Zakat Fitrah, Bolehkah Menggunakan Uang

jempolindo, jember, zakat fitrah, bolehkah menggunakan uang
Zakat Fitrah, Bolehkah Menggunakan Uang

Loading

Jember _ Jempolindo.id _ Zakat fitrah (zakat al-fitr) merupakan zakat yang berlaku  wajib atas setiap  lelaki dan perempuan muslim. Kewajiban ini, biasa berlaku pada bulan Ramadhan, yang penyalurannya sebelum sholat Idul Fitri. Namun, dalam menyalurkannya bolehkah menggunakan uang atau tetap harus menggunakan beras ?

Baca juga : Baznas Jember Saksikan Sedulur Pati Berbagi Santunan Yatim Piatu

Sebagaimana hadist Ibnu Umar ra,

“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas umat muslim; baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau saw memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk shalat.” (HR Bukhari Muslim)

Selain untuk mensucikan diri, setelah menunaikan ibadah di bulan Ramadhan, zakat fitrah juga merupakan wujud  kepedulian terhadap orang yang kurang mampu, membagi rasa kebahagiaan dan kemenangan di hari raya. Sehingga tidak ada kaum muslim, baik kaya atau miskin, tidak turut merasakan kebahagian ber hari raya.

Pendapat Baznas Pusat 

Mengutip laman resmi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Ketentuan besaran Zakat fitrah adalah beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa. Namun, terkait dengan bentuk zakat, para ulama berselisih.

Baznas menyebut bahwa Shaikh Yusuf Qardawi telah membolehkan zakat fitrah  dalam bentuk uang yang setara dengan 1 sha’ gandum, kurma atau beras. Nominal zakat fitrah boleh dalam bentuk uang, menyesuaikan dengan harga beras yang dikonsumsi.

Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai zakat fitrah setara dengan uang sebesar Rp 45.000,-/hari/jiwa.

Jempolindo _ Baznas Jember  

Untuk menyamakan pendapat, mengenai besaran dan bentuk zakat, Kemenag Jember , Baznas Jember dan MUI Jember, telah  mengggelar rapat bersama, di gedung Kementrian Agama Jember Senin (27/3/2023).

Hadir dalam rapat itu, Komisioner Baznas Jember Abdul Azis dan Ahmad Rudi Masrukhin, Plt Kepala Kemenag Jember Muhammad Muslim, Ketua MUI Jember K H Abdul Haris.

Abdul Azis berpendapat bahwa Zakat Fitrah, tidak boleh di qimah. Terlebih, saat ini harga beras sangat bervariasi.

“Mengeluarkan zakat Fitrah sebaikmya pakai Beras dan jagan di qimah. Sekarang banyak lembaga-lembaga mencampur adukkan madzhab zakat fitrah. Sedangkan yang boleh menguangkan dari 4 Imam (Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi), hanya Imam Hanafi,” ulasnya.

Lembaga-lembaga pengumpul zakat fitrah, kata Abdul Azis seharusnya konsisten, jika menggunakan Imam Hanafi sebagai pijakan, maka seluruhnya harus menggunakan Imam Hanafi.

Imam hanafi berpendapat beras itu 3.8 kg kalo do bulatkan ke 4 kg untuk zakat fitrah, dan boleh pakai uang seharga beras itu.

Sedangkan Imam Syafi’i, menyebut kewajiban zakat sebesar  2.75 kg. Jika dibulatkan 3 Kg untuk zakat fitrah, dan tidak boleh diuangkan. begitu juga pendapat Imam Malik dan Imam Hambali.

“Dan yang lebih dekat dengan hadist Nabi adalah zakat fitrah dengan bahan makanan pokok,” tegasnya.

Ketetapan itu, kata Abdul Azis berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari. Seperti termaktub dalam kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari.

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ. ( رواه البخاري)

Artinya : Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ dari gandum terhadap seorang hamba dan orang merdeka, laki laki dan perempuan, yang kecil maupun orang dewasa dari kalangan kaum muslimin. Dan memerintahkan untuk menunaikan zakat tersebut sebelum orang orang keluar untuk shalat idul fitri. ( HR imam Bukhari).

Jempolindo _ MUI Jember 

Senada dengan pendapat Abdul Azis,  Ketua MUI Jember KH Abdul Haris menyampaikan bahwa terkait penentuan harga dan metode menunaikan zakat fitrah, memandang perlu adanya penyamaan presepsi. Karena, ada sebagian masyarakat yang membayarkan zakat fitrahnya mengunakan uang.

“Jadi, sebenarnya dalam kalangan syafiiah, contoh Rasulullah harus menjadi pegangan, zakat mempergunakan bahan pokok bukan uang. Meski ada mahzab lain yang menawarkan bil qimah, yaitu mahzab hanafi yang bisa mempergunakan uang, berdasarkan  besaran nilai zakat,” papar KH  Abdul Haris.

Kemenag Jember 

Terkait dengan perbedaan pandangan itu, maka plt Kepala Kemenag Jember, Muhammad Muslim menyampaikan bahwa Kemenag Jember memiliki penyelenggara zakat wakaf, dibawah H Abdul Rohim.

Untuk mendapatkan titik temu, kata Muslim,  maka BAZNAS Jember telah minta Kemenag memfasilitasi pertemuan tentang zakat fitrah yang diuangkan.

“Posisi Kemenag hanya menfasilitasi, nanti kami akan diskusi bersama, tidak bisa diselesaikan sehari, kami akan melibatkan MUI , Basnaz , Kemenag jika perlu dengan akademisi,” papar Muhammad Muslim . (Gilang)