22 C
East Java

GMNI FIB Unej Sikapi  Hari Anti Tembakau Sedunia Di Masa Pandemi Covid-19

Oleh : Alfian Anggi Darmawan *)

Jember_Jempol. Sejak pandemi virus corona (Covid-19) menyerang seluruh dunia, dampak yang ditimbulkan bukan hanya persoalan kesehatan semata, tetapi juga berdampak pada perekonomian global dari masing-masing negara.

Dana Moneter Internasional (IMF) telah memprediksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2020 menjadi negatif. Dampak ekonomi akibat Covid-19 ini sudah mulai dirasakan Indonesia.

Meski memang sebelum Covid-19 melanda, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan. Ketika Covid-19 melanda sampai dengan hari ini, berdampak kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sudah mulai lebih rendah.

Dengan terpuruknya perekonomian, tentu akan ada kekhawatiran datangnya badai krisis ekonomi. Dampak dari badai krisis ekonomi sangatlah mengerikan, bukan hanya pertumbuhan ekonomi saja yang terpuruk, tapi juga tumbangnya sektor produksi yang akan memukul sektor ketenagakerjaan.

Ditambah dengan kondisi daya beli masyarakat yang terjun bebas serta krisis ekonomi yang dapat memicu terganggunya stabilitas nasional.

perekonomian Indonesia sedang diuji oleh penyebaran wabah covid-19  yang memukul banyak sektor khususnya pertembakauan nasional.

Setelah menghadapi kenaikan drastis Harga Jual Eceran (HJE) dan Cukai Hasil Tembakau (CHT) di awal tahun 2020, produktivitas pabrikan di beberapa kota sentra tembakau yang menurun, serta berkurangnya daya beli masyarakat di tengah situasi ini tentu mengguncang banyak pabrikan khususnya pabrikan kecil dan menengah.

Apalagi dampak ini diprediksi baru dapat pulih bertahap pada tahun 2021, tentu akan mengganggu kesejahteraan dari masyarakat tembakau dari hulu hingga ke hilir.

Nasib masyarakat tembakau tak berhenti disitu saja,  tanggal 31 mei biasa diperingati sebagai hari tanpa tembakau sedunia. Gerakan ini dipelopori oleh Majelis Kesehatan Dunia atau WHO (Word Health Organization) sejak 1998.

WHO menyerukan kepada seluruh negara anggotanya untuk merayakan hari tanpa tembakau (Word No Tobacco Day). Maneuver gerakan anti tembakau mengkreasi dan memprovokasi untuk menuntut tidak merokok pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia.

Bukan hanya berhenti disitu, perusahaan-perusahaan kapitalistik global sering memprogandakan dan mengkambinghitamkan masyarakat tembakau.

Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Insentif Daerah (DID) dalam rangka Penanggulangan corona virus disease 2019 (Covid-19).

PMK 19/2020 yang mulai berlaku sejak diundangkan pada 16 Maret 2020 ini berlaku sampai dengan September 2020. Dalam klausul PMK tersebut, dinyatakan bahwa DBH cukai hasil tembakau (CHT) bisa dialokasikan untuk bidang Kesehatan sesuai dengan yang diatur dalam PMK nomor 7 tahun 2020 tentang penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBH CHT yang dapat digunakan untuk penanggulangan virus corona.

Langkah pemerintah yang mengalokasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk penanggulangan Corona sangat bagus.

Pasalnya, tujuannya untuk kesehatan dan menstabilkan perekonomian rakyat Indonesia. Menelisik lebih jauh lagi tentang pertembakauan nasional, dampak pandemi covid-19 tidak dialami oleh Industri Hasil Tembakau saja, namun bagi seluruh pemangku kepentingan pada sektor tembakau dari hulu ke hilir.

Maka dari itu, pemerintah perlu memberikan stimulus agar mampu menyelamatkan pertembakauan di Indonesia yang sudah terbukti memberikan sumbangsih terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan penangangan covid-19.

Sejumlah pabrik rokok skala kecil-menengah sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena terkena imbas harga cukai rokok yang melambung di awal tahun 2020.

Hal itu mengakibatkan banyak perusahaan mengambil langkah efisien sebagai upaya untuk bertahan dengan cara menurunkan angka produksi.

