Jember_ Jempol. Barangkali terlalu dini menuding Bupati Jember dr Faida MMR telah melakukan upaya Makar alias melawan regulasi yang sudah ditetapkan pemerintah pusat. Sepenuhnya Panitias Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Jember akan membuktikannya melalui kewenangan penyelidikannya yang mendalam.
Hak Angket bermula dari sikap Bupati Jember dr Faida MMR yang tampaknya bersikukuh tidak hadir saat Rapat Paripurna Hak Interpelasi DPRD Jember terkait teguran Mendagri yang ditindak lanjuti dengan teguran Gubernur Jawa Timur atas keteledoran Bupati Jember mengambil kebijakan tentang Susunan Organisasi dan Tata Kelola ( SOTK ) Pemerintahan Kabupaten Jember.
Surat teguran Mendagri itu diawali dengan hasil Pemeriksaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang memutuskan bahwa sejumlah pengangkatan dan pemberhentian pejabat Pemkab Jember telah menyalahi aturan.
Keteledoran Bupati Jember berdampak hilangnya kesempatan ratusan warga Jember untuk ikut penjaringan CPNS tahun 2019.
Saat DPRD Jember mengambil sikap meningkatkan status Hak Interpelasi menjadi Hak Angket, Bupati Faida berupaya melantik sejumlah pejabat, Jum’at (3/1/2020). Sebuah upaya yang seolah mengesankan Bupati Jember berusaha mematuhi keputusan Mendagri.
Sialnya, banyak kalangan justru menilai tindakan Bupati Faida merupakan bentuk penyesatan informasi kepada semua pihak yang berkepentingan dan juga makar kepada Pemerintah Pusat, dengan seolah telah memenuhi ketentuan dan menindaklanjuti rekomendasi Mendagri, padahal justru membuat pelanggaran baru dan berulang terhadap ketentuan yang sama.
Penetapan KSOTK baru dan pelantikan pejabat yang dilakukan Bupati Faida baru lalu, justru makin menjustifikasi dugaan kesengajaannya telah berbuat Makar terhadap pemerintah, sebagaimana tertuang dalam penilaian berikut :
- Perbup KSOTK 2016 yang masih berlaku dan tidak pernah secara sah dicabut dapat memicu konflik baru terkait penetapan APBD. Bupati berupaya mengebiri fungsi kontrol DPRD, terkait penggunaan APBD yang diduga ada upaya pengalokasian sesuai kepentingan pilkada.
- Bupati wajib membatalkan open biding, karena dasar formasi jabatan yang digunakan sudah jelas tidak terdaftar dalam SAPK. Fajtanya, jember tidak dapat kuota CPNS dan juga ASN tidak bisa naik pangkat. Penyebabnya, karena Perbup KSOTK sebagai dasar pengisian formasi jabatan tidak diakui dan tidak terdaftar dalam Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK).
- Peraturan Bupati tentang KSOTK baru tahun 2020 dan semua produk kebijakan serta keputusan yang mengikutinya gugur demi hukum, karena bertentangan dengan rekomendasi hasil riksus dan juga sama dengan Perbup KSOTK tahun 2019 tidak memenuhi syarat dan melaui prosedur yang telah ditentukan.
- Proses uji kompetensi tidak dilaksanakan oleh pansel yang menuhi ketentuan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu : a. Komposisi pansel internal eksternal, b. Pansel ahli dan menguasai bidang tigas jabatan yg lowong, c. Pansel memahami tentang penilaian kompetensi.
- Untuk kedua kalinya Bupati telah menabrak aturan yang sama dalam penetapan Perbup SOTK dan pelantikan pejabat, bahkan kali ini lebih parah, karena juga melaksanakan open bidding yang tidak berdasar formasi jabatan dan juga pansel sekedarnya.
Terkesan bahwa Bupati hendak mempermainkan nasib ASN Jember dan lebih jauh mempermainkan nasib masyarakat Jember. Keteledoran kebijakan Bupati Faida akan berpengaruh kepada penetapan APBD dan kualitas pelayanan publik.
Selebihnya, publik menunggu hasil penyelidikan Pansus Hak Angket lebih lanjut. (*)