Jempolindo.id – Dua isu strategis tampak mengemuka saling berhadap hadapan pada Pemilihan Presiden ‘2019. Tak dapat disangkal, isu Khilafah yang melekat pada kubu Prabowo Sandi berhasil memenangkan pasangan Joko Widodo – KH Makruf Amin.
Merk Khilafah yang disandang Kubu Prabowo Sandi ditandai sangat tajam dengan bergabungnya ormas NU pada Tim Pemenangan Jokowi – Makruf Amin.
Tidak jelas siapa yang mengawali merebaknya dua isu yang sama sama laten itu.
Apakah kubu Prabowo Sandi yang mengawali isu Komunisme yang dilekatkan pada kubu Joko Widodo – Makruf Amin ?. Secara formal tentu bukan, tidak ada pernyataan terbuka dari kubu BPN Prabowo Sandi. Begitupun sebaliknya.
Mengenal sedikit Komunisme
Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan komunis internasional. Komunisme atau Marxisme adalah ideologi dasar yang umumnya digunakan oleh partai komunis di seluruh dunia. sedangkan komunis internasional merupakan racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut “Marxisme-Leninisme”.
Dalam komunisme, perubahan sosial harus dimulai dari pengambil alihan alat-alat produksi melalui peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh atau yang lebih dikenal dengan proletar (lihat: The Holy Family [7]), tetapi pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil dengan melalui perjuangan partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro.
Isu komunisme yang dimainkan Kubu Prabowo – Sandi barangkali sudah terlalu basi, telinga orang Indonesia sudah bosan mendengar isu – isu yang dinilai masih mengandung cacat sejarah.
Apalagi isu komunisme sangat dekat dengan rezim orde baru yang memainkan isu komunis untuk menekan lawan politiknya.
Rezim Orba dengan mudah memberikan stempel merah kepada warga negara yang cenderung melawan kekuasaan.
Isu PKI yang sempat dilekatkan pada Joko Widodo dengan mudah ditepis, karena memamg isu itu tak dapat dibuktikan dengan data data yang cukup. Jadilah isu itu hanyalah isu comberan yang justru menguntungkan kubu Joko widodo.
Isu PKI malah membuka ingatan publik tentang sejarah kelam orde baru, yang nyaris membungkam ruang ekpresi publik. Rakyat ditempatkan sebagai objek kekuasaan.
Khilafah identik Makar
Sejarah berkembangnya Islam di Indonesia memiliki karakter berbeda dengan Islam yang berkembang di negara lain.
Islam di Indonesia merupakan perkawinan antara syariat dan kultur. Mungkin orang mentafsirkan kultur itu sebagai bid’ah tanpa memahami bahwa jauh sebelum agama asing masuk ke wilayah nusantara sudah berkembang keyakinan monotheis.
Orang Indonesia kala itu tak bisa menerima ajaran yang mempersonifikasikan Tuhan dengan wujud fisik, seperti patung. Agama yang mengajarkan banyak Tuhan akan cendrung ditolak.
Karenanya, karakter yang lebih mudah diterima adalah ajaran yang mampu menyesuaikan dengan kepercayaan yang sudah berkembang dan hingga kini keyakinan itu masih terus hidup dan bertahan.
Itulah mengapa isu khilafah tak bisa diterima. Alam bawah sadar rakyat Indonesia akan lansung menolak ajaran yang mengandung kekerasan.
Sementara, kelompok yang mengembangkan isu Khilafah terlanjur bermerk sebagai Islam garis keras.
Kelompok Islam yang menolak Pancasila sebagai dasar Negara. Terlepas rakyat mengerti atau tidak tentang nilai nilai Pancasila, tetapi alam bawah sadarnya mengatakan bahwa Pancasila diserap dari budaya bangsa yang sudah ada sebelum agama apapun datang.
Apakah itu bisa diartikan orang Indonesia terjangkit penyakit islamphobia ?. Tentu saja memahaminya mesti memahami sejarah budaya bangsa ini.
Tuduhan itu juga tertepis, faktanya ormas Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah tumbuh subur dengan jutaan pengikutnya.
Isu khilafah sejak semula telah mengarahkan pikiran anak bangsa bahwa kelompok pengusung khilafah adalah kelompok yang anti Pancasila dan bercita cita mendirikan daulah Islamiyah yang itu berarti mengganti sendi sendi dasar bernegara alias membubarkan NKRI.
Pilpres 2019 sudah usai, setelah MK menolak gugatan kubu Prabowo Sandi dan memenangkan pasangan Joko Widodo – Makruf Amin, sudah usai pulakah pertempuran dua isu itu ? . (*)