Prof BSP Unggah Status “Manusia Gurun”  Komunitas Akademisi Anti-SARA Angkat Bicara

Prof BSP
Keterangan: DR Ir Machsus ST MT

Loading

Jempolindo.id – Prof BSP singkatan dari Prof Dr Ir  Budi Santosa MSc PhD, sebagaimana berita dan tangkapan layar (screenshoot) yang banyak beredar, diduga menulis status di akun facebook-nya pada 27 April 2022. Sejak itu pula, di penghujung bulan Ramadhan ini, status tersebut memicu kontroversi dan viral, lantaran mengandung unsur suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).

Prof BSP
Keterangan: Prof Budi Santoso Purwokartiko mengunggah status di Akun Facebooknya yang memicu kontroversi

Tulisan Prof. BSP, yang bernuansa SARA seperti ini bukan kali pertama. Hanya saja, baru kali ini ledakan respon publik sangat luar biasa hingga Beliau menghapus akun Fb-nya. Meski sudah dihapus ternyata jejak digital tulisan yang bernuansa nyinyir dan dinilai memuat unsur rasisme dan islamofobia sudah beredar luas di social media.

Oleh karena itu, kami dari Komunitas Akademisi Anti-SARA (KAA-SAR) merasa terpanggil untuk melakukan gerakan moral terhadap kasus ini, agar tidak dilakukan pembiaran, dan tidak terulang kembali kasus serupa di masa mendatang. Kami menyampaikan seruan moral, sebagai berikut:

  1. Kami sangat prihatin terhadap pernyataan dari oknum akademisi yang sangat tendensius, provokatif, dan bertentangan dengan nilai-nilai akademis. Seorang guru besar adalah insan akademis. Seharusnya pernyataan-pernyataannya berbasis pada nilai-nilai akademis, bukan bermuatan rasis. Kami menilai saudara Prof. BSP telah melakukan tindakan rasisme, dan menebar ujaran kebencian kepada satu golongan. Pernyataan tersebut sungguh tidak pancasilais, karena tak berkemanusiaan yang adil dan beradab, serta mengancam persatuan Indonesia;
  2. Kami sangat tersinggung terhadap redaksional, ”Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind.” Pernyataan ini tentu sangat mencederai ummat islam, karena menurut hemat kami menutup aurat dengan pakaian yang islami ini sudah jelas bagi seorang muslimah. Selain itu, redaksional, ”Pilihan kata2nya juga jauh dari kata2 langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dsb.”, untuk memuji mahasiswa/i yang diwawancarainya juga tidak tepat dan tidak bijak, sebab sejatinya kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang baik bagi orang yang beriman, atau berketuhanan yang Maha Esa, sesuai sila pertama Pancasila. Tegasnya, pilihan redaksional pada pernyataan Prof BSP tersebut menunjukkan kebencian yang sangat nyata kepada mahasiswi berjilbab, dan/atau kebencian kepada satu golongan, yang seharusnya tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi, lebih-lebih seorang guru besar.
  3. Kami sangat mendukung para pihak terkait dan/atau pihak berwenang untuk segera mengambil langkah-langkah dan keputusan terbaik dalam menyelesaikan masalah ini. Pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tentu memiliki kewenangan menangani dalam posisi Prof. BSP sebagai Rektor ITK (Institut Teknologi Kalimantan) demi menjaga marwat institusi pendidikan tinggi. Pihak Pimpinan ITS tentu memiliki kewenangan menangani dalam posisi Prof. BSP sebagai dosen dan guru besar ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember). Sebab, jika semakin lama dilakukan pembiaran tentu akan berkonsekwensi nama baik institusinya juga akan semakin lama terbawa dalam kasus ini. Pihak penegak hukum tentu memiliki kewenangan atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Prof BSP terkait posting pernyataannya yang bermuatan SARA. Di samping itu, ada pendapat hukum yang menyatakan seharusnya aparat penegak hukum dapat segera memproses hukum meskipun tidak ada laporan. Oleh karena itu, demi kelancaran proses pemeriksaan terhadap Prof. BSP tentunya akan lebih baik bila yang bersangkutan dinon-aktifkan sementara dari jabatan-jabatannya, termasuk jabatan sebagai rektor ITK.
  4. Kami sangat berharap setiap akademisi, lebih-lebih yang sudah bergelar guru besar, agar ekstra hati-hati dan selektif dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan di ranah publik, termasuk di media sosial. Dalam suasana idul fitri ini, kami juga sangat berharap Prof. BSP berkenan minta maaf kepada ummat Islam atas pernyataannya yang melukai hati ummat Islam, dan menegaskan komitmennya untuk tidak akan mengulang perbuatannya yang bernada SARA. Namun demikian, tentunya hal ini tak berarti menggugurkan proses-proses hukum yang mungkin akan dijalani atas posting status yang bermuatan SARA.

Demikian seruan moral ini disampaikan, semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan senantiasa konsisten menjaga harmonisasi kerukunan bangsa dalam bingkai semangat bhineka tunggal ika yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Selamat idul fitri 1443 H/2022M, mari kita saling memaafkan !. (*)

*) Ditulis oleh: Koordinator Komunitas Akademisi Anti-SARA (KAA-SAR): Dr Ir Machsus, ST., MT

Table of Contents