JEMBER – JEMPOL – Gelombang kepulangan PMI (Pekerja Migran Indonesia) asal Jember, terutama dari Negara Malaysia, selain karena habis kontrak, sebagian besar karena mengikuti program pengampunan (rehiring) Pekerja Asing Tanpa Izin (PATI), yang diberlakukan Negara Malaysia.
Baca juga : PMI Asal Jember Dikarantina Di Hotel Bandung Permai
Program Pengampunan Malaysia Lebih Murah
Seperti disampaikan, Warga asal Desa Tisnogambar, Kecamatan Bangsalsari, Hanafi (20) mengaku pulang dari Malaysia, saat ada pengampunan atau program pemutihan.
“Biayanya lebih murah, Cuma 2000 ringgit, atau setara Rp 6,5 juta. Kalau pulang karena kena denda harus bayar sekitar 8000 ringgit, setara dengan 25 juta, kan eman,” tuturnya.
Hanafi mengaku sudah tinggal di Malaysia sejak umur 15 tahun, menyusul ibu dan kakak perempuannya, yang sudah lebih dulu berada di Negara Jiran itu.
“Saya berangkat ke Malaysia lewat jalur melancog, bukan jalur resmi,” kisah pemuda itu, saat berbincang bersama jempolindo.id. Kamis (13 Mei 2021) malam.
Selama tinggal di Malaysia, Hanafi bekerja serabutan, tergantung siapa yang membutuhkan tenaganya. Meski harus jauh dari kampung halaman, sebenarnya Hanafi merasa di Malaysia lebih mudah mendapatkan uang.
Hanafi sudah tak ingin lagi kembali ke Malaysia, pasalnya hidup di Negara orang tanpa kejelasan identitas juga was-was, tiap hari berhati – hati dari kemungkinan tertangkap polisi.
“Saya mau cari kerja disini saja,” katanya.
PMI Suka Jalur Belakang
Sedangkan temannya, Warga Desa Karangsemanding Kecamatan Balung, Jaenal mengaku memilih lewat jalur belakang ke Malaysia, karena memang kalau berangkat lewat jalur resmi, potongan dari agen PJTKI lumayan besar.
“Ya bisa empat bulan gak terima gaji, makanya kami memilih lewat jalan tak resmi, hanya berbekal Paspor melancong,” katanya.
Sementara Rohim, warga Rambipuji mengaku, masih akan kembali ke Malaysia, kalau ada kesempatan lagi. Hanya saja, kalau ingin kembali ke Malaysia, mereka masih harus menunggu lima tahun mendatang.
“Kan paspornya sudah dicoret merah, nanti baru bisa mendapatkan paspor baru setelah lima tahun,” katanya.
Kini, mereka bersama sejumlah PMI asal Jember lainnya, yang baru pulang dari luar negeri, masih harus menjalani masa karantina selama 3 hari di dua tempat, yakni di Hotel Kebon Agung dan Hotel Bandung Permai. Setelah, sebelumnya di karantina selam 2 hari di Asrama Haji Sukolilo.
Ditanya tentang pemberlakuan karantina itu, Rohim mengaku sebenarnya merasa kesal, karena kepulangannya bersamaan dengan keinginannya berlebaran dikampung halamannya, bersama keluarga.
“Ya tapi mau gimana lagi, wong sudah aturan dari pemerintah begitu, ya kita turuti saja,” katanya.
Hanya saja, Rohim agak terhibur, soalnya tempat karantinanya masih lebih baik dari Asrama Haji Sukolilo.
“Kalau di Surabaya kan sekamar bisa 7 orang, disini enak, sekamar dua orang, makannya juga tiga kali, kalau gak puasa,” ujarnya.
Diperkirakan, Rohim bersama rombongan lainnya sudah bisa pulang ke rumahnya masing-masing, setelah dipastikan bebas covid 19.(*)