Jember _ Jempolindo.id _ Wartawan menilai Pemerintah tak serius dalam menangani persoalan ketahanan pangan. Selama ini, pemerintah juga dianggap tidak memformulasikan kebijakan yang fundamental.
Kritik tajam itu, disampaikan salah seorang Wartawan Jember Totok Sumianta, saat Forum Group Discusion Ketahanan Pangan dan Seminar Orientasi Keorganisasian Kewartawanan (OKK) PWI Jatim, di Pendopo Wahyawibawagraha Jember, pada Sabtu (27/04/2024).
“Selama ini, pemerintah hanya gembar gembor saja, soal ketahanan pangan, tetapi tidak serius,” kata Totok.
Totok menyampaikan permasalahan memenuhi kebutuhan pupuk petani, yang masih saja tergantung dengan pupuk kimia. Sementara, bahan bakunya justru diperoleh dari impor.
“Mengapa tidak mendorong penggunaan pupuk organik,” katanya.
Ketidak seriusan pemerintah, kata Totok juga terlihat dalam memberikan bantuan yang asal asalan.
“Sehingga banyak anggaran percuma, yang digelontorkan atas nama petani, tetapi salah sasaran,” sergahnya.
Termasuk dalam menanggulangi harga produk pertanian, kata Totok, pemerintah juga memberikan kepastian harga, sehingga dapat menjamin keberpihakan kepada petani.
“Hingga sekarang belum ada kepastian mengenai harga pertanian, pasca panen,” ujarnya.
Begitupun dengan Wartawan asal Situbondo, Zaini, juga mempertanyakan kebijakan perluasan lahan pertanian.
“Harusnya yang disoal adalah peningkatan teknologi pertanian, bukan hanya sekedar perluasan lahan saja,” tanyanya.
Menjawab pertanyaan itu, Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim, memberikan gambaran bahwa terdapat keanehan dalam kebijakan nasional.
“Produksi nasional kita tinggi, namun Indonesia masih impor dari Thailand dan Vietnam, hingga mencapai 3 juta ton,” kata Lutfil.
Karenanya, menurut Lutfil Hakim, pentingnya peran Badan Desa dan Kepemimpinan Desa dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional.
“Sebenarnya sudah ada aturan, melalui Perpres, yang mengatur alokasi Dana Desa sebesar 20 persen untuk ketahanan pangan,” ujar Lutfil.
Menurut Lutfil, alokasi anggaran itu dapat digunakan untuk menekan potensi rawan pangan yang ada di 72 daerah.
“Harapannya, dengan alokasi itu maka dapat menurunkan hingga 62 daerah,” ujarnya.
Karenanya, Lutfil berharap ada peran serta wartawan untuk turut menyebar luaskan informasi dan mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintah.
“Dengan demikian, maka kebijakan alokasi anggaran itu akan berdampak pada menanggulangi kelaparan, kemiskinan dan stunting,” tandasnya.
Wartawan dan Perannya
Bertindak selaku narasumber, mantan Sekjen Dewan Ketahanan Nasional, Laksamana Madya Dadi Hartanto, bahwa Wantanas telah melakukan kajian mendalam, terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional.
“Namun dalam implementasinya, juga dibutuhkan peran seluruh lapisan masyarakat, termasuk wartawan,” ujarnya.
Narasumber dari Wantanas yang turut hadir, Joko Setyo Putro menyampaikan materi Strategi Optimalisasi DD untuk meningkatkan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan Ekstrem Dalam Rangka Penguatan Ketahanan Nasional.
Menurut Joko, belum optimalnya implementasi kebijakan nasional, salah faktornya adalah kurangnya kapasitas Aparatur Desa dan kurangnya pengawasan.
“Padahal DD yang sudah bergulir sebesar 270 Triliun, yang setiap tahun naik,” katanya.
Padahal, kata Joko, dengan anggaran yang cukup besar itu, jika bisa diimplementasikan dengan baik, maka akan menjadi faktor untuk memajukan desa dalam sektor ketahanan pangan.
“Kelemahan pelaksanaannya, berdasarkan data dari Kemendes, masih ada kurangnya kapasitas Kepala Desa, merupakan tokoh sentral dalam pembangunan desa,” sebutnya.
Kurangnya kemampuan perangkat desa itu, menurut Joko, maka banyak Anggaran DD yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Untuk itu dibutuhkan peran masyarakat untuk turut membantu mengkontrol implementasi anggaran DD, termasuk peran wartawan,” tegasnya.
“Karena, jika DD tidak termanfaatkan secara optimal berisiko meningkatkan angka kelaparan dan kemiskinan ekstrem,” imbuhnya.
Narasumber yang juga dari Wantanas, Nevi Dwi Sutanto, lebih menitik beratkan pada munculnya konflik sosial, ketika tidak menyerap potensi masyarakat lokal.
“Jika masyarakat lapar, maka akan menjadi potensi konflik paling krusial. Yang menjadi aspek penting dalam sosial budaya,” ujarnya.
Novi bersepakat bahwa Ketahanan pangan merupakan pondasi ketahanan nasional, dengan mengurangi ketergantungan pada impor, maka akan tercipta Stabilitas politik dan ekonomi, untuk menghindari konflik sosial.
“Masyarakat yang kenyang, makan dengan sendirinya ketahanan nasional akan terbangun,” ujarnya.
Bahwasanya, menurut Novi terdapat keterkaitan langsung antara masalah sosial budaya, dengan ketahanan pangan
“Jika Ketahanan Pangan dapat tertanggulangi dengan baik, maka Ipoleksosbud hankam, juga apat tertangani dengan baik,” pungkasnya.
Sebagai catatan, FGD itu digelar dalam rangkaian HPN ke 78, yang diselenggarakan PWI Jawa Timur di Kabupaten Jember, sejak tanggal 27 April hingga 28 April 2024.
Giat FGD itu dibuka oleh Sekda Kabupaten Jember Hadi Sasmito, mewakil Bupati Jember Ir H Hendy Siswanto ST IPU ASEAN Eng, yang berhalangan hadir. (MMT)