Nasib buruh industri sangat lah mengerikan ditambah lagi dengan adanya dampak covid 19 yang membuat nasib buruh industri tembakau semakin tidak jelas.

Dampak covid-19 dalam sektor tembakau juga dirasakan oleh kota kota sentra tembakau tak terkecuali di Kabupaten Jember. Pada tahun 2019 alokasi DBHCHT paling tinggi adalah Jawa Timur dengan jumlah Rp 1,6 Triliun dan untuk petani tembakau di Kabupaten Jember, sebagian DBHCHT di peruntukkan dalam alat mesin pertanian tetapi pada pendistribusiannya tidak sampai pada akar rumput sampai sekarang.

Padahal alat pertanian tersebut penting untuk menghasilkan mutu hasil tembakau bagi para petani. Penderitaan para petani tembakau terus berlanjut di tahun 2020, dengan adanya kenaikan tarif cukai rokok yang jelas akan berimbas kepada para petani tembakau jember karena  menurunnya harga jual tembakau di tingkat petani, hal tersebut dikarenakan, jika cukai rokok naik maka biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan rokok juga ikut naik.

Untuk menekan biaya produksi maka perusahaan rokok akan berpotensi membeli bahan produksi yaitu tembakau dengan harga murah. Permasalahan kenaikan tarif cukai rokok belum selesai, ditambah lagi dengan adanya wabah covid-19 yang juga makin memperparah nasib petani tembakau jember.

Dengan adanya wabah impor ini, Pemerintah Kabupaten Jember mengalokasikan anggaran hingga mencapai Rp 479,4 Miliar. Sumber anggaran tersebut salah satunya dari DBHCHT kabupaten jember yang dialihkan ke penanganan covid-19 karena ada kebijakan dari Menteri Keuangan tentang Refocusing Anggaran.

Tetapi bantuan DBHCHT di tahun 2020 lagi-lagi tak kunjung dirasakan oleh para petani tembakau jember yang sampai saat ini juga terdampak virus covid-19 karena pabrik rokok membatasi pemasokkan tembakau dan ada pelarangan ekspor yang tentu akan memperparah nasib pertembakauan dari hulu hingga hilir.

Bukan hanya petani yang terkena imbas, salah satunya juga buruh industri tembakau yang hanya digaji perhari sesuai dengan permintaan pasar yang semakin melemah. Maka dari itu pemerintah kabupaten jember segera mengkaji ulang anggaran terhadap penanganan covid-19 agar mampu dirasakan oleh masyarakat secara kolektif terutama pada para petani tembakau.

Karena dinilai pemerintah hanya meraup keuntungan saja tanpa memikirkan nasib pertembakauan secara nasional maka perlu adanya produk kebijakan yang mampu melindungi masyakat yang bergantung pada sektor tembakau dari hulu hingga hilir.

Agar melindungi eksistensi tembakau nasional.Perlu diketahui bahwa anggaran penanganan virus covid 19 di kabupaten jember tertinggi kedua secara nasional tetapi realitanya pada tanggal 7 Juni 2020, 60 orang positif covid-19, 185 pasien dalam pengawasan, 1.281 orang dalam pemantauan dan 36.453 orang dalam resiko.

Ini mencerminkan ketidakseriusan pemerintah kabupaten jember dalam mengatasi atau menangani virus-19.
Atas dasar itu kami Dewan Pengurus Komisariat (DPK) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fakultas Ilmu Budaya (FIB)-UNEJ Cabang Jember menyatakan sikap sebagai berikut :

  1. Menolak kebijakan kenaikan tarif cukai rokok tahun 2020
  2. Mendesak kepada DPR RI untuk segera mengesahkan RUU pertembakauan
  3. Meminta kepada Pemerintah Kabupaten Jember untuk transparan dalam pengalokasian DBHCHT
  4. Meminta kepada Pemerintah Kabupaten Jember untuk memperhatikan nasib masyarakat yang bergantung pada sektor pertembakauan di masa pandemi covid-19.
  5. Meminta pemerintah daerah untuk mengalokasikan DBHCHT secara sistematis kepada masyarakat yang bergantung pada sektor pertembakauan.

    *) Penulis adalah Ketua Komisaris DPK GMNI FIB-UNEJ Cabang Jember

Table of Contents
- Advertisement -spot_img

Berita Populer

- Advertisement -spot_img