Fenomena Habib Rizik adalah Ujian Umat Islam dan Warga Negara

Loading

Mengikuti berita tentang sosok fenomenal Habib Muhammad Riziq Sihab, bagi saya yang orang Islam tradisional sungguh agak rumit.

Satu sisi, doktrin kepatuhan kepada duriyat Rasul hampir merupakan pesan orang tua kami yang susah dilawan. Kami tak bisa menyampaikan dalil agama dalam tulisan ini, selain dalil doktrin, karena kami memang bukan ahlinya. Kalau pun dipaksakan mencomot semaunya bisa saja, tetapi sebaiknya menghindari kesalahan ilmiah.

Sisi lain, sikap HRS yang seringkali memang susah dipahami dari kacamata awam. Ucapannya keras dan terdengar gak nyaman, terutama bagi kami orang Jawa, yang tak terbiasa dengan kalimat caci maki.

Tambahan, kasus percakapan ngeres HRS dengan perempuan bernama Fiirza Husen, sungguh tak nyaman diceritakan. Atau sebaiknya kami seolah olah tak mendengarnya.

Kasus itu membuat HRS harus “lari” ke Arab Saudi, seperti menghindari segala tuduhan yang menimpanya.

Selama 3,5 tahun beranda media sosial seperti tak pernah berhenti berceloteh tentang HRS.

Hingga kepulangannya yang mengundang kontroversi. Pemerintah juga menyikapi kepulangan HRS dengan sikap yang kurang arif, cendrung mengembangkan opini agitatif.

Awalnya meremehkan, seolah HRS tak punya pendukung militan. Opini yang dikembangkan pemerintah, seperti yang dilontarkan Menkopolhukam Mahfud MD malah mengundang ribuan pendukung HRS bergerak menjemput kedatangan HRS di bandara.

Begitu tahu massa pendukung HRS yang ribuan jumlahnya, pemerintah sepertinya tak berhenti melakukan reaksi yang malah berlebihan.

Konyolnya, HRS juga terus melancarkan serangan terhadap pemerintah, dengan mengumpulkan masa. HRS berceramah saat peringatan Maulid Nabi, peringatan Maulidnya benar, hanya saja isi ceramahnya bisa jadi membuat telinga pemerintah gatal.

Terlebih, HRS masih melanjutkan kegiatannya yang seolah tak bosan – bosannya menggoda pemerintah, dengan perayaan pernikahan putranya.

Atas perayaan pernikahan putranya, HRS terjerat pelanggaran UU bersama lima orang lainnya dengan ancaman lima tahun penjara.

Pemerintah sepertinya nervous dengan melakukan serangkaian tindakan yang berlebihan. Kasus terbunuhnya pengikut HRS, apapun kejadiannya, tetapi bisa dipahami sebagai tindakan berlebihan yang diterjemahkan gagal membangun komunikasi dengan kelompok FPI.

Tentu saja Polisi membela diri dengan mengemukan narasi bahwa FPI menyerang terlebih dulu, dan diduga anggota FPI membawa senjata tajam dan senjata api.

Keributan FPI versus pemerintah ini bergulir terus, seolah tak bisa dihentikan. Menjadi ujian berat bagi rakyat Indonesia.

Keberadaan HRS membangun perdebatan ruang publik yang bisa jadi sumber konflik antar anak bangsa.

Unggahan medsos, dari yang anti HRS menjadikan materi HRS sebagai sumber opini yang membangun kebencian kepada ummat Islam. Potensi konflik juga bisa terjadi diantara ummat Islam sendiri yang berbeda pandangan pendukung FPI.

Bahkan ketika saya menulis sekalipun, ada terbersit kemungkinan diserang dari dua kubu, baik oleh pendukung HRS maupun yang anti HRS.

Sungguh HRS telah menjadi ujian berat bagi bangsa ini. (#)

 

Table of Contents