6 Balon Kades Bondowoso Gugat Panitia, Ini Alasannya 

6 Balon kades
Keterangan Foto : Saat 6 Balon Kades di Kabupaten Bondowosi mendatangi sidang pertama gugatan melawan panitia pilkades Bondowoso, di PN Bondowoso, Kamis (11/11/2021)

Loading

Jempolindo.idBondowoso  – 6 Balon Kades Kabupaten Bondowoso mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Bondowoso. Pasalnya, diduga terjadi kecurangan Panitia Pemilihan Kepala Desa yang meloloskan satu Bakal Calon Kepala Desa Wringin yang diduga buta huruf.

Ke-enam Bakal Cakades diantaranya, Ramli warga Desa Wringin yang juga Bakal Calon (Balon) Kepala Desa (Kades) di desanya beserta 5 Balon Kades lainnya,  mendatangi sidang perdana gugatan terhadap Bupati, Sekda dan Panitia Pilkades Kabupaten Bondowoso, pada Kamis (11/11/2021)

Mengutip mitrajatim.com Gugatan dengan register perkaranya No. 20/Pdt.G/2021/PN Bwd tertanggal 3 November 2021 lalu, melalui kuasa hukum  penggugat Edy Firman SH, menyatakan bahwa gugatan klien, dilayangkan terkait perbuatan melawan hukum dalam proses verifikasi administrasi yang meloloskan bakal calon mantan narapidana korupsi dan Balon Kades buta huruf yang lolos seleksi administrasi maupun tes tertulis.

“Selanjutnya tentang naskah dinas Panitia Pilkades yang tidak sesuai ketentuan tetnang Naskah Dinas. Kami menilai proses tahapan Pilkades sejak seleksi administrasi, tes tulis hingga penetapan calon kades, kami nilai cacat hukum,” jelas Edy Firman.

Edy Firman menjelaskan,  kliennya selaku Balon Kades merasa dirugikan oleh keputusan panitia penyelenggara Pilkades Kabupaten Bondowoso. Karena ada balon Pilkades yang secara administrasi sudah menyalahi aturan, namun masih lolos sebagai bakal calon, bahkan ikut dalam tes tulis dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai kandidat Calon Kades.

Tidak hanya itu, prosedur tes tulis bagi desa yang memiliki calon lebih dari lima, juga dinilai hanya sebagai modus pihak penyelenggara untuk meloloskan pihak tertentu agar bisa lolos Pilkades dan dapat dijadikan alat menggugurkan calon tertentu yang berpotensi sebagai calon pemenang.

“Seperti di Desa Wringin ada enam calon kepala desa, karena lebih dari lima calon maka panitia melakukan tes tulis untuk menguji kemampuan akademik dan wawasan pemerintahan kepada calon untuk selanjutnya ditetapkan lima calon,” katanya.

Namun, sebelum melakukan tes tulis, semua bakal calon wajib mengikuti  tahapan verifikasi administrasi. Firman menduga terdapat  cacat hukum pada saat tahapan verifikasi administrasi, yang dibuktikan dengan adanya  calon terpidana korupsi yang  dinyatakan lolos administrasi dan lolos tes tulis.

“Jika panitia profesional dan sungguh-sungguh, terpidana korupsi sudah gugur pada saat verifikasi administrasi ,” ujar Edy Firman.

Firman juga  mempermasalahkan Polres Bondowoso yang menerbitkan SKCK Balon Kades Terpidana Korupsi, walau sudah benar, pihak Polres sudah mencantumkan catatan UU Topikor 31 tahun 1999 Jo UU 20 Tahun 2001 dengan kurungan penjara 1 tahun.

“Tetapi disayangkan Polres tetap menerbitkan SKCK yang akan digunakan untuk persyaratan calon Kades, padahal jelas Perbup 39 Tahun 2017 Pasal 21 huruf (h) piin (1), larangan terpidana korupsi menjadi calon Kades,” sergahnya.

Parahnya, PN Bondowoso juga  menerbitkan surat keterangan tidak pernah dipenjara terhadap terpidana korupsi. Sedang data resmi dari SIPP Pengadilan Tipikor Surabaya, Nomor Perkara : 58/Pid.Sus-TPK/2017/PN SBY, Menyatakan DE, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan subsider; Pidana Penjara Waktu Tertentu (1 Tahun ) Pidana Kurungan (1 Bulan ) Pidana Denda Rp.50.000.000,00.

Penggugat lainnya, Balon Kades Karangmelok Tamanan, mempersoalkan calon yang tidak bisa membaca tulis dengan baik dan benar. Penggugat adalah mantan Sekretaris Desa yang mengaku selama 2 tahun mengetahui langsung Balon Kades tersebut buta huruf, saat yang bersangkutan menjabat sebagai Kades.

Selanjutnya, Balon Kades Desa Wonosari yang mengganti nama bisa lolos dan tercatat sebagai peserta tes tulis, sedangkan pergantian nama berimpliksi pada dokumen kewarganegaraan, ijazah dan lainnya.

“Namun nama tersebut masuk sebagai calon kepala desa. Yang klien kami ketahui, saat dirinya menjabat sebagai Kades Wonosari, yang bersangkutan namanya tidak sama dengan saat dia mendaftar sebagai calon kepala desa,” jelasnya.

Sebelum gugatan diajukan ke PN Bondowoso, Edy Firman menyatakan, jika kiliennya sudah sesuai prosedur melayangkan surat keberatan kepada Panitia Pilkades Kabupaten. Keberatan tersebut tidak mendapatkan jawaban dari Panitia Pilkades, bahkan sekedar meminta hasil nilai tes tulis, ketua panitia pilkades kabupaten menyatakan bahwa hanya pengadilan yang bisa membuka nilai hasil tes tulis Balon Kades.

“Wajar jika kami menduga tes tulis yang dilaksanakan Panitia Pilkades terutama untuk desa yang memiliki calon lebih dari lima juga akal-akalan, hanya untuk menyiasati calon tertentu agar lolos dalam pemilihan kepala desa dan bisa dijadikan alat menggugurkan calon yang tidak dikehendaki,” tukasnya.

Soal tes tulis yang digelar untuk Balon Kades, juga menjadi alat untuk meloloskan calon tertentu. Firman mempertanyakan Hasil nilai tes tulis yang  tidak diumumkan pada saat itu juga, sebagaimana sosialisasi ketua panitia kabupaten, saat masih dijabat  Wawan Setiawan.

“Apakah benar seluruh calon kades sudah mumpuni di bidang akademik dan wawasannya tentang pemerintahan? Apakah memang calon buta huruf juga memiliki kemampuan akademik dan wawasan pemerintahan? Ini yang kami anggap hanya akal-akalan,” ujar Edy Firman seraya bertanya.

Seperti yang sudah pernah diberitakan,  sebelumnya hasil audensi atas dasar surat keberatan Balon Kades dengan Panitia Pilkades Tingkat Kabupaten, tidak mendapatkan jawaban dan bahkan terkesan keberatan diabaikan oleh Panitia Pilkades, sehingga Balon Kades yang dinyatakan tidak memenuhi syarat mengajukan gugatan ke PN Bondowoso. (*)

Table of Contents