan bahwa sejak mencuatnya konflik itu, sudah ada upaya mediasi, dengan mempertemukan kedua belah pihak.
“Dari hasil mediasi itu, sudah tidak ada masalah dalam kepengurusan Gapoktanhut Jati Jaya,” ujarnya.
Namun, karena masih ada permasalahan lain, maka kata Didik, pihaknya masih akan melakukan koordinasi dengan pihak Perhutani.
“Untuk itu kami, mohon kepada Gapoktan Jati Jaya Silo untuk mendata identitas Gapoktan Jati Jaya Silo,” ujarnya.
Agar masalahmya dapat terurai, kata Didik, karena memang Perhutanan Sosial, merupakan kebijakan baru, maka perlu dilakukan transformasi, sehingga semua pihak bisa memahami.
“Kami akan menata kembali, siapa yang mengelola petak lahan disana,” ujarnya.
Didik berharap agar permasalahan ini dapat diredam, sehingga tidak memperkeruh suasana.
“Kami mohon agar media juga bersedia membantu, agar permasalahan ini dapat diredam,” ujarnya. (MMT)