Jember _ Jempolindo.id _ Terjadinya Kerusakan Hutan di Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember, belum jelas siapa pelakunya?.
Kerusakan Hutan itu, tepatnya berada di kawasan yang sebelumnya milik Perum Perhutani, KPH Jember, BKPH Wuluhan, RPH Puger. Sebagaiman diberitakan Jempolindo, pada Jum’at (24/11/2023)
Baca juga: Pengrusakan Kayu Tegakan di Kawasan Penghutanan Sosial Lojejer Disoal
Menanggapi terjadinya kerusakan hutan, di kawasan Perhutanan Sosial itu, Kepala Cabang Dinas Kehutanan Wilayah Jember Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Didik Triswantara, mengakui memang terjadi pengrusakan hutan di kawasan tersebut.
“Kami sudah turun ke lapangan, memang benar terjadi kerusakan hutan, hanya saja kami tidak tahu siapa pelakunya,” kata Didik, saat dijumpai diruang kerjanya, Jalan Trunojoyo Jember, pada Kamis (30/11/2023) siang.
Didik menegaskan, bahwa kerusakan hutan, di kawasan pemegang ijin Perhutanan Sosial, tidak bisa dibenarkan.
“Karena tindakan itu melanggar komitmen yang tertuang dalam perjanjian,” jelasnya.
Prinsipnya, kata Didik, Perhutanan Sosial merupakan upaya, agar masyarakat memiliki akses untuk mengelola hutan, dengan turut serta menjaga kelestarian hutan.
“Jadi tidak boleh ada alih fungsi hutan,” katamya.
Pemegang hak, kata Didik, hanya diperkenankan mengelola kawasan hutan, tanpa melakukan pengrusakan, dengan perjanjian berlaku selama 35 tahun.
“Skema pemanfaatannya beragam, diantaranya masyarakat boleh memanfaatkan tanaman tumpangsari, jika tanaman pokoknya masih kecil. Masyarakat juga dianjurkan menanam pohon semacam buah buahan dan pohon yang tidak mudah tumbuh,” paparnya.
Untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan hutan berkelanjutan, Didik mengatakan dalam waktu dekat akan segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat pemegang hak.
“Kami akan melakukan sosialisasi bersama Perum Perhutani KPH Jember dan masyarakat pemegang hak,” ujar Didik.
Kerusakan Hutan Tanggung Jawab Pemegang Hak
Lebih lanjut, Didik menjelaskan, Dua kelompok pemegang hak Pengelolaan Perhutanan Sosial, di Kecamatan Wuluhan, diantaranya Gapoktanhut Jagadita dan Kelompok Tani Hutan (KTH) Wayangan.
Gapoktanhut Jaga Dita , yang berada di Desa Lojejer, Kecamatan Hutan mendapatkan hak pengelolaan Hutan seluas 930 haktar, yang terbagi menjadi
Hutan lindung 727 ha dan hutan produksi 203 ha
“Sedangkan KTH (Kelompok Tani Hutan) Watangan mengelola hutan selias 496 Ha,” kata Didik
Di Kabupaten Jember, kata Didik terdapat 22 pemegang SK Persetujuan Sosial, diantaranya masuk dalam KULINKK sebanyak 20 Kelompok dan 2 skema HKM (Hutan Kemasyarakatan).
“Seharusnya, pada bulan November 2023, sudah diagendakan bertransformasi menjadi KHDPK. Namun hingga sekarang, masih belum ada petunjuk lebih lanjut,” ujarnya.
Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), menurut Didik merupakan kawasan hutan produksi dan hutan lindung, yang pengelolaannya tidak dilimpahkan ke BUMN.
“Jadi sekarang, Hutan Produksi (HP) dan Hutan Lindung ( HL) tidak semua dilmpahkan kepada Perum Perhutani,” katanya.
Biasanya, kata Didik, HP dan HL yang berkonflik, kemudian oleh Perum Perhutani diusulkan menjadi kawasan Perhutanan Sosial.
“Tetapi assetnya, berupa kayu, masih milik Perum Perhutani,” ujarnya.
Karenanya, kata Didik, jika terjadi kerusakan hutan maka pemegang ijin dan perhutani yang seharusnya bertanggung jawab.
“Sementara kami (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur) hanya bertindak selaku pembina dan fasilitator saja, tidak bisa intervensi,” ujarnya.
Kecuali konfliknya sudah tidak bisa ditanggulangi lagi, kata Didik, menjadi kewajiban Pemerintah, dalam hal ini Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, harus turun tangan.
“Mau tidak mau, pemerintah harus hadir,” tegasnya.
Terkait dengan keberadaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), menurut Didik, LMDH tidak bisa serta merta mengelola hutan. Namun, bisa membentuk lembaga usaha yang berbadan hukum, seperti Koperasi.
“Istilahnya Kemitraan Kehutanan Perhutani Produktif, Penang jawabnya Perhutani,” ujarnya.
Agar program itu bisa berjalan sesuai harapan, kata Didik diperlukan kebersamaan semua stakeholder.
“Kami juga butuh, kerjasama dengan media, agar masyarakat bisa melakukan pengelolaan sesuai kebutuhan,” ucapnya. (MMT)