BANYUWANGI – JEMPOL – Diduga Persekongkolan Jahat di PA Banyuwangi, menyebabkan Fittiya Aprialin, yang semula sebagai penggguat atas tanah miliknya, kini beralih status menjadi tergugat.
Baca Juga : Tangani Sengketa Waris Ketua Paniteria Pengadilan Agama Banyuwangi Diduga Bersekongkol
Padahal, menurut penuturan perempuan malang itu,pihaknya telah beritikad baik untuk membayar hutang sebesar Rp. 958 juta, malah berbalik menjadi pemaksaaan eksekusi atas tanah miliknya, senilai 4,5 Milyar.
Berdasarkan penuturan Fittiya, melalui Pengadilan Agama Banyuwangi, pada tahun 2019, pihaknya telah mengajukan sebagai pihak Pemohon eksekusi. permohonan eksekusi yang diajukan tidak berbuah manis, kini posisinya malah berbalik menjadi termohon eksekusi, dan terancam kehilangan tanahnya, yang jika dijual keseluruhan mencapai Rp. 4.500.000.000,- (empat milyar lima ratus juta rupiah).
Kok bisa ? Bisalah, pada bulan Maret 2019 Fiftiya Aprialin dan keluarga membawa uang sebesar Rp. 958.000.000,- ke pengadilan Agama Banyuwangi untuk dibayarkan pada Galih Subowo, dihadapan Ketua Panitera Subandi dan wakil ketua pengadilan Agama Banyuwangi, tapi pihaknya oleh Panitera diminta untuk menandatangani surat pencabutan Blokir sertifikat, dengan dalih untuk membuka blokir dan mengambil sertifikat untuk diserahkan pada Fiftiya Aprialin.
“Saya percaya saja, soalnya yang memerintahkan panitera, jadi keluarga kami percaya saja,” tuturnya.
Dalam rentang waktu cukup lama, harapannya pupus, karena Galih Subowo tidak pernah hadir menyerahkan sertifikat. Sedangkan uang yang akan rencananya akan dibayarkan juga tidak diambil oleh Galih Subowo.
“Segala upaya sudah kami dilakukan, bahkan ternyata permohonan eksekusi kami ditolak oleh pengadilan Agama, padahal kami sudah beritikad baik,” keluhnya.
Namun, tak disangka pada bulan Juli 2020, Fiftiya Aprialin berubah posisi, bukan lagi sebagai pemohon tapi sebagai termohon eksekusi, yang diajukan oleh Galih Subowo. Anehnya, begitu mudahnya PA menerima permohonan eksekusi tersebut.
“Atas penetapan eksekusi itu, kami tidak menyerah, kami melakukan perlawanan Eksekusi melalui pengadilan agama Banyuwangi,” tegasnya.
Sedangkan, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya memutuskan Fittiya kalah, dengan putusan menyatakan pihaknya bukan pelawan eksekusi yang beritikad baik.
Fittiya, terus berupaya mencari keadilan dengan mengajukan Kasasi. Ketika, masih dalam tahapan pengajuan kasasi, tak menyangka Panitera Pengadilan Agama Banyuwangi telah mengeluarkan Penetapan tanggal Eksekusi pada tanggal 08 Juni 2021.
Saat dikonfirmasi, Fiftiya Aprialin mengatakan bahwa dia beritikad baik. Menurutnya, pihaknya menyimpan rekaman pembicaraan waktu dalam ruangan wakil ketua pengadilan Agama, bahwa pihaknya membawa uang dan wakil ketua pengadilan agama menyampaikan nasehatnya agar menyelesaikan proses serah terima hutang dan sertifikat.
“saya waktu itu percaya sama pak panitera yang bilang agar kami menandatangani surat pencabutan Blokir agar sertifikat bisa diambil dari BPN, tapi ternyata surat tersebut malah dibuat untuk melanjutkan proses peralihan hak tanah oleh Galih Subowo, kami merasa dibohongi oleh Panitera Pengadilan Agama Banyuwangi Bapak Subandi ,“ keluhnya.
Fittinya menyesalkan, bahwa sudah ada keputusan Pengadilan Agama banyuwangi, yang menetapkan tanggal 08 Juni 2021 akan mengeksekusi tanah miliknya. Padahal, perlawanan Eksekusi masih dalam proses Kasasi.
“Ini sangat menciderai Hukum,” sergahnya.
Sampai berita ini diterbitkan, ketua panitera pengadilan agama Banyuwangi belum berhasil dikonfirmasi terkait kebenaran kabar pelaksanaan eksekusi yang akan dilaksanakan. (BH)