18.5 C
East Java

 SPPT PBB Warga Diambil Alih PT KAI, Warga Mengadu Ke DPRD Jember

Loading

JEMBER – SPPT PBB Warga diambil alih PT KAI, puluhan warga Jalan Mawar, Kecamatan Patrang, mendatangi Gedung DPRD Jember. Mereka meminta bantuan anggota wakil rakyat untuk menyelesaikan soal status membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Kamis (30/12/2021)

Menurut perwakilan warga, terdapat200 ratusan warga yang telah menempati lokasi bangunan rumah yang diklaim menjadi milik PT. KAI. Namun, warga mengaku kaget, saat SPPT PBB diambil alih PT. KAI Daop 9 Jember.

Hal itu terungkap saat  Komisi A DPDR Jember menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama warga yang mengadu.

“Kami sudah menempati rumah di Jalan Mawar itu (Belakang Stasiun Kota Jember) sejak tahun 1935. Kami memiliki PBB, dan tiba-tiba berubah atas nama PT. KAI. Jadi kami menuntut penerbitan SPPT PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan/Perkotaan) sesuai nama masing-masing warga,” kata salah satu Perwakilan warga Jalan Mawar, Reta Catur Pristiwantono saat dikonfirmasi sejumlah wartawan usai RDP, Kamis (30/12/2021).

Dari zaman IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah) hingga berubah nama menjadi PBB, kata Reta, sesuai nama masing-masing warga.

“Nah tiba-tiba berubah atas nama PT. KAI, Jadi kita meminta bantuan kepada DPRD Jember untuk menanyakan atau memperjelas di posisi pembuatan di Bapenda ini kenapa tidak terima,” sambungnya.

Terkait persoalan PBB tersebut, Reta mengatakan sangat dibutuhkan warga untuk mengurus berbagai kepentingan, yang berkaitan dengan hajat hidup.

“Karena memang PBB itu sangat meresahkan sekali, dan sangat kita butuhkan. Apalagi PBB itu sebagai persyaratan berbagai admistrasi. Seperti persiapan sekolah, untuk peminjaman dana, ataupun peminjaman modal, kita perlu adanya PBB. Dengan adanya PBB itu belum kita terima dan tidak kita miliki, ini warga yang tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.

Terkait perubahan nama menjadi PT. KAI, Reta menegaskan belum ada komunikasi sebelumnya.

“Kita tidak komunikasi dengan PT. KAI, karena kita tahu PBB itu yang mengeluarkan dari Bapenda, ternyata dari Bapenda sendiri menyampaikan bahwasanya PBB yang kita miliki sejak berpuluh-puluh tahun itu sudah dialihkan kepada PT. KAI,” paparnya.

Sedangkan pengalihan dari nama menjadi PT KAI, Reta mengaku sama sekali tidak tahu, atas nama siapa saja.

“Untuk total semuanya kurang lebih ada 200 KK PBB itu. Tapi kita tidak tahu juga, atas nama siapa belum tahu juga. Namun disitu tertera atas nama PT. KAI untuk pembuatan SHGB, katanya seperti itu,” imbuhnya.

Keluhan warga tersebut, mendapat tanggapan Ketua Komisi A DPRD Jember Tabroni, yang menurutnya masih melakukan kajian awal. Pasalnya, belum ditemukan titik temu terkait persoalan perubahan nama pada PBB di Jember. Yang awalnya dari nama masing-masing warga, kemudian berubah menjadi PT. KAI.

“Warga Jalan Mawar ini datang ke DPRD, dalam rangka menyampaikan bahwa mereka selama ini menempati lahan yang mana mereka setiap tahunnya selalu membayar SPPT PBB kepada Bapenda,” kata Tabroni.

“Tetapi (pada) tahun 2020 dan 2021, mereka tidak bisa membayar SPPT PBB lagi. Karena SPPT PBB mereka keseluruhannya sudah diambil oleh PT. KAI. Jadi mereka tidak bisa membayar lagi,” sambungnya.

Terkait hal itu, lanjut legislator PDI Perjuangan ini, Bapenda Jember yang lebih tahu persoalannya.

“Sehingga kita dalam RDP ini, juga mengundang Bapenda, Kabag Hukum, camat, dan Lurah. Untuk kita melakukan klarifikasi terkait persoalan tersebut. Tadi kami meminta kepada Bapenda untuk menjelaskan, bagaimana prosesnya dan seperti apa. Bagaimana dasar hukumnya. Itukan permintaan dari PT. KAI kepada Pemkab dalam hal ini Bapenda,” katanya.

“Tapi tadi diskusi cukup panjang dan alot, karena masing-masing pihak mempunyai presepsi sendiri terkait regulasi dan prosedur hukum itu sendiri. Makanya terkait hiring tadi belum memdapatkan titik temu dan solusi,” sambungnya.

Dengan tidak adanya titik temu, lanjut Tabroni, dimungkinkan dilakukan pemilihan jalan terakhir.

“Yakni kalau di dalam proses keputusan para pejabat itu. Ya lewat pengadilan tata usaha negara. Ada gugatan. Kan kalau urusan Pidana dan Perdata KUHP, pengadilannya,” katanya.

“Tapi kalau keputusan para pejabat negara, bisa digugat masyarakat lewat Petun itu. Itu jalan terakhir, karena disitu tadi mentok ada perbedaan apa yang dijelaskan dari kasus tersebut,” tandasnya. (Fit)

Table of Contents
- Advertisement -spot_img

Berita Populer

- Advertisement -spot_img