JEMBER – JEMPOLINDO.ID – Praktek Rasuah di Lapas Kelas II Kabupaten Jember, terus menyeruak. Bermula dari indikasi dugaan jual beli fasilitas bagi narapidana oleh oknum-oknum petugas di Lapas Jember, Direktur Eksekutif Indonesian Club Gigih Guntoro, melalui siaran persnya tertanggal 5 Juli 2021, mendesak agar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhumkam) membonngkar praktek kejahatan itu.
Baca Juga : Kendalikan Peredaran Sabu Dari Lapas Jember, Kurir Tertangkap
Gigih mengaku telah telah melakukan pengamatan tentang dugaan penyimpangan perilaku pejabat Lapas Jember sejak tahun 2016. “Kami menemukan di banyak tempat dan tidak hanya di Jember. Kemarin kami juga bongkar kasus Medaeng sama Tangerang. Efek jeranya juga ada itu, sampai ada pemecatan pegawai setempat” ujarnya kepada wawrtawan, melalui saluran telepon pada Rabu, 14 Juli 2021.
Tentang Jember, Gigih menilai praktek rasuah yang terjadi di Lapas Jember, sebenarnya cukup mudah dibuktikan. Meski, praktek yang dilakukan pejabat lapas itu terkesan aneh.
“Anehnya terkait asimilasi insidentil. Karena tidak ada aturan resmi yang membolehkan asimilasi insidentil itu. Asimilasi itu kan harus ada wewenang dari pusat” terangnya.
Dari informasi tersebut, Gigih kemudian melakukan penelusuran lebih dalam. “Kita bedah lagi, siapa napinya, kemudian perilakunya, apa yang diberikan. Sementara napi-napi lain tidak diberikan (fasilitas) soal itu” sambungnya.
Gigih menyayangkan, saat negara sedang menghadapi Pandemi Covid -19, masih ada praktek kotor yang dilakukan secara sistematis dari level rendah hingga pimpinan tinggi, atas penyalahgunaan wewenang yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
“Bahwa praktek semacam ini sebenarnya sudah lama terjadi dan seolah sengaja dipelihara sebagai mata air pendapatan para pejabatnya. Salah satunya terjadi di lingkup Lembaga Pemasyarakatan kelas II Jember,” sergahnya.
Temuan Indonesian Club, kata Gigih, adanya perlakuan khusus dari jajaran pimpinan Lapas II Jember terhadap beberapa Napi. Praktek ini semacam supply and demand yang saling menguntungkan antara Napi dan tentunya para Pejabat khususnya Kalapas, dimana lapas sebagai hilir penegakan hukum justru telah memproduksi kejahatan baru.
“Berdasarkan investigasi yang kami lakukan secara mandiri, kami menemukan beberapa modus kejahatan berdasarkan UU Tipikor yang mengarah pada praktek memperkaya diri dan atau kelompoknya,” ungkapnya.
Hasil telisik Indonesian Club, lanjut Gigih, diantaranya terbitnya SK TPP memberikan perlakuan khusus terhadap Napi ASM dengan istilah “Asimilasi Insidentil”, yang memberikan kebebasan unt keluar Lapas setiap saat.
Dasar hukum Permen 35/2018 tentang Revitaliasai Pemasyrakatan, dan terkesan sangat subyektif. Padahal didalam Lapas Kelas II Jember terdapat sekitar 800 Napi dan belum ada yang mendapatkan Asimiliasi Insidentil kecuali Napi ASM.
Menurut data Indonesia Club, bahwa Napi ASM keluar Lapas pada :
- Tanggal 30 januari 2021,
- Tanggal 11 Februari,
- Tanggal 4 Maret
- Tanggal 16 Maret
- Tanggal 19 Maret,
- Tanggal 11 April.
Prosedur itu, kata Gigih, dilakukan secara normal dengan pengawalan khusus dari petugas Lapas (AC + HK). Padahal Napi ASM belum menjalani 2/3 masa hukuman dari 6 Tahun vonis karena baru masuk tahanan pada 15 Juli 2020.
“Kami menduga ada barter kepentingan transaksional antara napi ASM dan para pejabat Lapas Kelas II Jember,” imbuhnya.
Indonesian Club, juga menemukan adanya dugaan korupsi,diantaranya :
- Renovasi Aula dan Dapur pada tahun 2021. Modus yang dilakukan adalah biaya pembangunan dibebankan ke Napi ASM. Sementara Nota pembelian material dilaporkan dan dicairkan ke PPK (B) dan dana pencairan diberikan oknum Kalapas (YS). Pejabat lapas melakukan pemerasan terhadap Napi tersebut.
- Pengelolaan Kantin yang dikelola pihak ketiga (APB) sarat kepentingan bisnis oknum pejabatnya. Dimana pimpinan APB memiliki relasi kekeluargaan dengan salah satu pejabatnya (DF). Patut diduga bahwa pemilik APB yang sebenarnya adalah DF. Modusnya adalah setiap Napi wajib melakukan deposit berkisar antara 500 rb – 1 juta yang digunakan unt membeli keperluan sehari-hari.
- Dugaan Pungli dalam program Sarana Asimilasi dan Edukasi terhadap Napi (HAM) dimana Napi tersebut harus membayar sekitar 25 juta agar dapat dikeluarkan ke Lapas Terbuka sebagai program Asimilasi Covid.
“Berdasarkan fakta diatas tentu kami meminta Inspektorat Jendral Kementrian Hukum dan Ham untuk turun langsung melakukan investigasi secara menyeluruh membongkar praktek korup yang melibatkan jajaran level bawah hingga Kalapasnya,” tandasnya.
Tentu yang terpenting, menurutnya adalah melakukan penegakan hukum dan pemberian sanksi yang tegas kepada siapun yang terlibat berdasarkan undang-undang yang berlaku.
“Tanpa penegakan hukum yang memiliki efek jera, maka praktek korup semacam ini tidak akan pernah hilang dari Lapas,” pungkasnya.(*)