Jember, Jempolindo.id – Dalam Pengendalian Miras, meski belum ada Undang Undang yang mengatur, Kabupaten Jember justru sudah punya Perda nomor 3 tahun 2018 tentang perdagangan miras
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Jember, Widarto saat PWI Jember bersama Universitas Negeri Jember, menggelar Dialog Publik, bertajuk “Penyakit Mabuk Miras, adakah solusinya?”, pada Selasa (25/02/2025).
Menurut Widarto, penanganan Miras bukan sekedar penegakan hukum, melainkan banyak faktor, diantaranya faktor internal dan eksternal.
“Faktor internal berkaitan dengan pengguna miras, yang terdiri dari sosial, ekonomi, latar belakang keluarga dan pendidikan,” paparnya.
Pengguna miras, biasanya menjadikan miras sebagai pelarian dari permasalahan sosial yang dialaminya.
“Karenanya, menjadi tanggung jawab pemerintah, untuk memberikan ruang kreatif, bagi kaula muda, untuk menyalurkan ekspresinya,” ujarnya.
Berdasarkan data dari Polres Jember, pengguna Miras banyak yang mengkonsumsi jenis arak, yang harganya relatif murah.
“Artinya pengguna miras, kebanyakan mereka yang rata rata status ekonominya menengah ke bawah,” ujarnya.
Rendahnya tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap pengguna miras. Terlebih bagi mereka yang mengalami keretakan keluarga.
“Mereka yang mengalami masalah, memilih mengkonsumsi miras, sebagai jalan keluarnya,” katanya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jember Dr KH Abdul Haris menanggapi maraknya penggunaan miras, lebih karena adanya degradasi moral dan agama.
“Larangan menggunakan miras dalam Islam, karena alasan lebih banyak mudharatnya, dibanding manfaatnya,” katanya.
Karenanya, dalam menanggulangi permasalahan itu, diperlukan kebersamaan dari segenap unsur masyarakat.
“Dengan kebersamaan itu, maka dimungkinkan mencegah generasi muda terjerumus dalam kebiasaan yang merusak,” tegasnya.
Wakapolres Jember Kompol Ferry Dharmawan menegaskan bahwa Polres Jember berkomitmen dalam pemberantasan miras.
“Terlebih di Kabupaten Jember banyak beredar miras illegal dan miras oplosan,” tandasnya.
Kompol Ferry bersepakat, bahwa dalam memberantas peredaran miras, diperlukan peran keluarga, untuk turut mengawasi putra putrinya.
“Sehingga dapat terhindar dari penggunaan miras,” ujarnya.
Rektor Unej Iwan Taruna menyatakan bahwa dalam menyelesaikan peredaran miras, diperlukan pendekatan yang holistik. Karenanya, Unej siap berkolaborasi dalam melakukan edukasi kepada masyarakat.
“Penanganan peredaran miras, tidak bisa hanya dengan pendekatan hukum, melainkan juga harus menggunakan pendekatan sosial, serta edukasi kepada masyarakat luas,” tandasnya.
Ketua PWI Kabupaten Jember Sugeng Prayitno mengatakan bahwa media memiliki peran penting, dalam upaya pemberantasan miras.
“Melalui pemberian media, dapat meminimalisir peredaran miras,” jelasnya.
Mengingat dampak negatifnya, Sugeng berharap hasil diskusi dapat dijadikan sebagai karya tulis.
“Melalui karya tulis itu, barangkali bisa dijadikan bahan edukasi kepada masyarakat,” harapnya.
Tanggapan GAN Jatim
Wakil Ketua Generasi Anti Narkotika Nasional (GANN) Jawa Timur Achmad Chairul Farid SH, yang turut hadir dalam diskusi itu, menilai bahwa Perda nomor 3 tahun 2018 tentang perdagangan miras, sanksi hukumnya sangat kecil tidak boleh lebih dari 6 bulan dan tidak boleh lebih dari 50 juta
“Sehingga banyak pedagang-pedagang baik yang berizin atau mendapatkan izin dengan mudah untuk memperjualbelikan minuman keras,” katanya.
Dengan kemudahan itu, kata Farid justru membuka ruang pelampiasan, bagi kawula muda yang terbelenggu.
“Mereka jadi punya tempat, yang menyalurkan hobi generasi muda, dengan berkumpul sesamanya,” katanya.
Kebanyakan, mereka merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah, anak muda terutama yang putus sekolah, yang suka berhalusinasi, dengan cara menikmati minum dan mabuk miras
“Solusinya adalah preventif yaitu penyuluhan sebelum terjadi dan membuka masjid-masjid yang ada, agar kembali seperti dulu lagi, ada remaja masjid dengan kegiatan islami,” ujarnya.
Upaya preventif itu, menjadi penting, karena belum adanya cantolan hukumnya.
“Kan memang belum ada undang-undangnya, kalaupun ada Perda, itupun tidak efektif, apalagi tanpa pengawasan dan tidak ada tindakan,” pungkasnya. (MR)