Sigli _ Jempolindo.id _ Bukan tanpa alasan, saat PJ Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswanto mengungkapkan gagasannya untuk menjadikan Kabupaten Pidie sebagai sentra bawang merah nasional.
Karenanya, Pj Bupati Pidie, berkeinginan kuat mendongkrak pemberdayaan petani Bawang Merah di Kabupaten Pidie.
Keinginannya itu tampak ketika mengajak Ketua Konsorsium Bawang Merah Aceh, Ir H Zakaria A Gani, meninjau lokasi penanaman Bawang Merah milik petani penggerak, Di Gampong Pulo Blang Kecamatan Simpang Tiga, pada Sabtu (18/05/2024).
Saat melakukan kunjungan, Pj Bupati Pidie juga ditemani Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Teuku Iqbal, berserta Camat Simpang Tiga, Muhammad Nauval.
Turut hadir dalam kunjungan itu, pejabat SKPK terkait, Penyuluh pertanian wilayah Kecamatan Simpang Tiga, serta unsur Forkopincam Kecamatan Simpang Tiga.
Untuk mendapatkan masukan lebih dalam. Pj Bupati Pidie berbincang langsung dengan petani bawang, seputar permasalahan yang dihadapi petani.
Wahyudi berkeinginan agar Petani Bawang di Kabupaten Pidie terus dikembangkan.
“Jadi, kalau tadi disampaikan ada 100 hektar, maka nanti dikembangkan agar setiap keluarga bisa bertani bawang,” ujarnya.
Pola pengembangannya, kata Wahyudi dapat melalui bantuan pemerintah atau kerjasama dengan pihak ketiga.
‘Dengan demikian maka produktivitas bawang akan semakin meningkat,” paparnya.
Target pemberdayaan budidaya bawang merah ini, kata Wahyudi bukan hanya mengembangkan lahan, tetapi justru pada pemberdayaan ekonomi keluarga.
“Hasil konsultasi kami di dirjen, mengharapkan pertanian bawang menjadi solusi bagi ekonomi keluarga,” ujarnya.
Untuk itu, agar program itu sesuai harapan, maka harus dipertimbangkan pola menanam, memanen, memasarkan, hingga penyimpanan
“Karena panennya kan bisa saja tidak sama atau bahkan serentak, yang berpengaruh terhadap turunnya harga,” Katanya.
Menurut Wahyudi, potensi petani bawang sangat memungkinkan dikembangkan di Pidie.
“Seperti kasus yang terjadi di Solok, semula petani menanam padi, yang daya tawarnya rendah, setelah menanam bawang kehidupan ekonomi para petani semakin meningkat,” katanya.
Untuk menangani permasalahan pemasaran, Wahyudi berharap peran dari Konsorsium Bawang Merah, yang dapat mengendalikan harga bawang milik petani.
“Sehingga ketika harga turun dapat ditampung terlebih dahulu, pada saat harga mahal dapat dilepas di pasaran,” ujarnya.
Kepada Penyuluh pertanian, Wahyudi meminta agar membuat semacam uji coba untuk menangani penyakit dan hama.
“Misalnya buat saja tiga petak dengan pola penanganan berbeda, yang kemudian dapat dianalisa pola mana yang lebih efektif,” sarannya.
Jika pengembangan Bawang Merah tercapai sesuai harapan, maka akan bermanfaat untuk menanggulangi lima masalah besar di Kabupaten Pidie, diantaranya tingginya tingkat gugat cerai, stunting, narkoba, homoseksual dan kriminal anak.
“Ini permasalahan yang saling berkaitan,” katanya.
Petani Berharap
Seperti diungkapkan Perwakilan Petani Bawang, Syaifudin, saat berada di Solok Selatan Sumatera Barat, semula petani menanam padi.
“Setelah menanam bawang kehidupan ekonomi mereka semakin meningkat,” katanya.
Pengalamannya selama berada di Solok Selatan itu, lalu dipraktekkan di Desanya sejak tahun 1997, dengan menanam bawang.
“Alhamdulillah, kami bisa membuat rumah ya dari hasil bawang ini pak,” tuturnya.
Namun, Syaifudin, mengaku selama ini masih membeli bibit dari Pulau Jawa, seharga Rp 45 ribu per kilogram, yang justru memberatkan petani.
“Kami berharap, kedepan agar petani di Kabupaten Pidie bisa menjadi penangkar bibit bawang,” pintanya.
Karenanya, dia berharap dapat dibantu kebutuhan untuk membuat penangkaran bibit bawang merah.
“Jadi kalau ada bibit sendiri, insyaallah harganya lebih murah. Mohon pak, kalau ada bantuan cool storage, bisa kami manfaatkan untuk membuat penangkaran,” katanya.
Konsorsium Bawang Merah Siap Sinergi
Pada kesempatan yang sama, Ketua Konsorsium Bawang Merah Aceh, Ir H Zakaria A Gani, menjelaskan bahwa pada tanggal 9 – 11 Mei 2024, diundang oleh Badan Pangan, berdialog terkait dengan pemberdayaan budidaya bawang, untuk menangani inflasi.
“Alhamdulillah, di Kabupaten Pidie, sejak 2022, saat harga bawang mencapai Rp 80 ribu, pada bulan lima dan enam, harga turun pada kisaran Rp 20 hingga 25 ribu,” paparnya.
Pada tahun 2023, kata Zakaria, di Provinsi Aceh, inflasi terendah merupakan sumbangsih dari Bawang dan Cabe.
“Dimana harga Harga Bawang 20 ribu, sedangkan harga cabe 30 ribu. Itu stabil pak,” jelasnya.
Namun, pada tahun 2024, harga melambung lagi, karena belum adanya stabilitas produksi bawang.
“Disini yang dibutuhkan lahan abadi, sehingga ada kepastian bagi petani, pada saat panen harganya bisa diatas HET, 40 ribu atau 70 ribu,” katanya.
Karenanya, menurut Zakaria dapat dibuat pertanian berbasis kawasan, bekerjasama dengan penyuluh pertanian di Pidie. Sehingga petani dapat menanam 2 kali komoditas bawang dan 1 kali padi.
“Untuk itu perlu sinergisitas antara petani, pengusaha, yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Pidie, melalui Dinas Pertanian,” tegasnya.
Lebih lanjut, Zakaria menyampaikan kesanggupannya mengembangkan program Off Taker atau pembelian sumber daya yang dihasilkan.
“Supaya petani penggerak ini tetap konsisten dan dapat menjadi partner pemerintah dalam mendukung upaya peningkatan hasil panen dan stabilisasi harga pasokan,” ujarnya. (#)