19.5 C
East Java

Benarkah Bupati Jember Makar Terhadap Pemerintah Pusat ?

Jember_ Jempol. Barangkali terlalu dini menuding Bupati Jember dr Faida MMR telah melakukan upaya Makar alias melawan regulasi yang sudah ditetapkan pemerintah pusat. Sepenuhnya Panitias Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Jember  akan membuktikannya melalui kewenangan penyelidikannya yang mendalam.

Hak Angket bermula dari sikap Bupati Jember dr Faida MMR yang tampaknya bersikukuh tidak hadir saat Rapat Paripurna Hak Interpelasi DPRD Jember terkait teguran Mendagri yang ditindak lanjuti dengan teguran Gubernur Jawa Timur atas keteledoran Bupati Jember  mengambil kebijakan  tentang  Susunan Organisasi dan Tata Kelola ( SOTK ) Pemerintahan Kabupaten Jember.

Surat teguran Mendagri itu diawali dengan hasil Pemeriksaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang memutuskan bahwa sejumlah pengangkatan dan pemberhentian pejabat Pemkab Jember telah menyalahi aturan.

Keteledoran Bupati Jember berdampak hilangnya kesempatan ratusan warga Jember untuk ikut penjaringan CPNS tahun 2019.

Saat DPRD Jember mengambil sikap meningkatkan status Hak Interpelasi menjadi Hak Angket, Bupati Faida berupaya melantik sejumlah pejabat, Jum’at (3/1/2020). Sebuah upaya yang seolah mengesankan Bupati Jember berusaha mematuhi keputusan Mendagri.

Sialnya, banyak kalangan justru menilai tindakan Bupati Faida merupakan  bentuk penyesatan informasi kepada semua pihak yang berkepentingan dan juga makar kepada Pemerintah Pusat, dengan seolah telah memenuhi ketentuan dan menindaklanjuti rekomendasi Mendagri, padahal justru membuat pelanggaran baru dan berulang terhadap ketentuan yang sama.

Penetapan KSOTK baru dan pelantikan pejabat yang dilakukan Bupati Faida  baru lalu, justru makin menjustifikasi dugaan kesengajaannya telah berbuat Makar terhadap pemerintah, sebagaimana tertuang dalam penilaian berikut :

  1. Perbup KSOTK 2016 yang  masih  berlaku dan tidak  pernah secara  sah dicabut dapat  memicu konflik baru terkait penetapan APBD. Bupati berupaya mengebiri fungsi kontrol DPRD,  terkait  penggunaan APBD yang diduga ada  upaya pengalokasian sesuai kepentingan pilkada.
  2. Bupati wajib membatalkan open biding,  karena  dasar formasi jabatan yang  digunakan  sudah  jelas  tidak  terdaftar dalam  SAPK. Fajtanya,  jember tidak dapat  kuota CPNS dan juga  ASN tidak  bisa naik pangkat.  Penyebabnya,  karena  Perbup KSOTK sebagai   dasar pengisian formasi  jabatan tidak  diakui dan tidak  terdaftar  dalam Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian  (SAPK).
  3. Peraturan Bupati tentang  KSOTK baru tahun 2020 dan semua produk kebijakan  serta  keputusan yang mengikutinya gugur demi hukum, karena  bertentangan dengan rekomendasi hasil riksus dan juga sama dengan  Perbup KSOTK tahun 2019 tidak  memenuhi syarat dan melaui  prosedur yang  telah ditentukan.
  4. Proses uji kompetensi tidak  dilaksanakan oleh pansel yang menuhi ketentuan sesuai dengan peraturan yang  berlaku yaitu : a. Komposisi pansel internal eksternal, b. Pansel ahli dan menguasai bidang tigas jabatan yg lowong, c. Pansel memahami tentang  penilaian kompetensi.
  5. Untuk kedua kalinya Bupati telah menabrak aturan yang sama dalam penetapan Perbup SOTK dan pelantikan pejabat, bahkan  kali ini lebih  parah,  karena  juga  melaksanakan open bidding yang tidak   berdasar formasi jabatan dan juga  pansel sekedarnya.

Terkesan bahwa  Bupati hendak mempermainkan nasib ASN Jember dan lebih  jauh mempermainkan nasib masyarakat Jember.  Keteledoran kebijakan Bupati Faida akan  berpengaruh kepada  penetapan APBD dan kualitas pelayanan publik.

Selebihnya, publik menunggu hasil penyelidikan Pansus Hak Angket lebih lanjut. (*)

Table of Contents
- Advertisement -spot_img

Berita Populer

- Advertisement -spot_img